Minggu, 18 Maret 2012

Petunjuk al-Qur'an Dalam Membina Rumah Tangga

By : Rijal Muhammad

Banyak gaya dan cara yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam membangun dan membina rumah tangganya. Sebagian mereka ada yang bisa mempertahankan rumah tangganya namun tidak sedikit pula yang perjalanan rumah tangganya kandas ditengah perjalanan karena terhempas badai godaan yang tak sanggup diantisipasi atau dihadapi. Sebuah acungan jempol bagi pasutri yang mampu mempertahankan keharmonisan dan keutuhan rumah tangganya hingga hanya dipisahkan oleh kematian.

Memang bukan hal yang mudah bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga hingga usia udzur. Menyatukan dua kepala yang memiliki pola pikir dan kebiasaan berbeda namun dituntut untuk menyatukan perbedaan menjadi kebersamaan dalam mengarungi bahtera yang luas. Entah siapa yang pertama kali menggunakan istilah "rumah tangga". Kata tangga yang digunakan rasanya memang menggambarkan bahwa kehidupan yang akan dijalani pasutri itu ibarat menaiki tangga. Menaiki tangga memerlukan kesiapan yang cukup. Pondasi tangga yang kuat dan tidak goyang, keberanian untuk naik, kekuatan fisik dan mental serta energi yang dibutuhkan haruslah cukup, karena bukan hal yang mustahil orang terjatuh saat naik tangga karena pijakan tangga yang tidak kuat, takut dengan ketinggian serta tidak memiliki kekuatan energi saat naik tangga tersebut. Yang lebih naas lagi, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Tapi gambaran dan perumpamaan tersebut tidaklah harus membuat pasangan yang baru akan menjalani rumah tangga menjadi hilang keyakinan kemudian mengundurkan niat mulia tersebut. Kita memang makhluk yang lemah, tapi kelemahan kita bisa digantungkan kepada Dzat Yang Maha Kuat, Allah swt. Dialah yang harus menjadi pijakan kuat kita saat ingin membangun rumah tangga. Dialah sumber motivasi dan energi kita dalam mengarungi bahtera luas dalam kehidupan rumah tangga kita. Karena Dia pun menyatakan bahwa siapa yang mau membangun rumah tangga dalam keadaan papa akan dicukupkan nantinya.

Dalam beberapa ayat didalam al-Qur'an Allah menyebutkan bahwa salah satu tanda kebesaran-Nya adalah Dia menciptakan pasangan untuk manusia, bahkan untuk semua yang tumbuh dibumi termasuk yang tidak diketahui oleh manusia. Jadi berpasangan adalah sebuah fitrah. Berpasangan adalah sebuah keniscayaan. Siapapun tidak boleh menghindar karena manusia agungpun Muhammad saw mencontohkan dan memberikan keteladanan dalam hal ini.

Kaitannya dengan keberpasangan atau lebih populernya kita sebut dengan menikah, ini ditegaskan oleh Allah dalam QS. Arrum : 21 bahwa tujuan Allah menciptakan pasangan bagi kita adalah untuk meraih sakinah atau ketenangan. Allah pun dalam lanjutan ayat menjadikan rasa mawaddah dan rahmat dalam upaya melanggengkan ketenangan tersebut. Bagi orang-orang yang betul-betul memahami maksud Allah dalam ayat ini sehingga ia mampu membawa keluarga kecilnya penuh dengan ketenangan dan terbalut rasa cinta dan penuh kasih sayang, maka orang itu telah berhasil menjadi orang-orang yang Allah sebut sebagai orang yang berfikir. Karena memang keberhasilan dalam membina rumah tangga ini akan bisa dirasakan oleh mereka yang mau berfikir.

Meskipun cinta atau mahabbah tidak disebut dalam ayat tersebut, namun mahabbah tersebut sangat penting karena awal dari semua hubungan dan perasaan berasal darinya. Setelah cinta bersemi kemudian disakralkan dalam bentuk pernikahan yang disebut oleh Allah supaya kamu senantiasa merasakan ketenangan itu. Kata sakinah memang seakar dengan kata "sikkin" yang berarti pisau. Sikkin digunakan untuk menyemblih hewan yang sebelum disemblih mengalami guncangan hebat, berontak ingin melepaskan diri dari ikatan atau jeratan, namun setelah terkena sikkin (baca: disembelih)hewan tersebut pun akan tergolek tenang. Gambaran sakinah atau ketenangan manusia memang juga seperti itu. Seseorang saat belum menikah akan mengalami goncangan hebat terkait dengan penyaluran hasrat seksualnya. Banyaknya pemerkosaan atau bentuk pelecehan seksual lainnya mungkin bisa disebabkan karena tidak tertahannya rasa ingin menyalurkan hasrat tersebut. Maka bisa dipastikan saat seseorang telah menikah akan merasakan ketenangan tersebut. Terhindar dari stress yang berlebihan, karena bukan hanya tempat memenuhi kebutuhan seksualnya, namun juga tempat untuk saling berbagi satu sama lain dalam memenuhi semua hak dan kewajiban pasangan tersebut.

Setelah sakinah telah dirasakan, tentunya ada hal penting lainnya yang Allah ciptakan sebagai pilar-pilar dalam membangun bahtera rumah tangga yaitu mawaddah dan rahmat. Jika hanya merasa cukup dengan sakinah, maka pertanyaannya seberapa lama orang bisa tenang dan bahagia kalau hanya diukur dengan pemenuhan hasrat seksualnya? Karena banyak orang yang bercerai dan berselingkuh hanya karena bosan dengan pasangan lamanya. Maka adanya mawaddah dan rahmat itu menjadi perekat bagi keberlangsungan menjalin hidup berumah tangga.

Mawaddah adalah sifat lapang dada dan kekosongan jiwa dari hasrat ingin melakukan keburukan. Sifat ini menggambarkan bahwa orang yang memilikinya tidak sedikitpun ada keinginan untuk melakukan hal-hal buruk terkait dengan pasangannya. Saking ketiadaannya maka ia digambarkan sebagai kekosongan. Sedangkan rahmat adalah perasaan atau kondisi psikologis dimana seseorang saat melihat pasangannya memiliki kelemahan, dia berupaya untuk mengatasi kelemahan itu. Saat ia menjumpai ketidakberdayaan pasangannya maka ia beruapaya untuk memberdayakannya. Walhasil, sifat mawaddah dan rahmat jika sepenuhnya diresapi, dihayati dan dijadikan pijakan dalam membangun hubungan suami istri maka mustahil ada kekerasan dalam rumah tangga. Rasanya tidak akan tercipta keributan yang berujung pada permusuhan termasuk juga perpisahan.

Tapi sebagai insan yang dho'if, bukan tidak mustahil sifat-sifat tersebut diatas yang merupakan pilar sekaligus perekat tali hubungan pasutri dalam rumah tangga, akan memudar untuk kemudian putus ditengah jalan. Kita banyak menyaksikan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada permusuhan, percekcokan, perceraian bahkan hingga pembunuhan. Maka pertanyaannya adalah dimanakah sifat mahabbah, mawaddah dan rahmat sehingga sakinah tidak lagi dirasakan? Kok, begitu biadabnya seseorang yang tega membunuh pasangan hanya karena hal sepele misalnya. Dimanakah sifat-sifat luhur dan mulia yang diciptakan Allah untuk manusia dan pasangannya itu? Sebuah pertanyaan yang mesti menjadi renungan terutama bagi yang pernah mengalami kejadian dari kasus-kasus diatas.

Oleh karena itu, sebelum bicara lebih jauh tentang idealismenya sifat-sifat yang Allah berikan kepada setiap insan dan pasangannya itu, maka setiap orang harus memikirkan semua hal yang berkaitan dengan planning berumah tangga. Dari mulai ketepatan mencari pasangan. Menentukan visi dan misi berumah tangga. Kemampuan dalam mengelola keuangan. Kearifan dalam memahami karakter masing-masing pasangan tersebut. Tekad yang kuat untuk membangun kebersamaan dalam mewujudkan niat dan harapan serta pengetahuan yang cukup untuk menjadikan pernikahan sebagai sarana beribadah kepada Allah swt. Tanpa didukung oleh rencana-rencana atau komitmen tersebut maka sangat dikhawatirkan rumah tangga yang akan dibangun mudah rapuh dan kemudian bisa hancur tak bernilai.

Berikut ini beberapa panduan dalam upaya menghadirkan dan membentuk suasana rumah tangga yang harmonis dan langgeng seperti yang diharapkan, berdasarkan beberapa firman Allah dalam ayat-ayat-Nya yang terkait dengan masalah ini.

1. Pergaulilah istrimu dengan ma'ruf (baik). (QS. Annisa :19)

Ayat ini seolah menegaskan bahwa kala suami tidak mempergauli istri dengan makruf maka akan muncul banyak problem. Ya, memang demikian yang dimaksud. Rosulullah menegaskan bahwa wanita dibuat dari tulang rusuk yang kalau dipaksa untuk diluruskan maka akan patah. Namun jika dibiarkan saja maka akan tetap bengkok dan menyusahkan. Ini merupakan kiasan dari sifat wanita yang bisa dibilang susah-susah gampang. Susah kalau kita belum memahami karakternya dan kemauannya, namun gampang kalau sudah tau celah dan keinginannya.

Menghadapi wanita memang tidak dengan kekerasan dan kekasaran. Karena bisa dibilang kalau sifat mereka lebih halus (sensitif) dari laki-laki dan lebih cepat cemburu. Menghadapi mereka harus dengan kelemahlembutan namun juga diiringi ketegasan. Selalu mengalah dan menurut didepan mereka akan mengurangi derajat kaum lelaki sebagai pemimpin rumah tangga bagi mereka. Namun selalu keras dan kejam kepada merekapun akan "memudarkan" sisi halus dan kelembutannya yang sangat dibutuhkan oleh suami dan anak-anaknya. Jelas bahwa menghadapi wanita perlu fleksibiitas didalamnya. Komunikasi yang baik dan intensif akan menjadikan pasangan suami istri memahami kondisi masing-masing yang sangat bermanfaat dalam prakteknya.

2. Kaum laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga (QS. Annisa ayat 34)

Suami adalah pemimpin sekaligus yang bertanggung jawab terhadap istrinya. Kepemimpinan yang sangat nyata adalah ketika sang suami menjadi imam sholat bagi istrinya. Namun diluar itu, kepemimpinan suami hendaknya bukan bersifat otoriter atau hanya bersumber dari pihaknya saja. Dalam banyak hal dan urusan rumah tangganya suami mesti melibatkan istri meski kemudian keputusan itu ada ditangan suami. Sebagai seorang pemimpin, suami dituntut untuk tegas dalam menentukan sikap demi membawa keluarganya pada kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan. Seorang suami yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan serta ketegasan dalam memimpin rumah tangga, akan mengalami distorsi arah yang dituju dalam mewarnai dan membawa kehidupan rumah tangganya. Karena itu, seorang suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga harus memiliki pengetahuan dan jiwa kepemimpinan yang cukup, karena beban berat akan diemban oleh sang suami yang dibantu oleh sang istri.

3. Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf (QS. Albaqarah ayat 228)

Tidak hanya istri yang memiliki hak dan kewajiban kepada suami, namun juga sebaliknya. Keberhasilan dalam perkawinan tidak akan tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentang hak dan kewajiban merupakan hal yang fundamen dalam rumah tangga. Satu saja terabaikan atau tidak dipenuhi oleh masing-masing pihak, akan bisa menimbulkan kesenjangan bahkan percekcokan. Disinilah dibutuhkan kearifan untuk memahami masing-masing karakter dan kebutuhan pasangan. Pasangan yang saling memahami dan mengerti akan mampu membawa keluarganya tidak keluar dari koridor hubungan yang harmonis dan dinamis. Dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban ini, suami harus memperlakukan dan memenuhinya secara ma'ruf (baik). Al-ghazali menjelaskan bahwa perlakuan baik terhadap istri itu adalah dengan bersabar dalam melihat kesalahan yang dibuat istri, memperlakukannya dengan penuh kelembutan dan maaf saat ia menumpahkan emosi dan amarahnya.

4. Istri ibarat pakaian bagi suami dan suami ibarat pakaian juga bagi istri (QS. Albaqarah : 187)

Allah memperumpamakan keberadaan suami istri ibarat pakaian bagi masing-masing. Perumpamaan ini dibuat karena memang dalam kenyataan bahwa pakaian itu memiliki banyak manfaat bagi pemakainya. Pertama bahwa pakaian adalah sebagai penutup aurat. Ini artinya bahwa antara suami dan istri adalah sebagai "baju dan celana" yang bisa menutupi kekurangan dan aib yang dimilikinya. Masing-masing dari mereka hendaknya tidak mempublikasi aib itu karena merupakan hal privat yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Kedua, pakaian berfungsi sebagai pelindung dari hawa panas dan cuaca dingin. Suami akan membutuhkan kehangatan istri saat mengalami kedinginan, dan istri juga bisa berlindung kepada suami saat mengalami kepanasan. Ini adalah kiasan bahwa sebetulnya pasangan suami istri itu akan menjadi tempat saling berbagi dan merasa, baik disaat sulit dan saat senang. Ketiga, pakaian adalah sebagai hiasan. Betapa bahagianya jika seorang telah memiliki pasangan. Apalagi pasangan tersebut menjadi penyejuk mata dalam kehidupannya, maka saat itu suami atau istri ibarat perhiasan yang akam saling melengkapi demi meraih kebahagian yang dirahmati oleh Allah swt.

5. Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka garaplah ladangmu sesuai kemauanmu (QS. Albaqarah : 223)

Allah memperumpamakan seorang istri dengan ladang atau sawah garapan. Berarti suami adalah orang yang menggarap ladang tersebut atau bisa kita sebut petani. Ada banyak makna yang bisa kita tarik dari perumpamaan ini. Misalnya, wahai petani tidak baik jika Anda menanam benih di tanah yang gersang. Karena itu, pandai-pandailah memilih tanah garapan. Carilah tanah yang subur. Tanah yang subur pun harus diatur masa dan musim tanamnya. Jangan paksa ladang itu untuk selalu berproduksi setiap waktu. Anda juga wahai petani harus selalu membersihkan segala hama yang datang ke ladangmu. Beri dia pupuk dengan pupuk yang sesuai, agar hasil dari panen ladangmu menjadi baik dan berkwalitas. Ini adalah beberapa perumpamaan yang terkait dengan ladang sevagai cocok tanam. Intinya bahwa garaplah ladang sesuai keinginan kita, tapi ingat bahwa ada petani yang gagal panen ada petani yang sukses. Yang gagal panen mungkin belum memiliki persiapan dan pengetahuan yang baik tentang bagaimana mengelola ladang agar menghasilkan benih dan buah yang baik. Belajarlah dari petani yang sukses yang bisa mengelola ladang menjadi lahan kebaikan dan kesuksesan untuknya dan keluarganya.

Demikian sekelumit panduan dari al-Qur'an tentang bagaimana kita bersikap sebagai seorang suami dan seorang istri dalam rumah tangga. Tentunya kerjasama yang baik antar suami istri, didukung dengan saling mengetahui karakter masing-masing dan satu sama lain juga saling paham tentang tugas, hak dan tanggung jawabnya, ditambah dengan kearifan dalam bergaul maka sangat mungkin pasangan suami istri akan mudah membentuk keluarga SAMARA bahkan mempertahankan keluarga idaman itu. Semoga.

1 komentar:

JUNA mengatakan...

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
Saya hanya mau mengucapkan terimakasih kepada pemilik blog ini atas segala isi yang ada dalam blog ini, Ayat Al-Qur'an dan Hadist yang sudah disediakan. Sangat-sangat berguna dan bermanfaat bagi saya sendiri sebagai internet explorer..
Saya juga meminta izin untuk mengcopy untuk digunakan sebagaimana mestinya..
semoga pemilik blog ini diberikan selalu kesehatan, dipanjangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, diampuni segala dosa-dosanya serta selalu dalam lindungan ALLAH SWT..
Aamiin....
Sekian, saya ucapkan terimakasih...

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

Posting Komentar