Sabtu, 31 Maret 2012

Menghayati Nilai dan Tujuan SHOLAT

By : Rijal Muhammad

Ibadah yang satu ini merupakan ibadah pokok yang dimiliki dan dikerjakan oleh kaum muslimin sebagai salah satu rukun dalam Islam. Ibadah ini juga sebagai ibadah yang membedakan dengan ibadah-ibadah lain yang dimiliki agama lain. Kalau dalam agama lain, ada yang semisal dengan syahadat yang kita lakukan. Ada ibadah yang berkaitan dengan harta seperti zakat pada ummat Islam. Agama lain pun ada yang memiliki tempat sakral yang identik dengan haji yang selalu dikunjungi oleh kaum muslimin. Namun shalat,tak satupun agama selain Islam yang memiliki peribadatan semacam ini. Shalat ini memang dikreasi oleh Sang Khalik bagi ummat Islam yang membedakannya dengan ummat lain. Karenanya, perjanjian yang dilakukan oleh Nabi dengan non-Muslim ketika itu adalah shalat. Siapa yang meninggalkan shalat sejatinya dia sama dengan mereka yang bukan Muslim.


Jumat, 23 Maret 2012

TAQWA, Solusi Hidup dan Kehidupan

By : Rijal Muhammad

Istilah taqwa memang sudah sangat sering sekali kita dengar, namun bisa jadi hanya baru sebatas diucapkan atau teori karena judul diatas tidak serta merta terbukti dalam kehidupan nyata. Atau, bisa jadi karena kita salah dalam memahami taqwa itu. Inilah yang harus jadi renungan bagi seorang Muslim, kala ia ingin menjadi seorang muslim yang tulen atau disebut dengan "almuslimuuna haqqan", yaitu keadaan seorang muslim yang bukan hanya meyakini Islam sebagai agamanya tapi juga mampu memahami Islam-nya dengan baik dan mampu tampil dengan ajaran-ajaranya yang ideal dan menyelamatkan.

Banyak sekali sebenarnya ilustrasi tentang taqwa. Mislanya, saat saidina Umar ra bertanya tentang taqwa kepada Ubay bin Ka'ab, Ubay bin ka'ab malah balik bertanya kepada Umar. "Apakah engkau pernah berjalan di suatu tempat yang berduri?", tanya Ubay. Umar pun menjawab, "ya". Ubay pun berkata lagi, "apa yang engkau lakukan dijalan seperti itu?". Jawab Umar, "aku melangkah dengan waspada dan hati-hati". Ubay menjawab, "itulah taqwa". Ada lagi jawaban saidina Ali karraomallahu wajhah saat ditanya tentang taqwa. Ali menjawab taqwa adalah "takut kepada Allah yang diiringi rasa cinta bukan karena takut pada neraka".

Untuk memperjelas gambaran taqwa itu, mari kita lihat maknanya yang dilihat dari segi kebahasaan. Taqwa seperti yang dijelaskan oleh para ulama adalah menjaga dan memelihara diri dari sesuatu yang mengganggu dan membahayakan. Menurut pakar kata Al-qur'an, Raggib al-Isfahany dalam Almufradat Fi Gharibil Qur'an, adalah menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa dan menjadi sempurna jika meninggalkan sebagian yang dihalalkan. Dari segi hukum syara' taqwa adalah menjaga dan memelihara diri dari siksa Allah, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Rosulullah saw dalam salah satu haditsnya menyatakan bahwa menaati Allah dan tidak mengingkari-Nya, senantiasa ingat dan tidak melupakan-Nya, bersyukur kepada-Nya dan tidak mengkufuri nikmat-Nya.

Dari penjelasan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa taqwa itu mengandung point terbesar yaitu ketaatan. Taat akan berimplikasi pada kesadaran untuk melakukan perintah dan menjauhi yang dilarang. Taat juga akan membuat seseorang melakukan sesuatu atas dasar cinta karena ia yakin bahwa tak ada yang tidak baik dari semua yang diajarkan Allah. Ketaatan yang sesungguhnya akan membuat seseorang berbudi pekerti baik. Ketaatan yang sebenarnya mendidik orang menyadari untuk tahu diri tentang apa dan bagaimana ia berprilaku. Demikianlah sebagian inti taqwa.

Ketaqwaan seperti inilah yang akan mampu mengundang dan menarik janji-janji Allah yang dipaparkan lewat ayat-ayat al-Qur'an bagi yang mengetahui dan menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Diantaranya yaitu :

1. Taqwa akan memnyebabkan semua urusan menjadi mudah

Firman Allah dalam QS. Attalaq : 4, وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا barang siapa bertaqwa pada Allah maka Allah akan menjadikan segala urusannya menjadi mudah. Ini bukan omong kosong. Terdengarnya sudah biasa tapi faktanya tidak biasa. Berapa banyak orang yang mempunyai cobaan dan musibah begitu berat, namun mereka sanggup menghadapinya. Semua urusan beratnya selesai seolah ada saja kemudahan yang didapatkannya tanpa harus mengganggu akidah dan keimanannya. Modalnya hanya satu taqwa.

2. Taqwa akan memelihara seseorang dari tipu daya syetan

Dalam QS. Al-a'raf : 201 Allah memberitakan, إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ

Kamis, 22 Maret 2012

Menyikapi acara TAHLILAN dan MAULUDAN

By : Rijal Muhammad

Dua tradisi ini sangat populer bagi bangsa Indonesia terutama masyarakat di pulau Jawa dan lebih khususnya lagi adalah kaum Nahdhiyyin. Kepopuleran tradisi ini memang terjadi pada dua sisi. Pertama populer bagi yang melaksanakannya dan kedua bagi yang tidak melakukannya atau dengan bahasa yang lebih jelas bagi yang mengharamkannya.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa budaya atau tradisi tahlilan terutama, sangat terkait erat dengan tradisi dan budaya kaum hindu. Peran para wali -baca wali songo- sangat kentara dalam memodifikasi tradisi lokal dengan ajaran-ajaran Islam semisal bacaan ayat, hadits atau kalimat-kalimat thoyyibah yang lain. Tujuannya sangat jelas, bukan untuk menciptakan ritual ibadah baru namun bagian dari pendidikan agama dengan pendekatan kultural dan strategi dalam menyampaikan dakwah. Bahkan lebih kretaif dari yang demikian, usaha sunan Kali Jaga yang memanfaatkan media wayang sebagai wahana dakwah yang efektif dalam mengajak masyarakat ketika itu, untuk mengenal dan masuk Islam.

Setuju atau tidak setuju praktek dakwah yang sangat dinamis dan kreatif semacam itu sangat membawa pada perkembangan besar dalam praktek keberagamaan terutama di tanah Jawa ini. Memang misi besar para wali dalam mencetak masyarakat Muslim yang kaffah tidak terwujud secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan tugas utama dakwah para wali adalah bagaimana meng-Islamkan mereka dahulu. Merubah keyakinan nenek moyang mereka yang mengakar kuat. Dan tugas ini bukan perkara mudah. Perlu cara yang arif, kreatif, dinamis dan penuh rahmat. Maka pendekatan kebudayaan merupakan cara yang sangat ampuh dalam membawa masyarakat ketika itu mengenal ajaran Islam yang akan membuat perubahan hidup mereka.

Budaya tahlilan mengadopsi dari acara peribadatan (baca : selamatan) agama Hindu-Budha sebagai bentuk penghormatan dan pemberian do'a kepada orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan tahlilan -yang diadakan sementara ummat Islam- sebenarnya mengandung arti membaca "La ilaaha illallah". Namun dalam prakteknya tahlilan diartikan sebagai tradisi mengirimkan do'a kepada orang yang telah meninggal dunia, dengan harapan semoga Allah swt mengampuni segala dosanya, memberikan rahmatnya dan menghindarkan dia dari segala petaka dialam kuburnya (baca : Barzakh). Disamping mengirimkan doa tersebut, dibacakan juga beberapa surat pilihan termasuk bacaan-bacaan atau dzikiran yang bersumber dari hadits Nabi Muhammad saw.

Hemat saya, para wali mengadopsi budaya selamatan ini dengan tujuan memperkenalkan bacaan-bacaan tertentu yang bernuansa tauhid, sehingga membiasakan orang untuk mengikuti atau lebih jauh memahaminya tanpa harus merubah total tradisi dan kebudayaannya. Lalu apa hukumnya tahlilan saat ini? Menurut saya, tidak ada hukumnya. Kalau dihukumi wajib maka Anda akan melakukan bid'ah yang sesat karena budaya ini tidak ada tuntunannya baik dalam a-Qur'an maupun al-Hadits. Dihukumi sunnah pun tidak, karena pada zaman Nabi tidak ada acara atau ritual semacam ini. Tapi kalau dihukumi haram juga tidak demikian, karena yang dilakukan pada saat tahlilan itu banyak sisi positif yang banyak bermanfaat untuk banyak orang. Kalau ada orang yang mewajibkan acara ini dilakukan pada saat kematian keluarganya dihari pertama, ketiga, ketujuh, keempat belas, keseratus bahkan keseribunya, dimana jika tidak dilakukan akan merasa berdosa dan bersalah maka dia jatuh pada bid'ah yang sesat. Tapi kalau ada orang yang dengan serta merta mengklaim bahwa tahlilan itu adalah sebuah kesesatan dan setiap pelakunya akan merasakan panasnya neraka, maka orang itu perlu belajar kearifan dan kebijaksanaan dalam memandang segala sesuatu dengan luas dan objektif.

Maka panduan dalam menyikapi tahlilan semacam ini, haruslah dengan cara yang arif dan dari sisi positifnya. Berkumpulnya orang-orang pada saat tahlilan menggambarkan banyak hal positif. Misalnya :
1. Bagian dari ta'ziyah dalam upaya menghibur sohibul musibah dengan senantiasa memberikan nasihat kesabaran atas ujian atau musibah yang dialaminya.
2. Memberikan doa ampunan kepada jenazah tersebut. Untuk kebolehan memberikan doa ampunan ini, ada beberapa ayat yang membolehkan seseorang mendoakan orang lain meskipun bukan anak atau bagian dari keluarganya.
3. Membaca ayat-ayat pilihan atau dzikir dengan tujuan agar Allah swt menurunkan rahmat pada yang membacanya juga diharapkan pada janazahnya. Karena rahmat Allah itu akan diberikan pada orang yang hidup atau yang sudah meninggal.
4. Penjabaran dari ta'ziyah adalah bentuk silaturrahim kita kepada sohibul janazah. Bisa jadi Anda yang sangat sibuk dengan urusan karir sehingga tidak memiliki waktu untuk menjenguk, maka pada saat itu kita bisa meluangkan waktu untuk berta'ziyah dan silaturrahim.

Rabu, 21 Maret 2012

Munajat HAMBA

By : Rijal Muhammad

Duhai Allah... Segala puji hanyalah milik-Mu
Semua pujian hanya berhak disandarkan kepada-Mu
Tak sedikitpun celah bagi kami untuk angkuh karena ada pujian makhluk-Mu, kecuali akan kami kembalikan kepada-Mu dengan penuh kesadaran dan ketulusan

Engkau Yang Menggenggam segala kehidupan ini
Engkau Yang Membimbing, Mengatur, Memutuskan dan Menetapkan segala sesuatu
Engkau Yang Menurunkan segala kebaikan untuk hamba-hamba-Mu

Duhai Allah... Sampaikanlah sholawat dan salam ke hadirat Rosul-Mu, Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Mohon sampaikan ucapan selamat kami kepadanya, karena kami tak sanggup membalas jasa dan pengorbanannya yang begitu besar hingga kami bisa mengenal dan menjalankan ajarannya.
Sampaikanlah sholawat dan salam kepadanya, agar kami mendapatkan rahmat dari-Mu dan menjadi pengikut Rosul-Mu yang sejati hingga berakhirnya kehidupan ini. Semoga kami layak disebut sebagai ummatnya yang wajar untuk mendapatkan syafa'atnya.

Duhai Allah, kami adalah makhluk-Mu yang lemah
Kelemahan itu terkadang membuat kami khilaf dan melakukan kesalahan bahkan dosa disisi-Mu. Karena itu, maafkan segala kesalahan kami, hapuslah segala perbuatan kami yang tidak berkenan dan ampuni segala dosa-dosa kami yang besar dan kecil, yang terlihat atau yang tersamar dan yang disengaja atau yang tidak.
Kami sadar dosa-dosa yang kami lakukan akan menjauhkan kami dengan-Mu. Maka ampunilah segala dosa itu, bimbing kami agar tidak mengulangi dosa tersebut dan hantarkan kami menuju jalan-Mu yang lurus.

Duhai Allah... Kami hadir di dunia ini berkat amal orang tua kami. Mereka telah mengurus, mendidik dan memenuhi semua kewajibannya sebagai orang tua pada kami. Karena itu, ampunilah segala dosa dan kesalahan mereka. Berikanlah kasih sayang-Mu kepadanya seperti halnya mereka mendidik dan memelihara kami saat kecil. Limpahkanlah karunia-Mu. Jadikan segala amalnya dalam mengurus dan mendidik kami sebagai sarana bagi-Mu untuk senantiasa menurunkan rahmat dan keutamaan kepadanya.
Semoga keteladanan yang mereka berikan, akan selalu membekas pada diri kami dan menurunkannya kepada anak cucu kami berikutnya.

Duhai Allah... Engkau adalah Tuhan kami dan kami adalah hamba-Mu. Engkau adalah tujuan kami dan hanya ridho-Mu yang kami cari. Maka perbaikilah urusan Agama kami karena itu adalah sebagai pegangan kami. Perbaikilah dunia kami sebagai tempat kami hidup dan mencari penghidupan. Perbaikilah akhirat kami sebagai tempat kembali yang sesungguhnya. Serta kami mohon kepada-Mu untuk menjadikan hidup ini tak lain sebagai masa untuk selalu menambah amal dan segala kebaikan. Dan jadikanlah kematian kami dengan rahmat-Mu sebagai upaya akhir kami dalam melakukan keburukan.

Duhai Allah... Kesadaran kami sebagai hamba-Mu mengharuskan kami untuk memiliki ilmu dan pengetahuan yang bisa menunjukkan kami pada maksud dan arah ajaran-Mu. Karuniailah kami ilmu yang bisa mendekatkan diri kami kepada-Mu. Anugerahilah kami ilmu yang bisa menerangi jiwa kami dan orang lain. Tambahkanlah ilmu pada kami yang bisa membuat iman kami semakin kuat dan mantap. Hiasilah ilmu yang Engkau anugerahkan dengan mulianya akhlak pada diri kami, agar senantiasa terpelihara dari sifat angkuh dan bebas tak terkendali yang tak layak kami lakukan.

Duhai Allah... Engkau selalu berbuat ihsan pada kami. Meski kami sering lalai dalam beribadah kepadamu. Meski kami sering melakukan dosa dan kesalahan. Janganlah Engkau hukum kami karena kelalaian, namun Engkau bimbing kami dengan cara-Mu yang maha bijak agar kami selalu sadar dalam mengabdi kepada-Mu. Berkahilah orang tua kami. Berkahilah istri dan anak-anak kami. Berkahilah saudara-saudara kami. Berkahilah anugerah ilmu yang Engkau berikan pada kami. Berkahilah harta yang Engkau titipkan pada kami. Berkahilah hidup kami untuk senantiasa juga berbuat ihsan pada makhluk-Mu yang lain.

Duhai Allah... Saat menghadapi segala problema dalam kehidupan ini, terkadang kami menjalaninya dengan penuh kesabaran namun tidak jarang pula yang kami hadapi dengan cara yang tidak semestinya. Kami sadar bahwa hidup ini adalah ladang ujian dan tantangan, tapi juga sekaligus harapan. Kami mohon saat kami dalam menghadapi segala ujian yang terjadi, Engkau meneguhkan iman kami, menguatkan kesabaran kami, menguatkan istiqomah kami seraya Engkau bantu mempermudah mencari jalan keluar bagi ujian tersebut. Bantu kami untuk menggapai hikmah dan manfaat dari semua ujian yang kami hadapi. Kami ingin saat merasakan kemudahan dan kebahagiaan, diwujudkan dalam rasa syukur kepada-Mu. Namun saat ujian dan kesulitan melanda, Engkau kokohkan kesabaran yang mendalam pada jiwa kami.

Duhai Allah... Dalam segala keterbatasan dan kelemahan kami. Kami ingin menjadi makhluk-Mu yang bisa bermanfaat buat orang lain. Kami ingin hidup ini bisa membawa kebahagiaan buat orang lain. Kami ingin dengan sedikit pengetahuan bisa mengajak orang kembali kepada fitrahnya dan menyadari dirinya sepenuhnya dihadapan-Mu. Kami ingin dengan sedikit rizki yang ada pada kami bisa membantu sesama yang mungkin ujian dan masalah yang dihadapi lebih besar dari kami. Kami ingin segala bentuk amal perbuatan yang kami lakukan senantiasa mendapat ridho-Mu. Karenanya, kami mohon kepada-Mu agar Engkau menanamkan keikhlasan yang kuat dan mengakar hingga tak lagi diganggu oleh sifat riya dan ujub dalam berbuat.

Duhai Allah... Kalau Engkau menganugerahi kami umur yang panjang, jadikan setiap hari-hari yang tersisa selalu digunakan untuk melakukan amal dan mencari ridho-Mu. Namun jika umur kami tidak lama lagi, kami sangat bermohon kepada-Mu agar disaat kami meninggalkan dunia ini, kami tidak memiliki dosa disisi-Mu serta kesalahan yang belum termaafkan oleh orang lain termasuk kewajiban kami berupa hutang apapun kepadanya. Kami ingin akhir dari nafas kami didunia adalah ucapan terindah bahwa " Tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya". Sehingga kami pulang menjumpai-Mu dalam keadaan ridho dan diridhoi dan dalam keadaan husnul khatimah.

Duhai Allah... Anugerahilah kami didunia kebaikan dan diakhirat juga kebaikan. Hindarilah kami dari adzab neraka yang teramat pedih.

Duhai Allah... Sekali lagi sampaikanlah sholawat dan salam kepada junjungan dan panutan kami, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam juga para keluarga dan sahabatnya. Engkau adalah Dzat Yang Maha Suci. Suci dari apapaun yang orang-orang kafir sifatkan kepada-Mu. Semoga kedamaian selalu tercurah untuk para rosul. Dan segala puji hanya milik-Mu.

Amin ya Allah Ya Rabbal 'alamin....

Minggu, 18 Maret 2012

Petunjuk al-Qur'an Dalam Membina Rumah Tangga

By : Rijal Muhammad

Banyak gaya dan cara yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam membangun dan membina rumah tangganya. Sebagian mereka ada yang bisa mempertahankan rumah tangganya namun tidak sedikit pula yang perjalanan rumah tangganya kandas ditengah perjalanan karena terhempas badai godaan yang tak sanggup diantisipasi atau dihadapi. Sebuah acungan jempol bagi pasutri yang mampu mempertahankan keharmonisan dan keutuhan rumah tangganya hingga hanya dipisahkan oleh kematian.

Memang bukan hal yang mudah bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga hingga usia udzur. Menyatukan dua kepala yang memiliki pola pikir dan kebiasaan berbeda namun dituntut untuk menyatukan perbedaan menjadi kebersamaan dalam mengarungi bahtera yang luas. Entah siapa yang pertama kali menggunakan istilah "rumah tangga". Kata tangga yang digunakan rasanya memang menggambarkan bahwa kehidupan yang akan dijalani pasutri itu ibarat menaiki tangga. Menaiki tangga memerlukan kesiapan yang cukup. Pondasi tangga yang kuat dan tidak goyang, keberanian untuk naik, kekuatan fisik dan mental serta energi yang dibutuhkan haruslah cukup, karena bukan hal yang mustahil orang terjatuh saat naik tangga karena pijakan tangga yang tidak kuat, takut dengan ketinggian serta tidak memiliki kekuatan energi saat naik tangga tersebut. Yang lebih naas lagi, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Tapi gambaran dan perumpamaan tersebut tidaklah harus membuat pasangan yang baru akan menjalani rumah tangga menjadi hilang keyakinan kemudian mengundurkan niat mulia tersebut. Kita memang makhluk yang lemah, tapi kelemahan kita bisa digantungkan kepada Dzat Yang Maha Kuat, Allah swt. Dialah yang harus menjadi pijakan kuat kita saat ingin membangun rumah tangga. Dialah sumber motivasi dan energi kita dalam mengarungi bahtera luas dalam kehidupan rumah tangga kita. Karena Dia pun menyatakan bahwa siapa yang mau membangun rumah tangga dalam keadaan papa akan dicukupkan nantinya.

Dalam beberapa ayat didalam al-Qur'an Allah menyebutkan bahwa salah satu tanda kebesaran-Nya adalah Dia menciptakan pasangan untuk manusia, bahkan untuk semua yang tumbuh dibumi termasuk yang tidak diketahui oleh manusia. Jadi berpasangan adalah sebuah fitrah. Berpasangan adalah sebuah keniscayaan. Siapapun tidak boleh menghindar karena manusia agungpun Muhammad saw mencontohkan dan memberikan keteladanan dalam hal ini.

Kaitannya dengan keberpasangan atau lebih populernya kita sebut dengan menikah, ini ditegaskan oleh Allah dalam QS. Arrum : 21 bahwa tujuan Allah menciptakan pasangan bagi kita adalah untuk meraih sakinah atau ketenangan. Allah pun dalam lanjutan ayat menjadikan rasa mawaddah dan rahmat dalam upaya melanggengkan ketenangan tersebut. Bagi orang-orang yang betul-betul memahami maksud Allah dalam ayat ini sehingga ia mampu membawa keluarga kecilnya penuh dengan ketenangan dan terbalut rasa cinta dan penuh kasih sayang, maka orang itu telah berhasil menjadi orang-orang yang Allah sebut sebagai orang yang berfikir. Karena memang keberhasilan dalam membina rumah tangga ini akan bisa dirasakan oleh mereka yang mau berfikir.

Meskipun cinta atau mahabbah tidak disebut dalam ayat tersebut, namun mahabbah tersebut sangat penting karena awal dari semua hubungan dan perasaan berasal darinya. Setelah cinta bersemi kemudian disakralkan dalam bentuk pernikahan yang disebut oleh Allah supaya kamu senantiasa merasakan ketenangan itu. Kata sakinah memang seakar dengan kata "sikkin" yang berarti pisau. Sikkin digunakan untuk menyemblih hewan yang sebelum disemblih mengalami guncangan hebat, berontak ingin melepaskan diri dari ikatan atau jeratan, namun setelah terkena sikkin (baca: disembelih)hewan tersebut pun akan tergolek tenang. Gambaran sakinah atau ketenangan manusia memang juga seperti itu. Seseorang saat belum menikah akan mengalami goncangan hebat terkait dengan penyaluran hasrat seksualnya. Banyaknya pemerkosaan atau bentuk pelecehan seksual lainnya mungkin bisa disebabkan karena tidak tertahannya rasa ingin menyalurkan hasrat tersebut. Maka bisa dipastikan saat seseorang telah menikah akan merasakan ketenangan tersebut. Terhindar dari stress yang berlebihan, karena bukan hanya tempat memenuhi kebutuhan seksualnya, namun juga tempat untuk saling berbagi satu sama lain dalam memenuhi semua hak dan kewajiban pasangan tersebut.

Setelah sakinah telah dirasakan, tentunya ada hal penting lainnya yang Allah ciptakan sebagai pilar-pilar dalam membangun bahtera rumah tangga yaitu mawaddah dan rahmat. Jika hanya merasa cukup dengan sakinah, maka pertanyaannya seberapa lama orang bisa tenang dan bahagia kalau hanya diukur dengan pemenuhan hasrat seksualnya? Karena banyak orang yang bercerai dan berselingkuh hanya karena bosan dengan pasangan lamanya. Maka adanya mawaddah dan rahmat itu menjadi perekat bagi keberlangsungan menjalin hidup berumah tangga.

Mawaddah adalah sifat lapang dada dan kekosongan jiwa dari hasrat ingin melakukan keburukan. Sifat ini menggambarkan bahwa orang yang memilikinya tidak sedikitpun ada keinginan untuk melakukan hal-hal buruk terkait dengan pasangannya. Saking ketiadaannya maka ia digambarkan sebagai kekosongan. Sedangkan rahmat adalah perasaan atau kondisi psikologis dimana seseorang saat melihat pasangannya memiliki kelemahan, dia berupaya untuk mengatasi kelemahan itu. Saat ia menjumpai ketidakberdayaan pasangannya maka ia beruapaya untuk memberdayakannya. Walhasil, sifat mawaddah dan rahmat jika sepenuhnya diresapi, dihayati dan dijadikan pijakan dalam membangun hubungan suami istri maka mustahil ada kekerasan dalam rumah tangga. Rasanya tidak akan tercipta keributan yang berujung pada permusuhan termasuk juga perpisahan.

Tapi sebagai insan yang dho'if, bukan tidak mustahil sifat-sifat tersebut diatas yang merupakan pilar sekaligus perekat tali hubungan pasutri dalam rumah tangga, akan memudar untuk kemudian putus ditengah jalan. Kita banyak menyaksikan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada permusuhan, percekcokan, perceraian bahkan hingga pembunuhan. Maka pertanyaannya adalah dimanakah sifat mahabbah, mawaddah dan rahmat sehingga sakinah tidak lagi dirasakan? Kok, begitu biadabnya seseorang yang tega membunuh pasangan hanya karena hal sepele misalnya. Dimanakah sifat-sifat luhur dan mulia yang diciptakan Allah untuk manusia dan pasangannya itu? Sebuah pertanyaan yang mesti menjadi renungan terutama bagi yang pernah mengalami kejadian dari kasus-kasus diatas.

Oleh karena itu, sebelum bicara lebih jauh tentang idealismenya sifat-sifat yang Allah berikan kepada setiap insan dan pasangannya itu, maka setiap orang harus memikirkan semua hal yang berkaitan dengan planning berumah tangga. Dari mulai ketepatan mencari pasangan. Menentukan visi dan misi berumah tangga. Kemampuan dalam mengelola keuangan. Kearifan dalam memahami karakter masing-masing pasangan tersebut. Tekad yang kuat untuk membangun kebersamaan dalam mewujudkan niat dan harapan serta pengetahuan yang cukup untuk menjadikan pernikahan sebagai sarana beribadah kepada Allah swt. Tanpa didukung oleh rencana-rencana atau komitmen tersebut maka sangat dikhawatirkan rumah tangga yang akan dibangun mudah rapuh dan kemudian bisa hancur tak bernilai.

Berikut ini beberapa panduan dalam upaya menghadirkan dan membentuk suasana rumah tangga yang harmonis dan langgeng seperti yang diharapkan, berdasarkan beberapa firman Allah dalam ayat-ayat-Nya yang terkait dengan masalah ini.

1. Pergaulilah istrimu dengan ma'ruf (baik). (QS. Annisa :19)

Ayat ini seolah menegaskan bahwa kala suami tidak mempergauli istri dengan makruf maka akan muncul banyak problem. Ya, memang demikian yang dimaksud. Rosulullah menegaskan bahwa wanita dibuat dari tulang rusuk yang kalau dipaksa untuk diluruskan maka akan patah. Namun jika dibiarkan saja maka akan tetap bengkok dan menyusahkan. Ini merupakan kiasan dari sifat wanita yang bisa dibilang susah-susah gampang. Susah kalau kita belum memahami karakternya dan kemauannya, namun gampang kalau sudah tau celah dan keinginannya.

Menghadapi wanita memang tidak dengan kekerasan dan kekasaran. Karena bisa dibilang kalau sifat mereka lebih halus (sensitif) dari laki-laki dan lebih cepat cemburu. Menghadapi mereka harus dengan kelemahlembutan namun juga diiringi ketegasan. Selalu mengalah dan menurut didepan mereka akan mengurangi derajat kaum lelaki sebagai pemimpin rumah tangga bagi mereka. Namun selalu keras dan kejam kepada merekapun akan "memudarkan" sisi halus dan kelembutannya yang sangat dibutuhkan oleh suami dan anak-anaknya. Jelas bahwa menghadapi wanita perlu fleksibiitas didalamnya. Komunikasi yang baik dan intensif akan menjadikan pasangan suami istri memahami kondisi masing-masing yang sangat bermanfaat dalam prakteknya.

2. Kaum laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga (QS. Annisa ayat 34)

Suami adalah pemimpin sekaligus yang bertanggung jawab terhadap istrinya. Kepemimpinan yang sangat nyata adalah ketika sang suami menjadi imam sholat bagi istrinya. Namun diluar itu, kepemimpinan suami hendaknya bukan bersifat otoriter atau hanya bersumber dari pihaknya saja. Dalam banyak hal dan urusan rumah tangganya suami mesti melibatkan istri meski kemudian keputusan itu ada ditangan suami. Sebagai seorang pemimpin, suami dituntut untuk tegas dalam menentukan sikap demi membawa keluarganya pada kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan. Seorang suami yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan serta ketegasan dalam memimpin rumah tangga, akan mengalami distorsi arah yang dituju dalam mewarnai dan membawa kehidupan rumah tangganya. Karena itu, seorang suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga harus memiliki pengetahuan dan jiwa kepemimpinan yang cukup, karena beban berat akan diemban oleh sang suami yang dibantu oleh sang istri.

3. Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf (QS. Albaqarah ayat 228)

Tidak hanya istri yang memiliki hak dan kewajiban kepada suami, namun juga sebaliknya. Keberhasilan dalam perkawinan tidak akan tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentang hak dan kewajiban merupakan hal yang fundamen dalam rumah tangga. Satu saja terabaikan atau tidak dipenuhi oleh masing-masing pihak, akan bisa menimbulkan kesenjangan bahkan percekcokan. Disinilah dibutuhkan kearifan untuk memahami masing-masing karakter dan kebutuhan pasangan. Pasangan yang saling memahami dan mengerti akan mampu membawa keluarganya tidak keluar dari koridor hubungan yang harmonis dan dinamis. Dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban ini, suami harus memperlakukan dan memenuhinya secara ma'ruf (baik). Al-ghazali menjelaskan bahwa perlakuan baik terhadap istri itu adalah dengan bersabar dalam melihat kesalahan yang dibuat istri, memperlakukannya dengan penuh kelembutan dan maaf saat ia menumpahkan emosi dan amarahnya.

4. Istri ibarat pakaian bagi suami dan suami ibarat pakaian juga bagi istri (QS. Albaqarah : 187)

Allah memperumpamakan keberadaan suami istri ibarat pakaian bagi masing-masing. Perumpamaan ini dibuat karena memang dalam kenyataan bahwa pakaian itu memiliki banyak manfaat bagi pemakainya. Pertama bahwa pakaian adalah sebagai penutup aurat. Ini artinya bahwa antara suami dan istri adalah sebagai "baju dan celana" yang bisa menutupi kekurangan dan aib yang dimilikinya. Masing-masing dari mereka hendaknya tidak mempublikasi aib itu karena merupakan hal privat yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Kedua, pakaian berfungsi sebagai pelindung dari hawa panas dan cuaca dingin. Suami akan membutuhkan kehangatan istri saat mengalami kedinginan, dan istri juga bisa berlindung kepada suami saat mengalami kepanasan. Ini adalah kiasan bahwa sebetulnya pasangan suami istri itu akan menjadi tempat saling berbagi dan merasa, baik disaat sulit dan saat senang. Ketiga, pakaian adalah sebagai hiasan. Betapa bahagianya jika seorang telah memiliki pasangan. Apalagi pasangan tersebut menjadi penyejuk mata dalam kehidupannya, maka saat itu suami atau istri ibarat perhiasan yang akam saling melengkapi demi meraih kebahagian yang dirahmati oleh Allah swt.

5. Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka garaplah ladangmu sesuai kemauanmu (QS. Albaqarah : 223)

Allah memperumpamakan seorang istri dengan ladang atau sawah garapan. Berarti suami adalah orang yang menggarap ladang tersebut atau bisa kita sebut petani. Ada banyak makna yang bisa kita tarik dari perumpamaan ini. Misalnya, wahai petani tidak baik jika Anda menanam benih di tanah yang gersang. Karena itu, pandai-pandailah memilih tanah garapan. Carilah tanah yang subur. Tanah yang subur pun harus diatur masa dan musim tanamnya. Jangan paksa ladang itu untuk selalu berproduksi setiap waktu. Anda juga wahai petani harus selalu membersihkan segala hama yang datang ke ladangmu. Beri dia pupuk dengan pupuk yang sesuai, agar hasil dari panen ladangmu menjadi baik dan berkwalitas. Ini adalah beberapa perumpamaan yang terkait dengan ladang sevagai cocok tanam. Intinya bahwa garaplah ladang sesuai keinginan kita, tapi ingat bahwa ada petani yang gagal panen ada petani yang sukses. Yang gagal panen mungkin belum memiliki persiapan dan pengetahuan yang baik tentang bagaimana mengelola ladang agar menghasilkan benih dan buah yang baik. Belajarlah dari petani yang sukses yang bisa mengelola ladang menjadi lahan kebaikan dan kesuksesan untuknya dan keluarganya.

Demikian sekelumit panduan dari al-Qur'an tentang bagaimana kita bersikap sebagai seorang suami dan seorang istri dalam rumah tangga. Tentunya kerjasama yang baik antar suami istri, didukung dengan saling mengetahui karakter masing-masing dan satu sama lain juga saling paham tentang tugas, hak dan tanggung jawabnya, ditambah dengan kearifan dalam bergaul maka sangat mungkin pasangan suami istri akan mudah membentuk keluarga SAMARA bahkan mempertahankan keluarga idaman itu. Semoga.

Belajar, dari pilosofi BAYI

By : Rijal Muhammad

Sebagai orang tua, kita tentunya mengetahui perkembangan bayi kita dari mulai fisik, prilaku, mental dan hal-hal lain terkait dengan masa pertumbuhannya. Banyak hal lucu dan menggembirakan yang dilakukan sang bayi saat merespon sesuatu, beraktifitas sendiri sampai melakukan hal unik lainnya yang tidak dibimbing sebelumnya. Namun disamping hal menggembirakan tadi, kondisi bayi juga sangat rentan terserang virus penyakit yang membuat orang tua merasa sedih dan khawatir bahkan ada yang mengalami shock karena tidak siap dengan penyakit yang diderita sang bayi.

Tapi, itulah sosok seorang bayi. Dia adalah makhluk yang sangat lemah. Dia tidak bisa mencari kebutuhannya secara aktif tanpa dibantu orang dewasa. Dia juga makhluk yang sangat mudah diserang berbagai virus penyakit karena ketahanan tubuhnya belum kuat seperti orang dewasa. Dia juga makhluk yang polos dan apa adanya, sehingga apapun yang dilakukan dan diberi orang tuanya akan diterima tanpa bisa melawan. Dia juga makhluk yang memberi tantangan kepada kedua orang tuanya terutama, karena bisakah dia tumbuh besar dengan pertumbuhan yang normal baik fisik, prilaku dan mentalnya.

Berikut beberapa hal yang bisa kita pelajari dari seorang bayi dari mulai kelahirannya.

1. Bayi terlahir dalam keadaan telanjang

Keadaan bayi yang terlahir telanjang memberikan nasihat kepada kita tentang sisi kemanusian yang perlu kita renungi. Telanjang mengindikasikan bahwa manusia terlahir dalam keadaan tidak punya apa-apa. Dalam ketiadaannya itu, dan dalam upaya memenuhi segala hajat dan keperluannya itu, ia memerlukan bantuan dan pemeliharaan orang lain. Dialah orang tua yang melakukan tugas itu. Maka seyogyanya dan sepatutnya sang bayi harus dengan tulus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada orang yang telah memberikan segala kebutuhannya saat tak mampu melakukan apapaun. Dia harus menghormati sedalam-dalamnya dengan memberikan balas budi sebatas yang dia bisa berikan kepadanya. Maka, sangat ironi jika seorang anak tidak pernah memberikan penghormatan dan balas budi kepada orang tuanya, bahkan malah menyakiti dan mendzoliminya. Demikianlah hal ini, menjadi perumpamaan bagi kita seorang hamba dengan Tuhan kita Allah swt. Seperti seorang anak yang berbaktilah pada orang tuanya lah perlakuan kita kepada Allah. Karen Dia yang telah menganugerahi semua kebutuhan hingga kita menjadi seperti ini.

Disamping makna diatas, telanjang mengindikasikan tentang terbukanya aib atau aurat seseorang serta butuhnya dia pada pakaian yang bisa melindunginya dari cuaca dingin sekaligus menutupi auratnya. Terbukanya aurat yang kemudian secepatnya harus ditutupi, merupakan simbol bagi manusia bahwa mereka -sebagai tempatnya salah dan lupa- harus menutupi dan memperbaiki kekurangannya. Terbukanya aib merupakan sesuatu yang tidak wajar untuk diketahui umum apalagi hingga terpublikasi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Bagi seseorang yang memiliki aib dan kekurangan serta para pelaku yang berupaya untuk mempublikasi aib tersebut hendaknya mmerenungi sabda Nabi yang mengatakan "beruntunglah bagi seseorang yang sibuk terhadap kekurangan dirinya hingga tidak sempat untuk mengorek dan membeberkan aib orang lain". Dalam sabdanya yang lain "Allah akan menutupi aib seseorang jika orang tersebut menutupi aib orang lain". Karenanya, cukup dari lahirnya seorang bayi dengan kondisi telanjang, untuk menjadi pelajaran agar kita cukup tersibuki dengan aib dan kekurangan kita sehingga kita tidak mengetahui aib dan kekurangan orang.

2. Bayi terlahir dalam keadaan menangis

Siapapun akan merasa khawatir kalau anaknya terlahir tidak menangis. Alasan kenapa bayi yang baru lahir itu menagis sebetulnya bisa dijelaskan secara ilmiah. Selama di dalam kandungan bayi hidup dalam lingkungan yang berair dan terdapat jalan yang menghubungkan jantung dan paru-paru untuk membantu bayi mendapatkan nutrisi dari darah ibu. Ketika bayi baru dilahirkan, bayi mengambil napas untuk pertama kalinya melalui perubahan peredaran darah dan dengan menangis membantu membuka sirkulasi untuk mengirim oksigen melalui paru-paru.Tangisan pada bayi tersebut membantu membuka paru-parunya agar bisa menghirup oksigen. Dan tepukan pelan di bagian belakang tubuh bayi berguna untuk mendorong bayi agar melakukan pernafasan udara.

Namun yang bisa dipelajari dari tangisan bayi saat lahir adalah penjelasan bahwa hidup ini adalah perjuangan. Perjuangan melawan setan yang akan berupaya menjerumuskannya. Perjuangan melawan kebatilan. Perjuangan untuk meraih sukses dunia akhirat yang tidak mudah diraih keculai dengan kesungguhan. Menangis adalah simbol tentang sulitnya meraih semua itu. Menagis juga sekaligus cara baginya untuk berkomunikasi. Untuk itulah sejak dini, orang tua hendaknya sudah mempersiapkan segalanya demi kesuksesan buah hatinya menjadi orang sukses dan bahagia dunia akhirat.

3. Belajar dan mencoba tiada henti

Kalau orang tua memperhatikan perkembangan gerak bayinya, maka dia akan belajar banyak hal. Seorang bayi saat dilahirkan hanya bisa diletakkan dalam posisi terlentang. Semakin besar dia akan mulai belajar miring kekanan dan kekiri. Setelah itu dia belajar untuk tengkurap, kemudian belajar duduk, merangkak hingga kemudian belajar berdiri dan berjalan. Semua itu dilakukan oleh bayi secara natural dan tidak pernah berhenti (baca : bosan atau kapok). Terutama jika diperhatikan saat bayi belajar untuk berdiri, tidak jarang orang tua mendapati bayinya terjatuh. Saat terjatuh sang bayi hanya menangis sebentar kemudian selanjutnya berusaha lagi. Begitu seterusnya hingga dia bisa berjalan dengan mandiri.

Belajar dan upaya terus menerus yang dilakukan oleh sang bayi tersebut semestinya menjadi pelajaran bagi mereka yang sudah besar dan dewasa. Bahwa apapun kalau dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keuletan akan menuai hasil. Tangisan bayi yang terjatuh kemudian berusaha bangkit lagi juga jadi i'tibar bahwa dalam melakukan apapun pasti ada rintangan yang mesti dihadapi. Kegagalan merupakan cambuk agar seseorang belajar supaya tidak mengalami keterpurukan untuk kali kedua. Semua keberhasilan dan kesuksesan harus dipahami sebagai hukum alam (baca: sunnatullah) yang Allah berlakukan untuk semua makhluk-Nya di alam ini. Siapa yang sungguh-sungguh pasti akan menuai hasil, namun juga sebaliknya.

4. Bayi biasanya cenderung pada orang yang dilihatnya

Jarang bayi -terutama yang sudah mulai besar- jika ketemu dengan orang lain yang ingin memegang dan membawanya akan memberikan senyum dan merasa nyaman bersamanya. Kebanyakan bayi hanya akan merasa nyaman jika berada dipelukan orang dekatnya terutama ibu. Kebiasaan untuk melihat dan berinteraksi dengannya membuat dia mengenalinya dan hanya merasa nyaman jika berada dengannya. Sehingga keberadaan yang lain akan terasa asing dan tidak jarang dilanjutkan dengan ekspresi menangis.

Demikianlah keadaan manusia yang sesungguhnya. Sejatinya dia sejak dari awalnya (baca:saat menjadi ruh) sudah mengadakan perjanjian dengan Tuhannya saat ditanya, "bukankah Aku Tuhanmu? Ruh menjawab, "Benar, kami bersaksi Engkau adalah Tuhan kami". Sehingga pada saat hadir ke alam dunia ini, perjanjian itu tetap dipegang teguh sebagai bukti janji kesetiaan yang hakiki. Semestinya semua orang mengalihkan pandangan untuk menyatakan bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak untuk disembah. Mereka harus memalingkan tuhan-tuhan palsu yang tak akan memberi manfaat dan pertolongan sedikitpun. Kesetiaan hanya kepada-Nya merupakan sesuatu yang fitrah, dimana setiap orang bisa menggapainya meskipun terbentur dengan tradisi dan faktor keturunan lain yang membelenggu untuk mengenal Tuhan sejatinya. Bukankah manusia dianugerahi akal dan hati yang bisa digunakan untuk berfikir mendalam demi menemukan Tuhan sejatinya? Ya, namun sedikit yang berupaya untuk melakukan itu, karena tak mampu mengendalikan nafsu yang sedari awal sudah melenceng teramat jauh dari Sang Pemilik kebenaran sejati itu.

5. Bayi hanyalah apa yang didengar dan dilihat

Dalam al-Qur'an Allah menyebut kata "assama'" yang berarti pendengaran lebih dahulu untuk kemudian disusul dengan kata "albashar" yang berarti penglihatan dan terakhir kata "alfuad" yang berarti hati. Ketiganya akan dimintai pertanyaan terkait dengan tugas masing-masing. Dalam hal proses meraih pengetahuan memang melewati ketiga unsur ini. Pendengaran merupakan hal utama karena meskipun seseorang itu buta namun kalau telinganya berfungsi tidak akan menjadi penghalang untuk mendapatkan informasi. Dimulai dari mendengar, diperkuat dengan melihat dan diapahami serta diresapi dengan hati, maka jadilah sebuah pengetahuan yang akan mengubah pola pikir dan cara pandang orang itu.

Demikian juga halnya pada bayi, meski yang berfungsi utama pada kondisinya itu hanya baru pendengaran dan penglihatannya. Ini perlu diantisipasi sejak dini untuk memproteksinya dari mendengar dan melihat sesuatu yang tidak layak baginya. Oleh karena itu, bagi setiap bayi yang dilahirkan sudah harus diperdengarkan kata-kata mulia dan pokok seperti pada bacaan-bacaan adzan dan iqamah. Ini tidak hanya memperkenalkan bayi pada bacaan-bacaan mulia saja, tapi lebih jauh dari itu sebagai antisipasi dan tekad dari orang tuanya untuk selalu memastikan, bahwa yang didengar dan dilihat adalah sesuatu yang membawa manfaat. Karena perkembangan dan pertumbuhan pola pikir, mental dan kepribadiannya sangat dipengaruhi dari apa yang dia ketahui dari proses mendengar, melihat untuk kemudian memahaminya.

Demikianlah beberapa hal yang bisa kita pelajari dari hadirnya seorang bayi ditengah keluarga kita. Banyak yang masih bisa kita petik hikmah darinya. Namun untuk mengakhiri tulisan ini, mari renungkan firman Allah dalam QS. Annisa :9 yang menyatakan bahwa "hendaklah takut orang-orang yang seandainya meninggalkan keturunan mereka yang lemah dan merasa khawatir dengan mereka. Karena itu hendaklah bertaqwa kepada Allah dan selalu mengucap perkataan yang benar lagi tepat". Dalam ayat ini ditegaskan, bahwa keturunan yang lemah bisa dihindari dengan jalan taqwa. Taqwa yang sebenarnya akan menghantarkan seseorang meraih jalan yang lurus dan ideal, termasuk jaminan terhindar dari memiliki keturunan yang lemah dan tidak berkualitas (baca: bermanfaat bagi sesama).

Jumat, 09 Maret 2012

Pertanyaan dan Jawaban Seputar Nabi Muhammad SAW

By : Rijal Muhammad

Dalam memahami sosok agung yang satu ini, memang memerlukan kecermatan dan ketelitian tentang sejarah dan semua yang disandang dirinya yang mulia itu. Ketidaktahuan dan ketidakcermatan dalam mengkaji sejarah dan pribadi beliau akan melahirkan dua sikap yang saling bertolak belakang. Di satu pihak ada yang sangat mengkultuskannya, namun di pihak lain ada yang terlalu merendahkannya. Keduanya merupakan sikap yang salah, karena biar bagaimanapun, meskipun Muhammad SAW adalah seorang nabi tapi ia juga manusia biasa seperti kita yang pernah melakukan aktifitas layaknya kebanyakan manusia. Yang membedakannya ialah hanya karena ia mendapat wahyu dari Allah swt. Karena itu pada tulisan ini akan disampaikan tanya jawab tentang beberapa fakta sekaligus bantahan terhadap orang-orang yang menyangsikan tentang kebenaran kenabian Muhammad saw yang diutus Allah swt sebagai nabi terakhir diakhir zaman.

Berikut beberapa pertanyaan dan jawaban sekaligus terkait dengan semua hal yang dinisbatkan kepadanya.

1. Pertanyaan : Masih banyak orang yang menyangsikan bahwa al-Qur'an adalah kalam Allah tapi bisa jadi rekayasa Nabi Muhammad. Bisa dijelaskan bukti-bukti bahwa al-Qur'an bukan berasal darinya?

Jawab : Nabi Muhammad terlahir sebagai orang yang ummi atau tidak pandai baca dan tulis karena memang tidak pernah mengenal dunia pendidikan. Namun dalam penjelasannya, ia dididik langsung oleh Tuhannya dan memperbaiki didikan itu. Masihkah Anda masih menyatakan kalau al-Qur'an itu buatannya disaat kondisinya yang tidak bisa baca tulis?

Dalam salah satu ayat al-Qur'an dinyatakan bahwa Muhammad saw tidak berkata tentang satu ayatpun kecuali ayat itu bearasal dari wahyu Allah swt. Tidak hanya ayat itu berasal dari Allah, tapi ayat-ayat yang disampaikannya itu tidak dikurangi atau dilebihkan. Misalnya, setiap ayat yang diawali oleh kata "QUL" yang artinya katakanlah. Apakah Anda menduga bahwa itu bagian kata yang substansial? Padahal kata itu sebetulnya tidak perlu diulangi. Kalau saya berkata kepada Anda, "katakan, bahwa dunia itu fana". Apakah Anda akan mengulangi kata "katakan"? tidak perlu, Anda cukup mengatakan "dunia itu fana". Namun, tidak demikian yang terjadi pada kondisi Muhammad saw. Dia ulangi lagi kata "QUL" tersebut sebagai tanda kejujurannya dalam menyampaikan ayat yang tidak dilebihkan dan dikurangi. Al-qur'an adalah kalam Allah swt yang sempurna.

2. Pertanyaan : Mengapa Nabi Muhammad selalu diucapkan kepadanya "assalaam" yang berarti keselamatan. Bukankah itu menandakan bahwa Muhammad itu juga masih belum selamat karena perlu didoakan selamat oleh ummatnya?

Jawab : Tidak selalu kata keselamatan yang diucapkan mengindikasikan sesuatu yang negatif. Makna salaam atau selamat itu ada yang berkonotasi pasif yang biasanya ditujukan untuk suatu keburukan ada juga yang aktif yang lazim digunakan saat meraih keberhasilan. Yang negatif misalnya, saat Anda tidak mengalami bahaya yang berarti saat Anda terjatuh dari ketinggian, kemudian teman Anda mengucapkan selamat atas tidak terjadinya hal-hal yang fatal pada Anda, maka yang demikian itu adalah ucapan selamat yang pasif. Sedangkan yang positif misalnya, saat saudara Anda meraih sukses dalam karir, jabatan dan salarynya dinaikkan kemudian Anda mengucapkan selamat kepada saudara Anda itu, maka ucapan selamat seperti itu berarti yang bersifat aktif. Muhammad saw adalah manusia sukses yang wajar kalau ummatnya mengucapkan selamat yang aktif karena kesuksesannya itu.

Lebih dari itu, kita wajib berterima kasih kepada siapapun yang telah berjasa besar dalam kehidupan kita. Namun ada orang-orang tertentu yang kita sulit untuk membalas jasanya. Ibu misalnya, kita sulit untuk mengukur jasanya dengan apapun yang kita beri. Kalau ibu berjasa besar dalam mendidik kita, maka ibu Anda juga dididik oleh nenek Anda dan seterusnya hingga sampai kepada Rosulullah saw. Di dalam al-Qur'an Allah dan Malaikat-Nya selalu memberikan sholawat kepadanya. Karena kita sulit membalas jasa besarnya Rosulullah, kita hanya dipinta untuk membalas jasanya dengan memohonkannya kepada Allah. Karena itu orang yang tidak mau memberi sholawat dicap sebagai orang yang "pelit". Pelit karena dia bukan dituntut untuk membalas jasa Rosulullah, cuma hanya memohonkannya kepada Allah agar Allah yang melimpahkan sholawat itu sebagai tanda kita berbalas jasa.

Allahumma sholli 'alaa Muhammad...

3. Pertanyaan : Benarkah Nabi itu UMMIY..dalam arti tidak bisa baca tulis? Kalau benar bukankah itu bisa menurunkan derajat kenabiannya?

Jawab : Benar. Nabi memang ummiy dalam arti tidak bisa baca tulis namun saat di awal-awal saja tepatnya sebelum menerima wahyu. Setelah beliau menerima wahyu pertama yang berisikan perintah "membaca", maka Nabi mulai bermetamorfosis menjadi orang jenius dan terhebat yang pernah ada didunia sekaligus paling berpengaruh hingga kini.

Dalam al-Qur'an istilah ummiy sebenarnya tidak hanya menjelaskan ketidakbisaan membaca dan menulis saja, namun ada beberapa pengertian yang bisa disimpulkan dari beberapa keterangan yang terdapat didalam al-Qur'an, misalnya :

a. Orang-orang yang tidak pernah bersinggungan dengan al-kitab.
b. Orang-orang yang belum pernah didatangi oleh seorang nabi ataupun rasul.
c. Orang-orang yang terbelakang dan jauh dari kemajuan peradaban dan keilmuan.
d. Orang-orang yang dihinakan dan 'pantas' untuk dibohong-bohongi atau ditipu.
e. Orang-orang yang terbiasa dengan hal-hal mistis dan sihir.
f. Kaum yang memiliki sistem informasi lisan dalam bentuk dongeng dan cerita, serta suka menduga-duga dalam kebohongan.

Cinta Allah Kepada 8 Golongan Manusia

By : Rijal Muhammad

Obrolan paling menyenangkan mungkin tentang cinta dan mencintai. Tapi pada tulisan ini bukan tentang cinta semu antar sesama manusia, namun cinta yang hakiki yang berasal dari Sang Pencipta kepada 8 golongan hamba-Nya yang disebutkan langsung didalam kalam-Nya, al-Qur'an. Memang sangat tidak tepat jika kita menyimpulkan bahwa cinta Allah swt hanya kepada 8 golongan tersebut. Cinta yang Allah akan berikan sangat luas kepada orang-orang yang dikehendaki. Namun penyebutan kata "yuhibbu" yang berarti mencintai akan memiliki penekanan yang berbeda terhadap perasaan cinta tersebut.

Kata "yuhibbu" atau mahabbah berarti kecendrungan hati seseorang kepada yang dicintainya karena ia merasa senang berada didekatnya dan tidak ingin berjauhan. Dia menolak selainnya karena merasa tidak sesuai dengannya. Demikian sebagian yang bisa dikutip dari Al-ghazali. Pendapat yang senada pun disebutkan oleh imam Aljunaid Albaghdadi.

Sedangkan menurut Imam Al-qusyairi, mahabbah Allah kepada makhluk berarti kehendak Allah untuk memberikan nimat secara khusus kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Sedangkan jika nikmat itu tidak diberikan secara khusus dalam arti bersifat umum, maka menurutnya itu dinamakan rahmat.

Dalam al-Qur'an kata cinta tidak hanya mahabbah tapi juga mawaddah. Perbedaannya kalau mawaddah adalah cinta plus yang diharapkan tetap terjadi dan tidak berakhir. Sedangkan kata mahabbah sangat mungkin sekali untuk pudar. Karena itu saat bicara tentang tanda-tanda kebesaran-Nya tentang penciptaan pasangan pada QS. Arrum : 21, dipilih kata mawaddah bukan mahabbah. Oleh karena itu, pernyataan Allah untuk "mencintai" kepada golongan-golongan yang Ia sebutkan dalam firman-Nya harus "mengantisipasi" agar cinta-Nya tetap diberikan dan tidak pernah terputus.