Minggu, 06 Maret 2011

Kesan Tentang Qadha dan Qadar

By : Rijal Muhammad

Qadha dan qadar adalah masalah klasik yang mungkin Anda sudah tidak peduli lagi untuk membahas karena sudah sangat meyakini bahwa Allah telah menentukan semuanya untuk kita -makhluk-Nya-. Atau bisa jadi Anda terlalu "bebas" berfikir bahwa semuanya adalah kehendak manusia, mereka bebas memilih dan siap menerima segala konsekwensinya, Tuhan hanya mengarahkan dan menetapkan sunnah-Nya (baca: sunnatullah). Dalam tulisan inilah -yang lebih tepat disebut kesan- justru, kedua pendapat diatas yang menginspirasi lebih jauh tentang fakta yang dialami atas nama qadha dan qadar yang termasuk salah satu objek rukun iman.

Berawal dari sebuah pertanyaan, mengapa qadha dan qadar yang menjadi salah satu objek rukun iman tidak disebutkan secara eksplisit didalam al-Qur'an? Hal yang tidak terjadi pada saat menyebutkan rukun iman yang lain, misalnya iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para nabi dan hari akhir yang semuanya disebutkan secara jelas dalam al-Qur'an. Inilah yang membuar saya berkesimpulan bahwa ada maksud dalam pernyataan Allah yang tekait denga qadha dan qadar ini. Allah tidaklah menyatakan sesuatu didalam al-Qur'an kecuali Ia ingin memberikan kesan tertentu agar kita sebagai hamba-Nya menarik hikmah dari kesan tersebut.

Banyak keterangan tentang sesuatu tertentu, misalnya jodoh, rezeki dan kematian adalah hak Tuhan dan Dia-lah yang sepenuhnya menentukan dan mengaturnya. Pemahaman banyak orang pun terlepas dari pemikiran mendalam, pengalaman atau menerima keterangan itu apa adanya, menjadi berbeda yang secara tidak langsung berpengaruh dalam aksinya saat menyikapi hal tersebut. Sebagian orang benar-benar pasrah dalam menerima kondisi yang dia terima dan rasakan terkait ketiga hal tersebut dan mempasrahkan semuanya bahwa Allah-lah yang memberinya itu semua. Sebagian yang lain pun menyatakan ada usaha manusia yang berperan dalam menentukan hasil akhirnya, sehingga dia akan menyatakan bahwa hasil yang tidak maksimal itu (kurang atau buruk) tidak akan disandarkan pada Tuhan.

Berawal dari obrolan iseng dan santai yang bertujuan untuk memahami kebesaran dan kuasa Allah dalam mengatur semua kehidupan. Tetang rizki, jodoh, umur dan lain lain yang memang telah banyak penjelasannya bahkan literatur keagamaannya. Namun jika kita merenung dan membandingkannya lebih jauh ada ssuatu yang sangat menarik terkait dengan cara seseorang mengusahakannya dan hasil yang diperolehnya. Ternyata.. sangat berbeda sekali yang diusahakan dan didapat oleh seseorang. Ya memang beda karena Allah akan menentukan sesuatu untuk masing masing hambanya berbeda dan tergantung kadar si hamba itu. Tapi maksud obrolan itu adalah ada seseorang yang berupaya untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan pengetahuan bahkan sunnah sunnahNya namun hasil yang terjadi mereka mendapatkan konsekwensi pengetahuan atau sunnatullah itu tidak semulus yang diharapkan meskipun pada kasus yang sama ada juga yang mendapatkan sesuai usahanya itu.

Untuk memperjelas pernyataan diatas misalnya, ada seorang artis tua kita sebut sajalah Ibu Titik Puspa, yang meskipun sudah berusia udzur namun masih terlihat sehat dan orang sekarang bilang awet muda. Padahal yang sebayanya jangankan terlihat segar dan sehat masih berumur panjang saja sudah jarang. Memang kalau mendengar sedikit pernyataannya bahwa beliau adalah yang sangat peduli dengan kesehatannya itu sehingga selalu mengantisipasi dengan upaya upaya kesehatan yang membuat dirinya bertahan hingga setua itu. Namun pada kasus yang lain tidak semua orang merasakan hal serupa meskipun usahanya juga sama.

Ada juga kisah yang pernah penulis alami sendiri saat berencana dengan pasangan penulis untuk berusaha mendapatkan anak laki-laki. Info yang penulis dapat bahwa jika ingin mendapatkan anak laki-laki maka bagi orang tua hendaknya memakan lebih banyak daging dan ikan-ikanan, sedangkan jika menginginkan perempuan lebih banyak memakan sayur-sayuran. Informasi ini memang penulis dan pasangan sangat perhatikan dan alhamdulillah jika memang semua ikhtiar itu benar, terjadi atas izin Allah swt.

Masih banyak contoh kasus yang serupa, tapi inti dari semua itu bahwa yang dilakukan oleh seseorang kemudian berhasil belum tentu juga akan berhasil jika dilakukan oleh orang lain. Betul memang Allah swt menerapkan sunnah-sunnahNya di dunia ini. Bahwa yang mengikuti sunnah atau hukum-Nya yang fitri akan merasakan kebenaran dari nilai-nilai fitri itu. Tapi faktanya...? Tidak semua merasakan dengan lancar dan sukses semua ikhtiar yang dilakukan sebagai bentuk pilihan takdirnya. Pada contoh seperti ini, bukan sunnatullah atau nilai-nilai fitri-Nya yang salah atau juga bukan karena orang tersebut yang salah memilih takdirnya, tapi sentuhan Tangan Allah rasasanya lebih kuat dan berpengaruh terhadap hasil dari ikhtiar yang dilakukan seseorang.

Apa makna sentuhan Tangan Allah itu. Bisa jadi pada saat kita berazam itu ada niat yang salah dan keliru sehingga Allah mengalihkan kepada hasil yang lain. Bisa jadi karena "syarat dan rukun" untuk mengerjakan sesuatu belum terpenuhi, sehingga sementara Allah membatalkannya. Bisa jadi ambisi yang terlalu kuat, sedangkan pengetahuan dan wawasan untuk mengelola dan mengurus ambisi itu belum dikuasai sehingga Allah mengulur waktunya. Bisa jadi yang kita harapkan itu bersifat sementara dan membahayakan sementara Allah menginginkan yang langgeng dan bermanfaat sehingga digagalkan harapan tersebut. Dan masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas apa yang kita usahakan namun hasil yang kita dapat tidak seperti apa yang kita mau.

Inilah yang terjadi pada saat kita memahami dan merenungi masalah taqdir. Rezki, jodoh, maut memang benar urusan Allah tapi manusia bukan tidak ada andil untuk melakukan pilihan taqdirnya. Saya akan menganggap sangat salah bahwa tiga hal tersebut mutlak di tangan-Nya tanpa harus melakukan usaha yang maksimal. Manusia sekali lagi punya andil yang cukup besar untuk melakukan sesuatu tapi pada saat bersamaan Allah juga memiliki hak yang mutlak dalam menentukan hasil yang diikhtiarkan hamba-Nya. Kenapa bisa begitu, karena sebagai orang yang beriman kepada Allah, tak ada yang lebih baik dari sesuatu yang dipilihkan Allah untuk kita. Cuma masalahnya, sudah layakkah kita mendapatkan pilihan yang yang sangat baik dan ideal disisinya. Allah akan menganugerahi kita sebatas kepantasan kita untuk mendapatkannya. Allah akan memberikan sesuatu kepada kita tergantung kualitas kepribadian dan jiwa kita. Karena Allah adalah Rabbuna, dzat yang memelihara, mendidik dan mengarahkan kita kepada sesuatu yang paling baik dan pas untuk kita.

Mengutip pendapat Bapak Mario Teguh, "tidak ada orang beragama yang lebih sesat selain dari yang salah memahami ajaran agamanya tersebut". Semoga kita termasuk orang yang bisa memahami ajaran Agama ini dengan baik, sehingga segala apa yang kita ucap dan perbuat sejalan dengan sunnatullah dan nilai-nilai fitri yang diterapkannya. Semakin kita mengetahui dan mengamalkan sunnah-Nya maka akan semakin layak bagi Allah untuk memberikan yang paling baik untu kita. Semoga, Wallahu a'lam.