Rabu, 14 September 2011

Rahmat, Maghfirah dan Itqun Minannaar

By : Rijal Muhammad

Kita baru saja merayakan idul fitri 1432 H setelah selama sebulan menjalankan ibadah ramadhan. Sirkulasi tahunan yang dirancang Allah swt bagi kemaslahatan ummat manusia agar senantiasa berada pada fitrahnya. Permaslahan fitrah memang sangat mendasar bagi kehidupan ummat tidak hanya didunia namun yang lebih penting lagi setelah ia memasuki alam akhirat. Mengapa demikian? karena manusia - secara lintas batas- pada awalnya awalnya berada dalam keadaan yang fitrah sehingga ketika ia hidup harus mempertahankan nilai-nilai fitrahnya itu agar ketika kembali menuju Tuhan-nya sama ketika ia diciptakan pada awalnya.

Bukan tentang nilai-nilai fitrah yang ingin dikemukakan dalam tulisan ini, namun hanya berkenaan dengan istilah serta moment-moment yang sangat lazim disebut pada bulan ramadhan yaitu tentang pembagian ramadhan menjadi 3bagian yaitu 10 hari pertama berisi rahmat, sepuluh hari kedua berisi maghfirah dan sepuluh hari yang ketiga berisi itqun minannnar (pembebasan dari neraka). Hal ini memang sering disebut sementara orang sebagai hadits, tapi banyak juga ulama menyatakan bahwa ini hanyalah qaulny ulama tidak sampai kepada hadits Nabi. Terlepas dari itu, penulis ingin memngangkat substansinya karena sedikitpun tak ada yang menyalahi ajaran agama Islam.

Rahmat, sering kita menyebutnya dengan makna kasih sayang. Ia juga diartikan perasaan iba kepada makhluk sehingga kita ingin membuat mahkluk itu meraih kebahagiannya kalau memang ia merasakan masalah atau penderitaan. Rahmat memang salah satu sifat Allah yang Maha Agung yang akan dilimpahkan kepada siapa yang Ia kehendaki (liyudkhlilallahu fi rahmatihi man yasyaa).Rahmat adalah yang menjadi wasilah bagi seseorang untuk bisa meraih kebahagiaan atau kemenangan, tidak hanya didunia tapi yang lebih penting lagi di akhirat kelak. Lihat saja misalnya keberhasilan dan kesuksesan Nabi Muhammad dinyatakan oleh Allah karena mendapat rahmat-Nya (fabima rahmatin minallahi linta lahum..)kita juga bisa melihat kemenangan bangsa Indonesia yang menyatakan atas rahmat Allah swt. Jadi rahmat sedemikian penting bagi kita untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan.

Ada juga kasus lain yang menjadi i'tibar bagi kita tentang betapa urgennya rahmat bagi manusia dan nasib kehidupannya. Sebuah riwayat yang sangat masyhur bagi kita saat diceritakan bahwa ada seorang wanita tuna susila yang menuju pulang setalah melakukan aktifitas maksiatnya. Tiba-tiba pada saat menuju pulang, ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan. Kemudian rasa ibanya mengantarkan ia untuk mengambil air dengan menggunakan sepatu yang dipakainya. Ia mengambil air dalam kubangan air agak dalam -semacam sumur- dengan menggunakan sepatunya kemudian ia meminumkannya kepada anjing tersebut. Masih dirasa belum cukup, wanita tersebut mengambil air untuk kali kedua, namun apa dinyana ternyata wanita tersebut terpeleset hingga masuk kedalam sumur dan akhirnya meninggal. Wanita tersebut dalam keterangannya telah mendapat rahmat dari Allah dan akan dijanjikan akan meraih surga-Nya. Kalau manusia menggunakan logika, maka akan terkesan tidak adil karena hanya menolong anjing kemudian Allah menjanjikannya surga. Tapi itu semua prerogatif Allah karena Ia berkehendak kepada siapapun bagi orang yang dengan tulus murni menerapkan sifat rahmat kepada semua makhluk-Nya.

Namun ada juga sebuah kasus yang terjadi pada zaman Nabi, bahwa diceritakan ada seorang wanita yang ahli ibadah namun ia akhirnya dimasukkan kedalam neraka hanya karena ia telah memenjarakan seekor kucing, tidak memberinya makan dan akhirnya mati. Dua kisah penuh makna ini mestinya menjadi renungan bagi kita semua dalam membenahi prilaku dan sikap kita dalam kehidupan. Jangan-jangan segenap ibadah yang kita lakukan tidak mendapat rahmat dari Allah karena di hati kita penuh dengan jiwa dendam, hasud dan prilaku kasar lainnya yang sangat bertentangan dengan penerapan rahmat pada alam dan makhluk. Nah, sepuluh hari pertama dalam bulan ramadhan itu, yang dinyatakan sebagai waktu dimana Allah akan “mengumbar” rahmat-Nya akan menjadi kesempatan bagi kita untuk melaksanakan amal dan ibadah dengan rasa penuh harap semoga ibadah yang dikerjakan itu akan menjadi wasilah bagi Allah untuk menurunkan rahmat-Nya pada kita. Itu artinya tidak semua amal dan ibadah akan mendapatkan rahmat-Nya. Allah menyebut orang-orang yang dikehendaki-Nya, maka tugas kita sebagai hamba-Nya berusaha mengetahui siapa dan apa saja ciri-ciri orang yang akan mendapatkan rahmat-Nya itu. Rasanya, berusaha belajar menerapkan rahmat pada makhluk Allah –manusia, binatang, pohon, hewan juga benda mati lainnya- akan menjadi pintu masuk bagi kita agar amal yang kita lakukan senantiasa akan dirahmati oleh-Nya. Hal yang tidak kalah pentingnya menyangkut rahasia Allah ini adalah, membenahi qalbu kita dari segala bentuk kekasaran dan ketidakpedulian sehingga yang selalu diperbuat kita adalah berdasarkan pada kelemahlembutan serta perasaan memiliki untuk senantiasa peduli pada kemakmuran makhluk.

Setelah selesai malam-malam rahmat, maka sepuluh hari yang kedua berisi maghfirah atau ampunan dari Allah swt. Maghfirah diberikan karena Allah memberikan kesempatan kepada hambanya yang dhoif untuk memperbaiki kesalahan atau dosa yang diperbuatnya. Allah juga dalam hadits qudsi-Nya menjelaskan bahwa seberapa besar pun dosa yang dilakukan hamba-Nya, kalau sang hamba datang kepada-Nya dengan tulus memohon ampun atas segala dosa yang diperbuat maka dengan rahmat-Nya Ia akan mengampuni, terkecuali dosa syirik atau menyekutukan-Nya.

Bicara tentang dosa memang bukan sebuah kemustahilan bagi prilaku manusia. Sadar atau tidak sadar manusia sangat rentan sekali untuk melakukan dosa-dosa. Allah tentunya sangat memaklumi dan mengetahui proporsinalitas kita sebagai manusia. Karena itulah, sebagai Dzat yang maha pengampun ia memberikan kesempatan bagi manusia untuk memperbaiki diri, tentunya dengan komitmen yang tegas bahwa apa yang dilakukannya sebagai dosa, menyadari sepenuhnya dosa tersebut dan yang terpenting tidak akan pernah mengulangi perbuatan yang sama. Sebagai pemakluman Allah atas dosa manusia, Ia menyapa kita dengan firman-Nya ألا تحبون أن يغفر الله لكم Tidakkah kamu menyukai diampuni oleh Allah. Dalam ayat itu Allah memang benar-benar menampakkan sifatnya yang tidak pendendam dalam arti sangat membuka lebar pintu maaf bagi hamba-Nya yang pernah melakukan khilaf dan dosa. Tahukah kita bahwa dosa yang diampuni itu, karena Allah merupakan Arrahman dan Arrahim yang memiliki sifat rahmat pada makhluknya.

Sepuluh hari yang ketiga dalam bulan ramadhan adalah itqun minannaar (bebas dari neraka). Kalau ini dipahami oleh orang awam maka melakukan puasa dan tarawih pada sepuluh hari itu akan mendapat garansi terhindar dari neraka. Inilah pentingnya memahami keterangan agama dengan cermat dan mendalam. Keterangan itu tidak serta merta akan terjadi pada orang yang melakukan ibadah di sepuluh hari terakhir itu, apalagi orientasi melaksanakannya hanya pada hari-hari itu saja tanpa melihat kualitas dan kuantitas ibadahnya setelah selesai ramadhan. Hemat penulis, ketiga istilah ini -rahmat, maghfirah dan itqun minannaar- merupakan sebuah rangkaian yang selalu berkaitan. Rahmat dengan maghfirah misalnya, bahwa dosa bisa terampuni karena sifat rahmat Allah yang penuh kasih dan maaf terhadap hamba-Nya. Sedangkan itqun minannaar adalah sebuah konsekwensi logis bagi sang hamba saat ia benar-benar mengorientasikan seluruh amalnya hanya karena ingin mendapat rahmat-Nya juga dengan komitmen yang sangat tegas untuk sebisa mungkin menghindari dosa dan prilaku tercela, maka pada saat demikian apalgi bagi Allah selain Ia ingin memberikan kenikmatan surga-Nya atau dengan kata lain menghindarkan sang hamba sejauh-jauhnya dari panasnya neraka.

Demikian, semoga ramadhan membentuk kita menjadi pribadi yang taqwa. Taqwa yang menjadi center prilaku baik kita sehingga segala yang terucap dan diperbuat selalu berdasarkan konsep taqwa itu.