Jumat, 13 Juli 2012

Nikmatnya BERSEDEKAH

By : Rijal Muhammad

Uniknya Ibadah PUASA

By : Rijal Muhammad

Puasa adalah satu dari sekian ibadah lain yang diperintahkan Allah swt untuk kita laksanakan. Ibadah yang satu ini memang termasuk ibadah yang paling tua, karena secara praktek pernah dilakukan oleh manusia pertama Adam as dan istrinya sebagai penebus kesalahan yang pernah dibuatnya. Berlanjut ke zaman berikutnya bahkan hingga kini, praktek puasa masih tetap dilaksanakan meskipun dalam rincian teknis pelaksanaannya tidak sama persis dengan puasa yang dilakukan oleh ummat Islam di bulan Ramadhan.

Salah satu yang membuat puasa menjadi sangat penting untuk dilakukan adalah termasuknya ibadah ini sebagai salah satu rukun Islam yang harus dijalankan. Sebagian orang ada yang menganalogikan puasa seperti genteng bagi sebuah rumah. Jika syahadat adalah seperti pondasi, sholat sebagai tiangnya, zakat sebagai kamar kecilnya (baca : WC), haji sebagai aksesoris atau pelengkap rumah seperti televisi, kendaraan dan lain sebagainya, maka puasa adalah ibarat gentengnya. Dalam salah hadits hadits juga dikatakan bahwa puasa itu ibarat prisai atau tameng yang berfungsi untuk melindungi. Maka, kalau kondisi ruangan dalam rumah bisa terlindungi oleh adanya genteng baik karena terik matahari atau air hujan, puasa adalah ibarat perisai bagi pelakunya dari melakukan keburukan apapun karena kesadaran ke-Tuhanan yang mendalam bagi orang yang menghayati ibadah puasa itu.

Berikut ini adalah beberapa analisa terkait dengan keunikan dan spesialnya ibadah puasa dibanding yang lain.

1. Keunikan puasa dilihat dari segi redaksi perintahnya

Seluruh perintah ibadah biasanya dilakukan dengan penyebutan bentuk perintah itu sendiri. Allah dengan tegas menyebut diri-Nya sebagai Tokoh yang memerintahkan ibadah kepada hamba-Nya. Seperti shalat misalnya, bentuk perintahnya langsung seperti yang sering dijumpai dalam al-Qur'an, "aqimus shalata" lakukanlah shlat. Demikan juga seperti zakat, "wa aatuz zakaata" tunaikanlah zakat atau juga haji "wa atimmul hajja wal umrata lillah" sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah SWT. Jadi, nyaris semua ibadah yang disebut Allah untuk kita lakukan dengan melakukan perintah secara langsung dan jelas bahwa Allah SWT yang menyebut Dzatnya sebagai Yang Memerintah. Kecuali puasa.

Lantas bagaimana dengan puasa?. Perintah puasa termasuk ibadah yang tidak dinyatakan oleh Allah secara tegas dan aktif tentang keberadaannya sebagai ibadah yang harus kita lakukan. Lihat saja misalnya QS. Albaqarah ayat 183 itu, "Hai orang yang beriman diwajibkan -diperlukan- atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan -diperlukan- atas orang lain sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa". Kata diwajibkan yang maksudnya adalah diperlukan mengindikasikan bahwa perintah tersebut dilakukan secara pasif karena tidak menyebutkan tokoh yang memerintahkannya. Meskipun kalau kita bilang bahwa Allah SWT lah yang memerintahkannya juga tidak salah jawabannya, tapi tentunya Allah pun memiliki maksud dengan pemilihan redaksi semacam itu. Salah satu yang bisa kita petik hikmahnya adalah bahwa seandainya puasa itu tidak diwajibkan oleh Allah secara langsung, maka kitalah sebagai makhluk atau manusia yang mewajibkan diri kita untuk melakukan puasa itu, karena pertimbangan manfaatnya bahkan kebutuhannya yang begitu penting.

Dan ternyata, menurut riwayatnya orang-orang terdahulu pun melakukan puasa bukan berdasarkan perintah dari tuhannya tapi dari tokoh atau pemukanya ketika itu. Karena itu, bisa kita lihat saat ini kebutuhan orang untuk melakukan puasa tidak hanya dilihat dari segi ibadah yang dilakukan karena perintah agama, namun ada motivasi dan niat yang lain dalam melakukannya seperti diet untuk kesehatan dan lain-lain.

2. Puasa dan kesehatan

Salah satu pentingya ibadah puasa seperti yang dijelaskan pada point pertama adalah tentang manfaat puasa bagi kesehatan. Rasanya tidak ada yang menyangkal lagi bahwa puasa sangat baik untuk kesehatan. Nabi Muhammad SAW pun menyatakan "berpuasalah maka kamu akan sehat". Kesehatan disini sebetulnya tidak hanya kepada fisik namun juga psikis, mental dan kejiwaan yang tak kalah perlu untuk menjadi sehat.

Dari segi manfaat kesehatan fisik, puasa bisa dilihat dari keterangan berikut. Pada keadaan normal energi yang kita gunakan untuk beraktifitas berasal dari makanan dan minuman yang kita konsumsi. Pada saat kita puasa, maka kita hanya mengandalkan yang kita konsumsi saat sahur. Karena itu, sunnahnya adalah kita mengakhirkan makan sahur dan menyegerakan berbuka supaya lebih efektif saat kita berpuasa siangnya. Nah, saat puasa itu, kita tidak mendapat asupan makanan lagi yang membuat kita menjadi lapar dan haus. Disinilah sistem atau fitrah yang dibuat oleh Allah yang disebut sistem autolisis. Sistem ini bekerja saat otak memberi instruksi lapar yang kemudian tidak dilanjutkan dengan makan atau minum (puasa). Ketika itu, sistem autolisis ini akan mengambil energi dari glikogen yang ada dalam darah. Kalau glikogen ini sudah berkurang, maka akan dilanjutkan dengan mencari sel-sel yang mati atau rusak secara otomatis karena sistem autolisis ini dirancang Allah dengan mekanisme kerja yang sudah diketahui tentang apa dan bagaimana selanjutnya. Jika sel-sel dalam tubuh yang rusak dan mati sudah tidak ada, maka sistem ini akan melanjutkan kerjanya membakar timbunan lemak yang ada didalam tubuh yang merupakan penyumbang penyakit yang berbahaya bagi tubuh. Selanjutnya, hasil sel-sel yang rusak dan mati itu serta hasil pembakaran lemak akan dibawa kehati kemudian racun-racun tersebut disaring secara aktif untuk kemudian dikeluarakan, itulah yang disebut dengan proses detoksifikasi. Demikian setidaknya yang bisa kita ketahui dari manfaat puasa untuk kesehatan.

3. Puasa dengan character building dan sisi spiritual

Disamping manfaat yang kita dapat dari segi fisik dan kesehatan, puasa juga tak kalah penting manfaat dan rahasianya terkait dengan pembentukan mental yang lebih baik. Rasa peduli terhadap sesama terutama dengan mereka yang lebih banyak laparnya dibanding kenyangnya, benar-benar kita rasakan dan lakukan selama sebulan penuh yang semestinya akan membekas dalam emosi dan perasaan kita. Kepedulian kita juga kita buktikan dengan membayar zakat dan jenis sedekah yang lain yang kita berikan kepada mereka yang lebih membutuhkan.

Omnipresent, kesadaran akan ke-Tuhanan memang selayaknya benar-benar meresap dan membekas hingga kemudian akan mempengaruhi prilaku kita baik ucapan dan perbuatan. Karena memang saat berpuasa, kita betul-betul mempersembahkannya untuk Allah SWT. Terkait dengan ini, ada sebuah hadits qudsi yang cukup masyhur bahwa, "semua amal manusia itu untuknya, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya".

Hadits qudsi ini sempat memberikan beberapa petanyaan. Misalnya, mengapa cuma puasa?, bukankah shalat, zakat, haji, umrah, zikir, sedekah dan lain-lain juga kita lakukan untuk Allah? Lantas apa makna bahwa semua amal seseorang itu untuknya, padahal semua niat dilakukan demi dan karena Allah.

Untuk menjawab ini memang harus melakukan kajian dan penafsirannya. Diantara rahasia puasa sehingga menjadi spesial dan berbeda dengan ibadah yang lain antara lain yaitu :

a. Puasa tidak bisa dimasuki riya.

Bagaimana seseorang bisa berbuat riya pada saat puasa, karena hakikatnya cuma dia dan Allah yang tahu. Tidak bisa seseorang misalnya ingin membuktikan puasa dengan berkata, "aku sedang puasa lo..nih lihat bibirku pecah-pecah.. atau "aku sedang berpuasa lo.. berat badanku saja sudah turun..". Rasanya ucapan itu akan menjadi sia-sia dan tak berguna jika tujuannya untuk mencari simpatik orang. Berbanding terbalik misalnya dengan ibadah yang lain, seperti shalat yang mungkin saja termasuki oleh sifat riya. Zakat juga demikian apalagi haji yang sangat nampak sisi sosialnya sehingga membuat hati bisa jadi terkotori oleh niat yang salah. Puasa yang sejati tidak akan memiliki dampak seperti itu.

Karena amal ibadah selain puasa itu jika dilakukan tidak karena Allah tidak akan mendapatkan ganjarannya, maka ketiadaan ganjaran itu akan kembali untuk orang itu. Berbeda dengan puasa, karena puasa itu saat dilakukan demi dan karena Allah maka bentuk ganjarannya sepenuhnya ada dalam kuasa-Nya.

b. Puasa tidak pernah dijadikan alat syirik.

Dalam riwayat yang ada, bahwa sejak dahulu pun tidak pernah dijumpai bahwa puasa dijadikan sebagai wasilah atau sarana beribadah seseorang terhadap dewa atau tuhannya. Hanya dalam Islam yang menjadikan puasa sebagai sarana penghambaan yang hakiki antara hamba dengan Tuhannya, Allah SWT.

c. Pahala puasa tak terhingga.

Segala sesuatu berupa amal ibadah yang dilakukan seorang muslim pasti dengan sendirinya akan mendatangkan pahala atau ganjaran dari Allah SWT. Ganjaran tersebut boleh dibilang sebagai apresiasi Allah kepada hambanya yang istiqamah menjalankan ajaran-Nya, meskipun pahala itu tidak menjadi penentu utama seseorang meraih kebahagian hakiki berupa surga.

Terkait dengan ganjaran puasa, kalau ibadah yang lain sudah dijelaskan ganjarannya mulai dari 10 hingga 700 kali lipat. Namun puasa, sama sekali tidak dijelaskan. Allah cuma menegaskan bahwa hanya Dialah yang akan mengganjarnya. Kenapa demikian? karena puasa sudah dinisbatkan hanya milik-Nya dan tentunya Dia yang mengetahui persis kualitas puasa yang dipersembahkan oleh hamba-Nya. Makanya kualitas puasa seseorang akan sangat berbeda disisi Allah yang juga akan mempengaruhi kualiats ganjaran puasa tersebut.

d. Puasa itu ibadah yang meniru dan meneladani sifat Allah

Sifat Allah yang ditiru dan diteladani pada saat orang berpuasa adalah dengan tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan intim. Paling tidak tiga sifat pokok dan utama yang menjadi kebutuhan dasar manusia ini yang dikekang pada saat puasa, meski ada banyak hal juga yang harus dikekang saat puasa.

Makan, minum dan berhubungan intim adalah perbuatan yang tidak dilakukan Allah SWT. Saat kita puasa kita berupaya untuk meneladani sifat tersebut bahkan kita dianjurkan untuk memberi makan kepada orang yang berpuasa yang merupakan kelanjutan dari sfat Allah yang lain. Jika puasa adalah meneladani-Nya, maka sudah seyogyanya Allah mengklaim bahwa puasa itu adalah milik-Nya dan Dialah yang mengetahui persis siapa yang paling terbaik dalam meneladani sifat-Nya tersebut.

e. Setiap amal memiliki kafarat kecuali puasa

Dalam sebuah hadits Nabi dikatakan bahwa setiap amal manusia itu memiliki kafarat. setiap amal seseorang itu akan berlaku qisas terhadapnya. Nanti, disaat hari kiamat ada seseorang yang membawa ganjaran pahala amal ibadahnya hingga sebesar gunung, kemudian ada yang datang mengadu kalau ia pernah disakiti, dizalimi, dan ambil hak-haknya. Ketika itu dia menuntut kepada orang yang membawa pahalanya yang sebesar gunung itu. Kemudian Allah akan memotong pahala kebaikannya itu sesuai dengan banyaknya dosa dan kesalahan kepada orang yang dizaliminya itu. Sehingga jikalau kebaikannya itu habis oleh dosa-dosanya, maka akan diambil dari keburukan orang yang pernah dizalimi dan akan dilemparkan kepadanya.

Kecuali puasa. Allah akan menyimpan ganjaran puasa itu sebagai investasi yang tidak bisa diganggu gugat. Allah akan berbuat dengan nilai puasa itu kepada orang yang pernah melakukannya.

f. Puasa adalah ibadah empati

Apa yang melatarbelakngi bahwa empati itu adalah sebuah alasan sehingga puasa menjadi ibadah yang spesial. Kiranya salah satu dialog antara Allah dan Nabi Musa ‘alayhis-salam bisa menjelaskan hal ini. Suatu kali Allah bertanya kepada Nabi Musa: “Wahai Musa, mana ibadahmu untuk-Ku?”. Maka dengan segera Nabi Musa menjawab: “Sesungguhnya semua ibadahku adalah untuk-Mu, Ya Allah.” “Tidak demikian halnya, Wahai Musa,” Allah menukas, “semua ibadahmu itu tak lain untukmu sendiri.” Dalam kebingungan, Nabi Musa bertanya, “Gerangan apakah ibadahku untuk-Mu?” Maka Allah menjawab: “Memasukkan rasa bahagia kepada orang yang hancur hatinya.”

Dialog Allah dengan Nabi Musa ini dengan gamblang menjelaskan alasan mengapa Allah menjadikan puasa sebagai satu-satunya ibadah manusia untuk-Nya. Yakni, adalah ibadah puasda yang hikmahnya mendorong pelakunya untuk memiliki empati kepada fakir-miskin dan, dengan demikian, berupaya untuk melakukan upaya-upaya mengatasi kemiskinan dan kefakiran mereka.

Sebuah hadis persis mengajarkan kepada kita mengenai hal ini:

“Hikmah yang terdapat dalam ibadah puasa adalah agar ... Allah memberikan persamaan antara hamba-Nya, agar orang kaya bisa merasakan kepedihan lapar dan rasa sakitnya, agar mereka dapat merendahkan hatinya di hadapan orang lemah, dan mengasihani yang fakir."

Dalam analisis selanjutnya, puasa dapat disebut sebagai bentuk atau manifestasi paling lengkap dari keberagamaan kita. Pernah ulama besar Nusantara, Syekh Yusuf Makassari, menjalin beberapa hadis untuk menunjukkan apa sebenarnya hakikat agama itu.

“Agama adalah mengenal Allah (ma’rifatul-lah). Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih sayang (silatur¬ra¬him). Dan silaturrahim adalah ‘memasukkan rasa bahagia di hati saudara (sesama) kita (idkhalus-surur fi qalbil-ikhwan)’”.

Dari jalinan hadis tersebut di atas tampil dengan jelas betapa sesungguhnya hakikat-puncak keberagamaan adalah berbuat baik kepada sesama manusia, menghilangkan kesulitan dan mendatangkan kebahagiaan mereka.

Demikian beberapa kekhususan ibadah puasa jika dibanding dengan ibadah yang lain menyangkut keistimewaannya disisi Allah SWT. Sungguh beruntung orang-orang yang berpuasa atas dasar iman dan ihtisaban. Dan sungguh merugi serugi-ruginya yang tidak pernah megetahui, melakukan dan mengamalkan nilai-nilai puasa yang istimewa itu. Puasa yang benar akan menghantarkan orang menjadi taqwa. Orang yang bertaqwa tak ada ganjaran yang paling tepat selain surganya Allah SWT. Semoga Allah merahmati dan mengampuni kita semua.