Rabu, 29 Desember 2010

Iman dulu baru Islam... Tapi... IQRA...

Sejak kecil kita diajarkan lebih tepatnya diperkenalkan tentang RUKUN IMAN dan RUKUN ISLAM. Rukun berarti sendi. Semuanya tak akan berdiri tanpa memiliki sendi yang kokoh. Pertanyaannya sekarang adalah kalau Iman dan Islam itu adalah sendi kita, sudahkah kita -sebagai hamba Allah- mampu berdiri dan dan tegar dengan kedua sendi tersebut?.....

Kebanyakan dari kita memiliki atau beragama Islam atas dasar keturunan. Kalau orang tua kita Muslim lazimnya kita pun akan menjadi Muslim. Kondisi seperti ini tidaklah sepenuhnya menjamin bahwa ia akan menjadi muslim yang baik dan ideal. Kondisi ini juga seperti menyatakan bahwa ber-Islam seakan "taken for granted" bagi pribadi tersebut yang -parahnya- Islam dianggap sebagai pelengkap kehidupan yang bisa dibilang hanya sekedar formalitas.

Anda tidak percaya? Coba jawab pertanyaan ini " Apakah Anda beragama Islam?", jawabanya tentu "Ya". Tapi kalau pertanyaan itu dikembangkan," Apakah Anda betul-betul muslim/Islam?",  maka jawabannya belum tentu ya, karena betulkah faktanya kita ber-Islam atau menjadi muslim sebenarnya. Pertanyaan ini yang akan coba kita ungkap demi memahami rukun Islam dan Iman yang kita telah hafal sejak kecil, tapi yang lebih patut dan wajib untuk kita ketahui adalah makna hakiki dan pengamalannya dalam kehidupan.

Dalam pernyataan diatas bukan bermaksud untuk menjeneralisir bahwa yang terlahir dari orang tua yang muslim akan menjadi muslim yang tidak baik atau ideal, tentunya tidak sepenuhnya betul. Penekanannya adalah pada individu yang terlena tanpa melakukan evaluasi mendalam tentang kehadiran dan keberadaannya dalam kehidupan dengan membawa titel muslim itu. Ada hal menarik yang patut kita perhatikan dan bandingkan kala ada orang yang non muslim kemudian menjadi muslim yang pemikiran dan pemahaman ke-Islamannya justru lebih baik bagi sementara orang Islam yang sudah terlahir muslim. Sekali lagi bahwa dalam tulisan ini bukan ingin membandingkan kualitas ke-Islaman antara yang terlahir dari orang tua yang sudah muslim dengan kaum muslim yang menemukan Islam berasal dari kalangan non-muslim. Fokusnya adalah bagaimana kita -terlepas dari latar belakang apapun- bisa memahami dengan baik makna Islam dan menampilkan sosok yang betul-betul muslim sesuai dengan petunjuk al-Qur'an.

Uraian singkatnya adalah bahwa sebelum islam adalah iman. Apa alasannya?... Allah swt menciptakan banyak hal untuk semua makhluknya dengan kadar yang berbeda. Manusia, hewan, pepohonan dan makhluk lain memiliki batasan-batasan tertentu dalam penciptaannya. Namun demikian, bagi kita manusia, ada hal-hal yang diberikan oleh Allah yang tidak diberikan oleh makhluk lain yaitu AKAL. Akal itulah yang membedakan kita dengan makhluk yang lain. Dengan akal itu juga lah kita bisa menangkap, memahami, dan melakukan sesuatu serta mampu membedakan hal yang baik dan buruk.

Akal.. demikianlah anugerah terbesar yang diciptakan Allah bagi kita. Akal inilah yang menjadi entripoint sebelum kita mengetahui dan merasakan hakikat iman dan islam. Masih ingatkah kisah dan sejarahnya Nabi Ibrahim dalam mengenal Tuhannya? Ya.. Nabi yang satu ini berbeda dengan nabi-nabi yang lain. Dia disebut sebagai bapak tauihid atau monotheisme karena keberhasilannya dalam mengenal dan menemukan Tuhannya dengan menggunakan kekuatan akal dan hatinya. Kalau kita merasakan manfaat yang besar dengan penemuan listrik, alat-alat elektronik dan lain-lain, namun rasanya tidak sebanding dengan penemuan manusia akan Tuhannya.

Nabi Ibrahim menemukan dan mengenal Tuhannya dengan menggunakan akalnya. Dia melihat bintang, bulan tapi tidak berkeyakinan kalau itu adalah tuhannya, karena tidak masuk diakal sesuatu yang timbul tenggelam sebagai tuhan (Inni laa uhibbul aafilin). Dilihatnya juga matahari sambil berfikir ini barangkali tuhannya karena terlihat lebih besar, namun ia menyangkal itu semua sebagai tuhannya. Ia meyakini justru ada kekuatan maha besar yang mengendalikan benda-benda itu semua.

Demikianlah semestinya kita sebagai manusia terutama kaum muslim meniru cara nabi Ibrahim dalam mengenal Tuhannya. Dia memaksimalkan potensi otak untuk berfikir dan merenung dalam mengenal dan mengetahui Dzat Maha Besar yang selalu ia sembah. Dalam ilmu tauhid juga ditekankan bahwa mengenal Allah swt sebagai Tuhan adalah perkara awal yang harus didahulukan. Upaya mengenal Allah sebagai Tuhan yang kita sembah adalah bukan hal kecil dan sederhana. Perlu usaha keras untuk mengenalnya meski bukan mengenal dzat-Nya, tapi merasakan keberadaan dan kehadiran-Nya dalam kehidupan kita adalah bagian dari cara kita meyakini adanya Allah yang senantiasa melihat, memantau dan mendengar segala tingkah laku kita. Karena cara inipun akan mempengaruhi kita dari mulai berfikir hingga prilaku kita.

Upaya untuk mengenal serta merasakan adanya Allah dikehidupan kita -seperti kisahnya nabi Ibrahim- adalah dengan memaksimalkan potensi akal. Akal kita gunakan untuk "IQRA" atau kegiatan yang kita lakukan dengan cara membaca. Membaca banyak sekali objeknya. Ada al-Qur'an yang jelas sekali menjadi objek bacaan yang sempurna yang mencakup keterangan, penjelasan yang menyatakan bahwa Allah betul-betul ada dan dekat sekali dengan hambanya. Ada objek bacaan juga berupa alam semesta beserta segala hamparan benda-bendanya, termasuk juga tubuh kita, situasi dan kondisi serta masih banyak objek bacaan yang bisa menyimpulkan tentang adanya Allah swt Tuhan kita yang mengatur semua perputaran dan kehidupan dialam.
Sekali lagi penegasan ini perlu agar kita senantiasa merasakan kehadiran Tuhan yang selalu ada dan melihat kita dan secara konsekwensi logis akan membuat segala perbuatan kita akan berorientasi hanya pada-Nya.

IQRA tidak hanya dimaksudkan dengan kegiatan membaca. Berfikir, merenung, menganalisis, observasi dan semua kegiatan yang menggunakan potensi akal termasuk kedalam kategori iqra. Sebagai contoh penerapan iqra terhadap tubuh misalnya, pernahkah kita memikirkan tentang pertumbuhan gigi yang pertumbuhannya tidak seperti kuku atau rambut? Anda bisa membayangkan bagaimana kalau pertumbuhan gigi seperti kuku yang perlahan tapi memanjang... Pernahkah juga Anda membayangkan lubang hidung kita arahnya kebawah? Bayangkan kalau arahnya keatas, apa yang terjadi jika Anda diluar kemudian terjadi hujan lebat... Pernahkah Anda membayangkan jari tangan Anda ada lima? Bayangkan jika cuma satu atau lebih dari lima... akan menyusahkan atau merepotkan bukan.. Pernahkah juga Anda memikirkan kotoran telinga Anda itu pahit -tapi bukan karena pernah merasakan lo-, itu terbukti karena pada saat tidur tidak ada semut yang masuk ke telinga Anda.. bayangkan jika manis... masih terlalu banyak yang akan kita pikirkan tentang keadaan-keadaan serupa yang intinya akan menimbulkan satu pertanyaan besar, "apakah itu terjadi dengan sendirinya atau hanya kebetulan? Rasanya mustahil itu terjadi dengan sendirinya, apalagi dalam Islam juga tidak ada yang terjadi secara kebetulan, semua terjadi karena diciptakan oleh Allah swt. Itulah tujuan akhir dari cara kita membaca tubuh untuk memberikan keyakinan pada hati kita berdasarkan penalaran yang logis dan sederhana bahwa Allah itu ada dan mengkreasi segala ciptaan-Nya. Sekali lagi, ini hanyalah contoh sederhana dalam berupaya memahami bahwa Allah itu ada.

Jika semua objek telah Anda lakukan pastinya akan memberikan keyakinan yang sangat besar terhadap adanya Allah swt dan pada saat itulah Anda sudah memasuki wilayah keimanan. Iman berarti percaya. Kalau kita percaya pada sesuatu mestinya bukan karena kita belum tahu malah sebaliknya karena kita telah tahu. Contoh, saya percaya kalau mesjid Kubah Emas ada di daerah Cinere Meruyung, karena saya telah mengetahui dan mendatanghinya secara langsung. Percaya atau iman menuntut adanya bukti. Jika Anda bilang bahwa Allah itu ada, buktikan dengan hasil IQRA Anda bahwa keberadaan-Nya bisa diketahui dengan cara yang Anda ketahui itu. Jika Anda beriman kepada rosul, hari akhir, buktikan dengan hasil IQRA Anda terhadap kebenarannya. Hal ini dilakukan untuk memberikan keyakinan yang mendalam tentang apa yang kita imani itu. Ini mengindikasikan bahwa orang yang beriman adalah orang yang aktif, aktif bertanya, aktif menggunakan akal dan hatinya untuk menemukan hakikat yang diimaninya itu. Pencarian bukti bagi orang yang beriman tentang hakikat yang dimaninya itu akan mempengaruhi tingkat keimanan yang dimilikinya. Semakin maksimal menggunakan IQRA dan semakin berhasil menemukan jawaban dari proses itu iqra itu maka akan semakin berkualitas pula tingkat keimanannya.

Jika seseorang telah sampai pada level iman, yang telah membuktikan segala objek yang dimaninya itu dengan penuh pengetahuan dan penjiwaan maka sungguh dia telah memasuki wilayah ISLAM. Islam secara bahasa berarti tunduk, patuh atau pasrah. Pada kata-kata tersebut terselip makna ketidakberdayaan dan ketaatan. Memang demikianlah hakikat keadaan seorang muslim dihadapan Allah swt. Sebagai contoh kalau ada seorang polisi yang menodongkan pistolnya kepada seseorang karena kesalahan orang itu misalnya, maka yang akan dilakukan adalah mengangkat kedua tangan tanda pasrah. Kalau ada seorang majikan yang menyuruh pembantunya untuk membersihkan lantai mislanya, maka pembantu itu langsung mengerjakannya sebagai bukti kepatuhannya. Demikian juga semestinya keadaan seorang muslim -sekali lagi- dihadapan Allahswt. Jangan pernah tidak mengangkat tangan jika polisi menodongkan pistonya kepada Anda karena Anda bersalah misalnya, Anda akan tahu apa selanjutnya yang akan dilakukan oleh polisi itu. Jangan pernah juga sang pembantu untuk membantah perintah majikannya, kalau tidak ingin menerima kemungkinan konsekwensi yang akan diberikan. Ini perumpamaan sederhana yang menggambarkan bagaimana semestinya sikap seorang muslim dihadapan Tuhannya Allah swt.

Yang menarik untuk diungkap disini adalah, apa yang menyebabkan seorang itu tunduk, patuh dan pasrah. Kalau seorang mengangkat tangan saat ditodongkan pistol oleh polisi, itu menandakan bahwa orang itu menyatakan dirinya sebagai orang yang lemah dan menerima segala apa yang akan diberikan sekaligus pengakuan bahwa polisi itu adalah tokoh yang kuat dan memiliki power untuk membuat Anda pasrah, karena tidak mungkin bukan, Anda akan mengangkat tangan kepada seorang anak kecil yang menodongkan pistol mainan kepada Anda. Seorang pembantu juga yang patuh dan pasrah melaksanakan perintah majikannya, mengindikasikan bahwa dia merasa orang yang lebih rendah dari sisi keadaan keuangannya sehingga ia mau melakukan perintahnya agar dia memilki uang itu, karena itulah dia membutuhkan majikan. Kalau kita bisa memahami perumpamaan ini dengan sepenuh kesadaran, rasanya akan memperbaiki kualitas keIslaman kita dihadapan Allah swt.

Muslim berarti orang yang patuh, tunduk dan pasrah dihadapan Allah swt dan mengakui tentang posisinya yang lemah dihadapan-Nya serta karena ia butuh dengan-Nya. Ketundukkan, kepatuhan dan kepasrahan hanya akan bisa dicapai kalau ia benar-benar telah "beyond" dari keimanan yang telah dibicarakan sebelumnya. Kaitannya adalah bahwa orang yang beriman adalah orang yang aktif mencari pengetahuan dan atau bukti tentang segala objek yang ia diperintahkan untuk mengimaninya. Pada saat seseorang telah berhasil menguak objek keimanan yang diperintahkan itu maka orang tersebut akan menjadikan Allah sebagai otoritas tunggal yang patut, layak, wajib disembah dan dipatuhi segala perintah-Nya dan dijauhi segala larangan-Nya. Semua perintah yang dia lakukan dan semua larangan yang dia tinggalkan berdasar karena pengetahuan yang benar dan meyakinkan dan karena keyakinan bahwa yang memerintahkannya adalah Dzat yang memiliki wewenang kuat. Jadi seorang muslim itu pasrah melaksanakan segala kewajiban itu bukan karena keterpaksaan atau ikut-ikutan tapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran.

Akal ---> IQRA atau Deep Thinking ( membaca, menganalisis, merenung, berfikir, observasi dll ) ---> IMAN (Percaya yang menjadikannya aktif melakukan pemahaman terhadap objek yang diimani) ---> ISLAM ( Tunduk, patuh dan pasrah kerena telah meyakini adanya otoritas tunggal yang berhak untuk disembah dipatuhi ajaran-Nya dan dihindari larangan-Nya ).

Demikian alur tulisan sederhana pada kajian ini, semoga akal yang kita gunakan untuk melakukan IQRA akan menyampaikan kita pada kekuatan iman menuju kualitas Islam. Allahumanshurna Amin.. Wallahu a'lamu bishowab.

Selasa, 28 Desember 2010

Hablum Minallah dan Minannas ( Vertical and Horizontal Oriented)

By : Rijal Muhammad

Dalam surat Saba ayat 46, Allah menegaskan satu hal maha penting namun mencakup dua hal, Pertama, perintah untuk melaksanakan ibadah hanya untuk-Nya, kedua, berfikir. Dua hal tapi Allah nyatakan sebagai satu. Itu karena antara ibadah dan berfikir tak lain merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah. Beribadah misalnya, akan terasa hampa dan tak bermakna kalau yang melakukannya tidak tau kenapa,bagaimana dan untuk apa perintah itu dilakukan. Faktanya, nyaris banyak orang melakukan ibadah tapi sedikitpun mempengaruhi gaya hidupnya (ucapannya, tindakannya, pola pikirnya dll.).

Salah satu yang perlu untuk ditegaskan pada pernyataan seperti itu adalah upaya untuk memahami dengan baik hal-hal yang tersurat dan yang tersirat dari semua yang kita bisa baca (IQRA) dialam yang tercpta ini. Rasanya Allah swt sangat kreatif untuk menyatakan maksud dari semua titah dan ajaran-Nya tidak terbatas hanya pada yang terlihat saja.

Dalam tulisan ini, akan ditampilkan beberapa hal tersirat yang bisa diungkap dalam memhami kreasi Allah dalam menerapkan ajaran dan syariat-Nya. Apa yang diungkap ini adalah kesan yang sangat mendalam tentang upaya mensinergikan antara ibadah yang kita lakukan yang bersifat HABLUM MINALLAH (Vertical Oriented) dan HABLUM MINANNAS (Horizontal Oriented). Dua untaian sikap yang tidak bisa dipilih salahsatunya, namun harus dilaksanakan keduanya secara beriringan dan bersamaan.

Kesan-kesan yang bisa diungkap adalah :

1. Dalam al-Qur'an setiap pernyataan Keimanan selalu digandengkan dengan Amal Sholeh. Contoh, اللذين أمنوا selalu digandengkan عملوا الصالحات atau misalnya sapaan kepada orang beriman seperti ياأيها الذين أمنوا dilanjutkan dengan perintah tertentu yang notabenenya sebagai bentuk amal sholeh. Kita sudah maklum, bahwa ada maksud Allah yang bisa kita pelajari kalau setiap pernyataan itu selalu digandengkan dua hal yang tidak terpisah. Iman erat kaitannya dengan upaya merangkai hubungan mesra kita dengan-Nya sedangkan amal sholeh meski semua dilakukan demi dan karena-Nya namun tak bisa dipungkiri manfaatnya juga akan berimbas pada upaya menjalin keakraban dengan manusia. Iman kita perkuat sebagai vertical oriented kita dan amal sholeh sebagai horizontal oriented kita.

2. Masih dalam al-Qur'an. Setiap ada pernyataan perintah sholat selalu saja digandengkan dengan zakat. أقيموا الصلاة وأتوا الزكاة laksanakanlah sholat secara benar dan berkesinambungan dan hantarkanlah zakatnya. Sholat merupakan ibadah yang kita lakukan sebagai cara yang mesra untuk membangun kedekatan dan komunikasi yang intens dengan-Nya, orientasinya sangat erat sekali untuk membangun hubungan (vertical oriented) dengan-Nya. Sedangkan zakat sudah sangat jelas sekali orientasinya untuk membangun hubungan sosial yang dengan sesama manusia (horizontal oriented). Tak dinyana lagi bahwa Allah ingin agar kita mesra dengan-Nya dan akrab serta damai dengan sesama.

3. Belajar dari sholat. Sholat yang kita laksanakan itu sangat berbeda sekali dengan sholat yang dilaksanakan oleh ummat-ummat terdahulu. Lebih lengkap tepatnya. Rasanya ibadah yang satu ini akan tidak fair sekali kalau kita melihatnya sepi makna, terlebih itu -sholat- dilegalisasi melalui sebuah moment akbar yaitu Isra dan Mikraj. Hal kecil yang bisa diungkap terkait dengan masalah ini adalah bahwa sholat secara definisi berarti kegiatan berupa ucapan atau gerakan yang diawali dengan niat dan diakhiri dengan salam. Tidakkah kita memperhatikan, saat kita melakukan niat dibarengi dengan takbiratul ihram kita mengucap lafadz ALLAHU AKBAR (Allah Maha Besar) dengan sepenuhnya mengahadirkan jiwa serta pikiran kita kepada-Nya, konsentrasi dan khusyu' karena kita sedang akan berdialog dengan-Nya, saat itulah kita sedang merangkai HABLUM MNALLAH mengeratkan hubungan dengan-Nya. Sedangkan pada saat diakhir sholat, kita mengucapkan salam dengan menoleh kekanan dan kiri. ASSALAMU 'ALAIKUM semoga keselamatan dan kedamaian menyertaimu selalu. Ini bukan ucapan kosong belaka, Allah tidak perlu ucapan itu. Ucapan atau doa itu pasti diarahkan kepada sesama kita, minimal sekali kita memberikan doa keselamatan dan kedamaian kepada sesama. Praktek sholat seperti ini lagi-lagi mengajarkan kepada kita bahwa disamping kita menyerahkan kepasrahan untuk beribadah hanya kepada-Nya namun juga jangan melupakan untuk menimbulkan kepedulian secara aktif dengan sesama, karena kita tak bisa hidup sendiri dan butuh kebersamaan.

4. Isra dan Mi'raj. Isra artinya melakukan perjalanan dimalam hari sedangkan mi'raj berarti naik. Dipoint 3 telah disinggung bahwa moment isra mi'raj adalah moment dilegalkannya perintah sholat. Ternyata, dalam moment itupun, Allah SWT menyinggung dan menyiratkan tentang upaya menjalin Hablum Minallah dan Minannas. Saat isra dilakukan nabi melakukan perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjid Al-aqsha. Pertanyaan yang tidak berlebihan juga untuk kita sampaikan, kenapa si tidak langsung saja naik menuju-Nya?. Ya.. kita bisa mengaitkan dengan pembahasan ini, bahwa disamping ada kebahagian yang maha tak terkira dengan terjadinya perjumpaan pemimpin agung Muhammad SAW dengan Allah Yang Maha Agung, ada juga keharusan berbagi kebahagiaan dengan sesama kita, keluarga, kerabat, tetangga dan mereka yang menjadi saudara kita seagama termasuk juga yang tidak seagama. Isra jelas kiranya sebagai bentuk kepedulian kita untuk menjalin kebahagiaan dengan sesama sedangkan mi'raj kesempatan maha besar bagi Muhammad SAW meraih kebahagiaan menjumpai Tuhan-nya. Itulah makna yang bisa dipetik dari  pembahasan ini. Adalagi bukti yang ditunukkan oleh Muhammad SAW dalam mengajarkan kita tentang pembahasan ini, hablum minnnas terutama, kesediannya untuk turun dan menceritakan yang beliau dapat dan rasakan kepada ummat. Karena pertanyaan subjektif bisa saja kita katakan, untuk apa Muhammad SAW turun lagi kedunia kalau kenikmatan tertinggi telah diraih? Ah... rasanya karna Pemimpin agung itu ingin berbagi kebahagiaan dengan kita sebagai ummatnya.

5. Qurban. Adalagi yang kita bisa tangkap dari perintah melakukan qurban. Qurban berasal dari kata qaraba yang berarti dekat. menggunakan wazan FU'LAN memiliki makna kedekatan yang sempurna. Sama seperti kata QUR'AN yang berarti bacaan yang sempurna, SUBHAN kesucian yang sempurna. Kata sempurna yang menempel pada kata dekat -qurban- memiliki makna bahwa pada saat kita melakukan ibadah itu memiliki kesempurnaan dalam merangkai HABLUM MINALLAH antara kita (hamba) dengan Allah dan HABLUM MINANNAS antar seama. Dimana letaknya... saat kita menyemblih hewan kurban yang akan sampai kepada-Nya adalah bukan darah atau daging kurban itu tapi dasar ketaqwaan kita yang kita persembahkan. Allah itu maha suci (fitrah). Manusia terlahir dalam kondisi fitrah, tugas terberatnya adalah menjaga, melakukan amalan yang fitri dan mempertahankannya hingga mautnya datang. Saat manusia mempertahankan nilai-nilai fitrinya seperti belas kasih dengan sesama bahkan kesemua alam, membumikan kebenaran, kejujuran, keadilan dan sterusnya maka sifat-sifat itulah yang melandasi kita disbut taqwa. Maka pada saat kita berkurban kita sedang memperjuankan sifat itu sekaligus menyemblih antonim dari sifat itu, kebohongan, keangkuhan, kedzoliman dan sterusnya. Maka qurban tak lain dari pengejawantahan sifat dan sikap kita dalam membina kedekatan dengan Allah SWT (vertical oriented). Adapun sisi horizontal orientednya sudah tidak bisa disangsikan lagi, karena daging serta semua sesemblihan kurban itu akan didistribusikan untuk semua saudara kita, saudara seagama dan saudara sekemanusiaan.

Rasanya banyak sekali yang bisa kita paparkan dalam mengungkap pentingnya membangun hubungan dengan Allah melalui ibadah dan hubungan dengan manusia dengan aneka bentuk amal dan kepedulian. Bahkan nyaris semua bentuk ibadah yang kita lakukan memilki filosofi yang sama dengan 5 point pembahasan diatas. Inilah pentingnya bagi kita untuk memahami,  menghayati dan tentunya mengamalkan kandungan hikmah tersebut. Allah menyatakan dalam surat Ali Imran ayat 112 bahwa yang tidak melaksanakan kedua hal tersebut -HABLUM MINALLAH & MINANNAS- akan merasakan dua hal ; DZILLAH (kehinaan) dan MASKANAH (kemiskinan/kekurangan). Dengan ini, Allah SWT ingin menajdikan kita sebagai pribadi yang sholeh ritual dan soleh sosial. Semoga...