Selasa, 28 Februari 2012

Hati dan Akal Para KORUPTOR

By : Rijal Muhammad

Korupsi... ya budaya yang satu ini seakan tidak pernah hilang dan memang tidak akan bisa hilang. Korupsi hanya bisa ditekan namun sulit untuk dilenyapkan. Korupsi bagi bangsa Indonesia seolah telah menjelma menjadi budaya yang siapapun saat memiliki kesempatan sulit untuk tidak tergoda. Dalam sebuah banyolan dikatakan bahwa bangsa Indonesia telah mewarisi "gen korupsi" saat terlahir kedunia ini. Sudah bukan rahasia lagi ketika seseorang melakukan kampanye dan ingin meraih simpati publik untuk memilihnya, dia mengeluarkan dana besar untuk menggapai dukungan sehingga kemudian saat ia terpilih bukan tidak mungkin, yang rasional dihadapannya saat itu ialah mengembalikan semua uang yang telah ia keluarkan itu. Saat ada kesempatan korupsi pertama yang dilaluinya dengan sukses, maka kesempatan kedua dan seterusnya akan terus dicoba sehingga akhirnya menjadi kebiasaan bahkan menjadi watak. Demikianlah kedzoliman demi kedzoliman yang selalu dilakukan. Itulah sang KORUPTOR si pemakan duit rakyat.

Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman pribadi yang sangat kontradiktif dengan prilaku koruptor tersebut. Penulis memang selalu mendedikasikan semua kiprah yang ada untuk kebaikan bersama. Karena pesan baginda Nabi bahwa sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat dan berguna untuk orang lain. Prinsip inilah yang penulis jadikan pijakan dalam berbuat apapun dan dimanapun. Tujuannya hanya satu agar Allah swt yang maha Rahman dan Rahim memberikan ridho dan rahmat-Nya pada perbuatan itu. Penulis tidak pernah merasa khawatir dengan materi yang didapat. Toh dalam sebuah Hadits juga dinyatakan bahwa Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama sang hamba mau untuk membatu dan peduli dengan sesamanya. Prinsip idealis ini memang mengalir begitu saja bahkan terbersit kesadaran dalam hati dan pikiran bahwa melakoni gaya hidup seperti ini akan "menjauh" dari kekayaan materi. Lagi-lagi, prinsip ini terus bergulir sampai pengalaman-demi pengalaman menghampiri dan memberikan pelajaran tak terhingga.

Implementasi dari prinsip tersebut, penulis lakukan dalam semua aktifitas. Aktifitas mengajar misalnya, penulis pernah mengajar disebuah sekolah yang jaraknya dengan lokasi penulis hingga hampir 60 km untuk satu kali berangkat. Dengan kendaraan seadanya dan kebutuhan ongkos yang seadanya pula, penulis melakukan kegiatan mengajar dengan penuh keikhlasan tanpa berharap banyak dari sekolah yang notabene siswanya berasal dari keluarga menengah kebawah. Tapi semua dijalani dengan penuh keceriaan karena menjalankan prinsip diatas.

Pernah juga penulis bersama seorang kawan mengurus sebuah sekolah didaerah kepulauan. Motivasi membantu para siswa yang ingin melanjutkan sekolah, namun tidak disuplai dana yang cukup dari keluarganya karena alasan keluarga tak mampu. Hingga suatu saat, aktifitas penulis di apresisai oleh pemerintah setempat dengan memberikan dana tunjangan rutin untuk setiap tahunnya. Namun sayangnya, ada oknum yang tidak berkenan untuk memuluskan apresiasi tersebut sehingga akhirnya semua dibatalkan karena alasan yang mengada-ada. Penulis hanya berfikir santai dan tidak mengambil sikap apapun. Toh Allah kalau ingin mengasih rezeki kepada hamba-Nya juga tidak akan pernah tertukar. Bahkan yang terjadi adalah berlakunya sunnatullah yang pasti itu. Yang curang akan ditinggalkan, yang benci akan dijauhi, yang dzolim akan menuai perbuatannya karena berani untuk tidak menempatkan sesuatu pada yang semestinya.

Banyak sebetulnya pengalaman terkait dengan konsekwensi mencari atau mendapat materi dari sebuah prinsip yang bisa jadi hanya dimiliki oleh segelintir orang. Alasannya bisa jadi adalah anti kemapanan atau idealisme yang sudah tidak bersahabat dengan zaman sekarang atau juga bisa disbeut kemalasan atau ketidakmampuan yang terorganisir. Apapunlah kata mereka, tapi kalau jiwa mengabdi kepada-Nya sedemikian kuat akan dijalani dengan penuh keikhlasan.

Sebetulnya kesempatan untuk memanipulasi segala fakta bukan tidak tersedia. Mencari materi dengan mengatasnamakan tanggungjawab yang diembanpun pada dasarnya tidak sedikit. Namun niat untuk memanipulasi dan merekayasa itu terasa terkalahkan dengan kekuatan hati untuk berlaku jujur dan adil. Memberikan hak pada orang yang semestinya menerima adalah alasan untuk menjadi amanah disisi Allah. Sehingga semua tersalurkan dengan baik meski penulis tidak mendapatkan bagian yang pasti.

Inilah sebagian kecil yang bisa dilakukan penulis dalam menyikapi masalah materi atau uang. Penulis bukan tidak ingin memiliki kekayaan, tapi mencari kekayaanpun kalau mengorbankan amanah, kejujuran, keadilan dan tanggung jawab akan menjadi beban dosa tersendiri disisi Allah swt.

Tapi, beberapa waktu belakangan ini, kita nyaris setiap hari disuguhi berita tentang korupsi. Sebuah pemberitaan yang mempertontonkan sebuah sikap dan prilaku anak bangsa yang sangat bobrok dan tak beriman. Betapa sangat mencolok sekali saat dibayangkan seorang tukang beca yang sehari hanya terobsesi mendapat uang sepuluh hingga lima belas ribu. Seorang guru yang ada didaerah pelosok yang berjuang memajukan pendidikan anak bangsa namun tidak terbayar capai dan keringatnya dengan bantuan dari pemerintah. Seorang ibu tua yang ditinggal mati suami kemudian menarik beca demi mempertahankan hidup. Ratusan bahkan jutaan kisah yang kita belum tahu bahkan lebih parah dari kisah-kisah diatas tadi. Namun disisi lain, sang koruptor dengan begitu jahatnya mengambil, mengumpulkan, memperbanyak dan menikmati uang haram hasil kejahatannya itu untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Tanpa merasa dosa dan bersalah ia menggunakan dan memamerkan hasil korupsinya itu dengan dalih keberhasilan pribadi dan kesuksesannya sebagai orang hebat dan berpengaruh.

Naas sekali jika mereka satu persatu terungkap dan terdakwa sebagai tersangka. Jutaan sumpah serapah keluar dari mulut orang yang merasa terdzolimi akibat ulah mereka. Rasanya tidak terampuni sekali saat mengetahui modus dan jumlah uang haram yang telah terkumpul. Mungkin hukuman mati juga layak dilakukan. Sangat fantastis hingga ratusan miliar yang diperoleh padahal jika hanya mengandalkan gaji resminya saja perlu puluhan bahkan ratusan tahun untuk menjadi sekaya itu. Penullis pernah berkelakar, bagi sebagian guru ada yang menerima gaji dalam sebulan tidak lebih dari satu juta, baginya perlu 3 kali hidup bahkan lebih untuk mengumpulkan uang sampai milyaran seperti itu.

Sebagai orang Muslim yang beriman, maka perbuatan seperti itu tidak akan pernah dilakukan. jangankan hingga jumlah miliaran rupiah, seribu rupiahpun kalau memang bukan hak kita akan jadi haram saat kita menggunakannya. Saat menemukan uang dijalan dengan jumlah yang lumayan pun tidak akan dimanfaatkan untuk dirinya pribadi tapi akan dilakukan prosedur yang benar untuk mengembalikan uang itu. Kalau Anda ambil dan gunakan untuk keperluan pribadi dengan alasan sebagai rezeki nomplok misalnya, pernahkah Anda membayangkan orang yang kehilangan uang itu akan berkata "biar yang mengambil uang itu sama saja dengan memakan uang haram". Betapa kalau memang ucapan itu yang keluar dari orang yang kehilangan akan menjadi penyakit untuk kita.

Untuk urusan uang memang kita harus sangat hati-hati. Hati-hati itu kita lakukan dalam proses mencarinya pastikan dari cara dan pekerjaan yang halal. Dalam kejujuran akad yang kita lakukan, misalnya saat kita bilang bahwa kita meminjam uang maka kita harus mengembalikannya. Hati-hati juga dalam mendapatkan uang itu apakah benar sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Misalnya kita akan mendapat uang itu dengan ukuran waktu yang ditentukan, kemudian kita mengurangi waktu tersebut maka saat menerima uang itupun akan menjadi penyebab hilangnya berkah. Disamping itu juga, saat kita mendapatkan uang hasil usaha jangan pernah melupakan zakat dan shadaqahnya. Jangan pernah menumpuk uang-uang kotor yang mestinya kita keluarkan dan berikan kepada yang berhak. Masih banyak bentuk kehati-hatian yang perlu dijaga agar uang yang kita dapat dab gunakan benar-benar bisa dipastikan dari uang yang halal dan layak.

Terkait dengan kehati-hatian ini, marilah kita renungi pernyataan dan keterangan Allah menyangkut urusan harta. Tahukah Anda bahwa ayat terpanjang yang ada didalam al-Qur'an adalah membicarakan tentang hutang piutang, dan itu tentang uang. Dan tahukah Anda bahwa kajian yang paling detail didalam al-Qur'an adalah tentang mawarits atau harta warisan. Tidakkah Anda membayangkan sholat yang begitu penting tapi tidak dijelaskan bacaan ruku dan sujudnya serta gerakan yang lain. Tidakkah Anda juga merenung bahwa puasa Ramadhan yang kita lakukan tidak dijelaskan ketentuan dan kaifiatnya secara jelas. Ibadah haji, umroh, peristiwa Isra dan Mikrajnya Nabi Muhammad apalgi maulidnya beliau, sama sekali tidak disinggung secara jelas atau detail.

Allah swt pastinya mempunyai maksud dengan penetapan seperti itu. Kita bukan ingin mengatakan bahwa sholat, puasa dan ibadah lain yang tidak diperinci secara detail didalam al-Qur'an, akan kehilangan urgensi dan perhatiannya. Tidak, bukan demikian. Tapi yang perlu dicari tahu adalah hikmah tersebut. Rasanya dalam kenyataan hidup kita memang kita lebih menjumpai adanya orang yang saling bunuh membunuh hanya karena uang seribu rupiah. Ada seorang saudara yang tega membunuh saudaranya karena merasa didzolimi dalam pembagian harta waris. Tapi rasanya belum kita jumpai ada orang tua yang membunuh anaknya hanya karena tidak puasa atau sholat. Rupanya urusan uang memang lebih sensitif ketimbang yang lainnya. Allah yang telah menciptakan makhluk bernama manusia ini rupanya sudah sangat tahu bagaimana memberikan tuntunan yang terbaik untuk hambanya.

Kembali lagi kepada kasus para koruptor. Dimana akal dan pikirannya yang begitu berani dan bangganya mengambil dan memanfaatkan uang yang bukan haknya. Yang jelas akal dan pikirannya telah terselimuti nafsu sehingga cahaya keimanan tidak lagi bersinar menerangi jalannya. Mereka adalah orang yang tersesat jalan. Mereka adalah orang-orang yang menyeburkan keluarganya kedalam kobaran api dosa. Mereka adalah orang-orang yang sedang menabung murka Allah dan kesal manusia. Mereka butuh untuk disadarkan secepatnya, sebelum terlambat saat menjumpai Tuhannya yang penuh dengan siksa pedih-Nya. Untuk itu, Anda wahai para koruptor, lakukanlah hal berikut :

1. Kembalikan uang hasil korupsi Anda kepada negara.
2. Taubatlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat
3. Terimalah dengan ikhlas konsekwensi terberat dari hasil kejahatan Anda
4. Sadarlah dengan kembali menjadi manusia yang wajar, yang mengikuti ajaran Allah yang memberikan kesalamatan
5. Carilah uang dengan cara yang halal dan wajar
6. Bergaul dengan masyarakat biasa karena Anda juga manusia biasa
7. Berbagilah dengan mereka. Rasakan kepedihan orang yang lebih kurang dari Anda.
8. Komitmenkan pada diri Anda untuk tidak mengulangi kesalah itu dan manfaatkan sisa umur Anda untuk memohon ampun dan memperbanyak amal mencari ridho dan rahmat dari Allah swt.

Beberapa saran diatas, intinya kembali menjadi diri yang fitrah yang melakukan sesuatu dengan selayaknya sesuai dengan tuntunan Allah yang Maha Pengadil lagi Maha Mengampuni. Semoga membantu menyadarkan kita.

Rabu, 15 Februari 2012

Menimbang-nimbang rasa RAHMAT pada diri kita

By : Rijal Muhammad

Kata rahmat yang sering diartikan kasih sayang sudah menjadi istilah yang sangat lazim bagi bangsa kita, tidak hanya istilah itu diapakai oleh ummat Muslim tapi yang non-muslimpun lazim menggunakannya. Kata rahmat memang selalu dikaitkan dengan bahasa agama. Misalnya, dalam UUD 45 saat kemenangan bangsa Indonesia dari para penjajah di tulis dalam muqaddimahnya bahwa kemenangan tersebut atas dasar rahmat Allah swt. Keberhasilan dan kesuksesan Rosulullah dalam berdakwah pun dinyatakan oleh Allah atas rahmat-Nya. Dan masih banyak lagi contoh-contoh terjadinya sesuatu atas berkat rahmat Allah swt. Kalau memang terjadinya sesuatu keberhasilan yang besar dan agung itu atas dasar rahmat, maka mari kita telusuri tentang apa dan bagaimana rahmat itu bisa diperoleh dari Sang Pemberi rahmat, Allah swt.

Dalam al-Qur'an, Allah di gambarkan sebagai Arrahman dan Arrahim. Kedua kata tersebut berasal dari kata rahmat. Kata rahman berasal dari wazan fa'lan yang memiliki makna kesementaraan, sehingga rahmatnya Arrahman bersifat sementara karena hanya akan diberi untuk seluruh makhluknya didunia tanpa mengenal latar belakang. Sedangkan Arrahim terambil dari wazan fa'iil yang memiliki arti kemantapan dan kesinambungan, sehingga rahmatnya Arrahim baru akan tercurah pada hamba-hamba-Nya diakhirat kelak yang berprediket taat dan taqwa.

Rahmat yang dimiliki Allah berbeda dengan rahmat yang dimiliki manusia. Perbedaan itu jelas dan pasti karena rahmat Allah itu berifat menyeluruh, tidak terbatas dan diterima oleh yang berhak maupun yang tidak berhak, juga mencakup aneka aneka macam rahmat yang tidak bisa dinilai atau dihitung.


Dalam literatur kelasik, rahmat didefinisikan sebagai kelemahlembutan dalam hati sanubari yang melahirkan sifat untuk memberi kebaikan dan keutamaan pada sesama.

Minggu, 12 Februari 2012

Maulid : Menyelami sirah Rosulullah lebih dalam

By : Rijal Muhammad

Maulid, saya tidak ingin berpolemik tentang pro kontra perayaan yang satu ini. Bagi saya maulid adalah semacam ta'lim biasa, bukan ritual wajib yang mesti, harus dilakukan oleh ummat Islam. Maulid memang bisa menjadi bermanfaat atau tidak tergantung bagaimana kita menyikapi dan menyelenggarakan perayaan tersebut.

Sejarah maulidpun memang banyak sekali riwayatnya. Namun satu yang bisa diungkap adalah bahwa Sultan Solahuddin Al-ayyubi yang memerintah pada tahun 570-590 M pernah berpesan kepada ummat Islam untuk melakukan maulid setiap tahunnya. Alasan dasarnya jelas, bahwa dengan maulid diharapkan ummat Islam bisa menghadirkan semangatnya Rosulullah dalam berjihad sehingga senantiasa timbul semangatnya untuk menghadapi serangan musuh yang pada waktu itu dikenal dengan perang salib. Dan untuk saat ini bukan motivasi jihad -berperang- ketika kita mengadakan maulid, namun untuk menyelami sosok beliau lebih jauh yang menjadi teladan kita dalam setiap ucapan, gerakan, perbuatan, sikap yang akan kita wujudkan dalam kehidupan nyata kita.

Maulid dan maulud, 2 kata yang sering digunakan pada saat-saat bulan Robiul Awwal. Maulid kalau dalam tatanan bahasa Arab merupakan "masdar mim" yang menunjukkan waktu serta tempat dilahirkannya Rosulullah. Sedangkan maulud merupakan "isim maf'ul" yang berarti sosok Nabi Muhammad itu sendiri. Semuanya tidak ada yang salah tinggal tergantung konteksnya penggunaan kedua kata tersebut.

Rosulullah saw adalah sosok manusia mulia pilihan Allah swt. Beliau terlahir juga dari manusia-manusia pilihan yang ditaqdirkan Allah. Dalam silsilahnya, bisa terlihat jelas bahwa beliau adalah keturunan dari para nabi hingga nabi Adam. Adapun silsilahnya adalah sebagai berikut :
1. Muhammad SAW
2. Abdullah
3. Abdul Muthallib
4. Hasyim
5. Abdu Manaf
6. Qusoy
7. Kilab
8. Murroh
9. Ka'ab
10. Luay
11. Ghalib
12. Fihr
13. Malik
14. Nadhr
15. Kinanah
16. Khuzaimah
17. Mudrikah
18. Ilyas
19. Mudhar
20. Nizar
21. Ma'ad
22. Adnan
23. Ad
24. Udad
25. Hamaisya'
26. Salaman
27. Banath
28. Haml
29. Qidrah
30. Ismail
31. Ibrahim
32. Tharah
33. Nahur
34. Syarukh
35. Arghu
36. Falikh
37. Abir
38. Syalikh
39. Arfakhsyid
40. Sam
41. Nuh
42. Lamak
43. Matusyalah
44. Akhnuh
45. Alyard
46. Mahlayil
47. Kinan
48. Anusy
49. Syits
50. Adam wa Hawa (alaihimasaalam)

Salah satu yang sepakat untuk tidak dilakukan adalah mendeskripsikan Rosulullah dalam bentuk gambar atau lukisan tentang beliau, termasuk juga mempersonifikasikan beliau dengan figur lain. Namun demikian, penjelasan tentang deskripsi fisik, prilaku serta mentalnya sering diuraikan dalam berbagai riwayat dan tulisan.

Secara fisik beliau memiliki perawakan yang tidak terlalu tinggi dan tidak juga terlalu pendek. Rambutnya tidak keriting tergulung tapi juga tidak lurus kaku melainkan ikal bergelombang seperti riaknya ombak dilautan. Kulitnya putih kemerahan tapi tidak merah seperti kulit orang barat atau sawo matang seperti orang Indonesia. Badanya tidak besar namun memiliki bahu yang bidang menandakan bahwa ia sangat aktif bergerak dan bekerja. Dagunya tidak lancip dan memiliki wajah yang bersinar seperti terangnya fajar. Matanya hitam pekat dan memiliki bulu mata yang lentik dan terlihat seperti memakai celak. Hidungnya bak huruf alif yang mancung, senyumnya tersimpul seperti huruf mim dan alsinya membentuk seperti huruf nun.

Kalau ia dipanggil menoleh dengan seluruh badannya. Kalau ia berbicara maka terkadang hingga diulangi 3 kali pertanda pentingnya ucapan itu. Kalau ia menunjuk maka menjulurkan semua jari-jarinya. kalau ia berjalan, berjalan dengan tegap dan gagah seperti seseorang yang berjalan diturunan. Dan sepanjang hidupnya ia cuma memiliki 20 lembar uban, itupun karena Nabi pernah mendapatkan wahyu yang menceritakan tentang adzab. Walhasil, siapapun yang melihatnya akan merasa senang karenanya, dan siapapun yang mengenalnya lebih jauh akan jatuh cinta kepadanya, karena beliau adalah "ahsanunnnasi khalqan wa khuluqan" yaitu sebeaik-baik makhluk baik dari sisi fisik maupun pernagainya.

Rosulullah terlahir sebagai anak yatim dan tidak punya apa-apa. Namun karena kejujuran, ketekunan dan keuletannya dalam mengelola perdagangan yang diamanhkannya, ia mampu menjadi seorang pemuda yang kaya. Bukti kekayaannya adalah terlihat saat ia memberikan mahar perkawinannya dengan Siti Khadijah berupa 20 ekor unta dan 12 ons emas. Kalau kita mencoba untuk mengkalkulasi jumlah mahar tersebut, seperti 1 ekor unta dengan harga 10 juta misalnya, maka 20 ekor akan mencapai jumlah 200 juta. 12 ons emas kalau dibuat dalam ukuran gram maka akan menjadi 340 gram, kalau 1 gram emas misalnya seharga 300 ribu maka 340 gram akan berjumlah 102 juta. Maka total mahar Rosulullah jika dikalkulasikan dengan keadaan uang sekarang kurang lebih 302 juta rupiah. Jumlah yang sangat besar dan mahal untuk ukuran mahar pernikahan. Maka pertanyaannya, anak muda yang manakah yang bisa membayar mahar nikahnya sebesar itu?.

Dalam al-Qur'an QS. Al-ahzab Allah menyatakan bahwa ia terlahir sebagai uswah atau teladan. teladan bagi seluruh ummat dengan level dan profesi apapun. Dan ini bukan sesuatu yang mustahil bagi Rosul pilihan Allah ini. Dalam buku Abqariyyatu Muhammad, Abbas Mahmud Al-Aqqad menjelaskan ada 4 tipe manusia secara keseluruhan, yaitu : 1. Tipe pemikir 2. Tipe pekerja 3. Tipe seniman 4. Tipe Ahli ibadah. Sulit rasanya menjumpai orang yang memiliki sekaligus 2 dari 4 tipe tersebut, apalagi memiliki hingga 4 tipe. Sebagai contoh misalnya, Anda adalah tipe pekerja, sanggupkan Anda bangun malam untuk sholat tahajjud setiap malam, atau puasa senin kamis setiap minggunya. meskipun ada tapi akan terasa jarang sekali. Namun Rosulullah memiliki 4 sekaligus tipe tersebut, karena memang ia dipersiapkan Allah menjadi teladan bagi setiap insan yang terlahir tidak sama.

Teladan bagi si miskin

Rosulullah terlahir sebagai seorang yang yatim bahkan yatim piatu saat berusia 6 tahun. Terlahir dari orang tua yang tidak mewarisi harta berharga untuknya. Masa kecilnya diasuh oleh kakek dan pamannya tak pernah merasakan pendidikan langsung dari orang tuanya. Dalam QS. Adhuha Allah menyatakan bahwa dia Muhammad pernah didapatinya berkekurangan kemudian Allah cukupkan kebutuhannya. Dan perintah untuk tidak mengahrdik anak yatim dan para peminta karena ia sepenuhnya menghayati bahwa ia terlahir sudah menjadi yatim.

Kehidupan dalam rumahnya tak pernah didapati istilah glamour atau berlebihan. Rumahnya kecil berdua dengan Ali bin Abi Thalib. Tiang rumahnya terbuat dari pohon palem yang terbalut lumpur. Alas tidurnya kadang menggunakan pelepah kurma, separuh jadi alas dan separuhnya lagi dijadikan selimut sehingga saat bangun tidur terlihat berbekas pada pipinya yang mulia itu. Kalau mengaca pada kacamata orang sekarang, Rosulullah hidup dalam suasana miskin. Tapi yang luar biasa dalam keadaan seperi itu ia mampu berkata “ BAITI JANNATI” rumah ku laksana surge bagiku. Artinya bahwa untuk merasakan kebahagian tak selalu melalui kekayaan karena kekayaan sebetulnya terletak dihati dan kemampuan mengelola hati itu bukan yang lain. Bagi mereka yang tidak bergelimang harta tidak perlu merasa tak punya figure karena Rosulullah adalah contoh terbaik dalam hal ini.

Namun demikian, bukan berarti bahwa kisah tersebut untuk melegitimasi hidup miskin dan berkekurangan. Karena dalam sabdanya yang lain juga Nabi mengatakan bahwa nyaris kefaqiran mengantarkan pada kekufuran maka setiap muslim mestinya berlindung dari keadaan seperti itu dengan memiliki kecukupan materi.

Teladan bagi si kaya

Muhammad saw memang membuktikan hidupnya yang kita bilang sekarang dengan istilah "kaya" saat beliau memberikan mahar pada Khadijah. Namun bukan jumlah seperti yang disebutkan diatas yang penting, tapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana beliau bisa mengumpulkan harta sebanyak itu. Pastinya dengan keuletan, kejujuran dan kedisiplinannya bekerja hingga ia bisa meraih sukses.

Sebagai orang yang memiliki harta, Rosulullah menjadi teladan dalam hal bagaimana ia mencari harta yang halal itu, bagaimana ia menyukuri harta itu, dan bagaimana kemudian ia menggunakan atau membelanjakan harta itu. jawabannya adalah bahwa semua harta yang dimilkinya digunakan sebagian besarnya untuk kebutuhan ummatnya.Teladan yang nyaris sulit dilakukan oleh ummatnya saat ini. Sangat bertolak belakang disaat Islam menganjurkan ummatnya mencari dan membelanjakan hartanya demi tegaknya dakwah Islam, sebagian ummatnya asyik mengumpulkan harta dengan jalan pintas yaitu korupsi. Hasil dari harta korupsi dikumpulkan dan digunakan untuk mengurusi kebutuhannya dan keluarganya tanpa merasa ada salah dan sesal malah menjadi kebanggaan dirinya.


Teladan bagi pemimpin

Banyak juga ilmuwan non-Muslim yang memberikan pernyataan objektif tentang keberhasilan Rosulullah sebagai pemimpin ummat dan menyebarkan Islam. Michael Hart yang jelas memposisikan Rosulullah diurutan pertama karena dia menyatakan bahwa Muhammad adalah orang yang paling berpengaruh dalam sejarah karena memang pengaruh ajaran dan sosoknya begitu kental dan nyata terlihat pada ummatnya hingga saat ini. Ada lagi Sir George Bernard Shaw yang mengandaikan jika Muhammad ada saat ini dan diberikan tampuk kepemimpinan untuk seluruh negara maka dia akan sanggup membuat segala permasalahan menjadi terselesaikan dan membuat kemakmuran bagi setiap rakyatnya.

Cuma ada dua hal penting sebetulnya yang dibutuhkan pemimpin dalam memerintah. Kemakamuran atau kesejahteraan rakyat dan penegakan keadilan yang setinggi-tingginya. Kalau komitmen tinggi dalam melakukan dua hal tadi, maka siapapun yang akan menjadi pemimpin akan meraih kesuksesan dan akan dikenang karena jasa dan kiprahnya oleh rakyatnya.

Sebagai penutup dari peringatan maulid yang setiap tahun sering diperingati, marilah kita resapi cerita seorang nenek-nenek penjual alat-alat dapur yang selalu memungut sampah setelah ia seselai berjualan. Saat ketika ia selesai menjual dagangannya, selalu menyempatkan pergi ke masjid dan memungut semua daun sampah yang berserakan. Hal itu ia lakukan setiap hari sehingga membuat pengurus masjid tersebut merasa iba dan mencari petugas khusus pembersih masjid sebagai pengganti nenek tersebut. Tahu bahwa ada petugas kebersihan yang menggantikan dirinya, ia kemudian menangis sambil memohon kepada pengurus masjid agar dia diizinkan untuk melakukan tugasnya. Kalau ia ditanya apa alasannya ia tidak pernah menjawab. Ia hanya mau menceritakan perbuatannya tersebut kepada seorang Kiai yang ada didaerah tersebut. Dia berpesan pada kiai agar tidak menceritakan alasannya kecuali setelah ia meninggal. Dan setelah meninggal, kiai itu bilang bahwa alasan nenek-nenek itu selalu membuang sampah masjid adalah karena cuma itu yang dia bisa dalam mengejawantahkan rasa cintanya kepada Rosulullah Muhammad saw. Setiap ia memungut satu daun sampah ia memungutnya sambil membaca sholawat atas Nabi Muhammad, dan begitu seterusnya ia lakukan hingga maut menjemputnya. Dia cuma bisa lakukan itu karena dia tidak memiliki yang bisa diandalkan seperti uang misalnya untuk meniru dan meneladani Roslulullah dalam bersedekah. Hanya itu yang dia bisa lakukan.


Rasanya bukan kuantitasnya saja yang perlu diperhatikan saat kita mau mengejawantahkan cinta kita pada Rosulullah, tapi kualitas keikhlasan juga akan sangat menentukan bagi kebenaran cinta tersebut seperti yang pernah ditunjukkan nenek tersebut. Semoga menjadi pelajaran dan renungan bagi kita yang dianugerahi banyak kelebihan dan kesempatan untuk mencintai Rosulullah Muhammad saw.

ALLAHUMMA SHOLLI WA SALLIM ALA SAYYIDINA MUHAMMAD WA ALAA ALIHI WA SAHBIH

Minggu, 05 Februari 2012

Mati itu Pulang, Pulang itu Indah dan Menyenangkan

By : Rijal Muhammad

Judul tulisan ini adalah analogi antara kematian dengan pulang. Mudah saja kita membayangkan saat kita selesai bekerja atau sudah lama tidak berjumpa dengan keluarga anak-anak dan istri kita, betapa indah dan menyenangkannya pulang menjumpai mereka dan kembali merasakan kebahagian dan kehangatan bersama mereka. Ada penyemangat bagi kita sehingga saat kita akan pulang selalu ada alasan rindu kepada mereka.

Karena pulang, maka tidak lengkap kalau kita tidak membawa oleh-oleh sebagai bukti bahwa kita pernah pergi meninggalkan keluarga. Maka demikian juga, mati akan menjadi soal serius kalau kita tidak membawa oleh-oleh berupa amal kebaikan yang menjadi wasilah bagi Allah untuk menurunkan rahmat dan ridho-Nya sehingga pulangnya kita menuju Allah benar-benar menjadi sesuatu yang membahagiakan. Karenanya, bekal yang harus kita persiapkan menuju "pulang yang hakiki" itu adalah taqwa.

Dalam QS. Almulk :2, Allah menjelaskan pada kita bahwa kematian dan kehidupan itu merupakan wahana ujian bagi kita untuk melihat kualitas ihsan kita dalam beramal. Rupanya kata ihsan yang dipilih Allah dalam mengukur kualitas kehidupan kita sebelum mati. Memang ada orang yang tidak berbuat sesuatu setalah dia mendapatkan perlakukan baik dari orang lain. Ada juga yang berbuat sesuatu sebatas membalas jasa bahwa dia pernah diperlakukan baik dengan orang lain, namun ada juga orang yang tidak pernah tidak berbuat baik kepada orang lain, baik ia pernah berbuat baik kepadanya ataupun tidak karena motivasi berbuatnya melebihi dari sekedar sisi kemanusiaan. Tipe yang terakhir inilah yang termasuk kedalam kualitas ihsan.

Berbuat ihsan kepada orang lain mestinya diimplementasikan oleh kita karena Allah juga memperlakukan ihsan kepada kita. Allah senantiasa memberikan kebaikan kepada kita meskipun diantara kita tidak tahu berterima kasih atas semua kebaikan itu. Maka wajar jika Dia menyatakan bahwa yang terbaik diantara kita adalah yang kualitas amalnya paling ihsan.

Mati itu ibarat pintu yang setiap orang akan memasukinya. Tidak usah terlalu takut mati karena mati mau atau tidak mau, siap atau tidak siap tetap akan menjemput kita. Sama halnya juga kita tidak usah terlalu berani mati, karena apapun usahanya menuju mati kalau saatnya belum tiba tak akan berhasil. Bukan takut atau beraninya yang penting tapi persiapan dan bekal menuju matilah yang setiap insan mesti memikirkannya. Karenanya penting bagi kita memahami pernyataan Agama tentang semua yang berkaitan dengan kematian.

Dalam tulisan ini akan dipaparkan satu hadits Nabi yang shohih dan sangat masyhur yaitu bahwa, "orang yang mati akan terputus amalnya kecuali 3 hal ; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang senantiasa mendoakan orang tuanya.

Hadits diatas memang sudah kita ma'lum. Namun dalam tulisan ini patut kiranya diungkap juga dari sisi kebahasaannya karena terkait dengan makna yang dikandung. Pertama, kata "Ibnu Adam" yang sering diartikan manusia. Pertanyaannya adalah yang disebut ibnu Adam atau manusia itu berarti mencakup juga non-Muslim bahkan hingga yang kafir, karena bagaimanapun semua manusia berasal darinya. Yang bisa diterangkan dari sisi kebahasaannya adalah bahwa kata "ibnu" merupakan isim nakirah (bersifat luas dan umum) digabung dengan kata "Adam" yang merupakan isim makrifat (bersifat khusus dan terbatas) sehingga dalam kaidah kebahasaan bahwa jika isim nakirah diidhafahkan -disandarkan- pada isim makrifat maka kata tersebut terhukumi makrifat atau bersifat khusus. Oleh karena itu, penyebutan ibnu Adam merujuk kepada keturunan nabi Adam yang muslim dan beriman.

Kedua, penyebutan kata shadaqah juga menggunakan bentuk isim nakirah sehingga shadaqah yang dimaksud tidak hanya tertentu kepada uang yang dishadaqahkan itu. Bukankah tersenyum kepada orang lain adalah shadaqah, bukankah membuang duri yang bisa menghalangi jalannya seseorang juga bisa menjadi shadaqah bahkan kesombongan yang dicounter dengan kesombongan pula dengan tujuan mengobati kesombongan pertama juga bisa menjadi shadaqah. Walhasil banyak ragam shadaqah yang bisa kita sumbangsihkan demi membina dan mengejawantahkan sifat jujur dengan bersedakah itu, karena sesuai dengan dasar kata shadaqah itu yang seakar dengan kata shidiq yang berarti kejujuran.

Ketiga, kata ilmu pada hadits tersebut juga menggunakan isim nakirah. Itu berarti tidak hanya tertuju pada jenis ilmu tertentu tapi mencakup semua ilmu yang tentu saja kita sepakati bahwa ilmu itu bisa membawa manfaat bagi banyak hal dan siapapun. Memang dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa orang yang menunjukkan pada seseorang tentang suatu kebaikan maka ia seolah orang yang melakukan kebaikan itu. Dalam keadaan seseorang tidak memiliki harta untuk disedekahkan maka dengan ilmu yang dia miliki menjadi "harta" juga yang ia bisa sedekahkan atau ajarkan karena zakatnya ilmu adalah mengajarkannya.

Keempat, dalam hadits yang sama lagi-lagi penyebutan kata "walad" yang berarti anak menggunakan isim nakirah sehingga asumsinya adalah tidak hanya terbatas pada anak kandung saja yang bisa mendoakan orang tuanya namun orang lainpun yang bisa disebut anak bisa mendoakannya. Anak memang secara faktanya terbagi menjadi dua. Ada anak hakiki yaitu yang benar-benar terlahir dari orang tuanya atau anak kita sendiri dan ada juga anak ghairu hakiki yang bukan terlahir dari kita namun sudah kita anggap menjadi anak. Bukankah siswa atau santri yang belajar pada kita misalnya bisa kita anggap anak. Bukankah anak-anak yatim yang kita urus juga bisa kita anggap anak. Bukankah ada anak angkat atau anak orang lain yang kita nafkahi juga bisa disebut anak. Walhasil mereka adalah aset bagi kita untuk mendulang keikhlasan doanya kelak saat kita telah pulang menghadap-Nya.

Kelima, masih terkait dengan doa anak-anak yang sholeh, redaksi hadits tersebut menggunakan kata "yad'u" -selalu berdo'a- yang merupakan fiil mdhori'. penggunaan fiil mudhori' memiliki makna kontinyuitas sehingga doa anak-anak yang sholeh itu bukannya hanya diberikan pada hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat belas, keseratus apalagi keseribu hari setelah meninggalnya saja, tapi diharapkan doa itu berkelanjutan terus kapanpun dipanjatkan yang tiada henti-hentinya. Inilah harapan bagi orang tua yang memilki anak sholeh yang selalu dan senantiasa mendoakannya agar senantiasa diampuni segala dosa dan kesalahnnya, diterima segala amal ibadahnya dan Allah meridhoinya dengan menurunkan rahmat kepadanya sehingga ia ditempatkan yang layak disisi-Nya.

Inilah beberapa pengecualian terkait dengan amal yang senantiasa mengalir pahalanya, disaat Allah swt menyatakan bahwa untuk manusia tak lain hanyalah amal yang diusahakannya. Artinya bahwa pada saat manusia meninggal maka yang dianggap adalah hanya yang ia pernah lakukan dan usahakan saat hidup. Ini juga sekaligus menjadi penegas bahwa usaha dan amal apapun dengan dalih mentransfer pahalanya bagi orang yang sudah meninggal tidak diperkenankan karena memang kesempatan orang yang meninggal itu sudah habis. Hanya saja, yang bisa dilakukan oleh orang yang hidup untuk orang yang telah mati adalah mendoakannya, memohonkannya ampun, memohonkannya agar Allah menghapus segala dosa dan kesalahannya, memohonkannya agar diberikan rahmat sehingga Allah -dengan penuh harap dari kita- akan memberikan kebahagiaan untuknya.

Inilah salah satu yang perlu kita tahu dalam memahami wawasan dan pengetahuan-pengetahuan menuju "pulang hakiki" karena semua orang akan pulang yang menyenangkan itu. Kenapa menyenangkan?, karena ruh itu berasal dari Allah swt yang telah mengalami perjanjian dengan-Nya bahwa Allah adalah sebagai Tuhannya. Kemudian pada saat terlahir kedunia mestinya ia menjaga perjanjian itu dengan sebaik-baiknya sehingga pada saat ruh itu kembali kepada-Nya masih tetap kepatuah terhadap Tuhannya. Maka ruh yang kembali dengan mempertahankan perjanjiannya itu akan merasa senang dan bahagia karena ia bisa sampai kepada Penciptanya dengan baik.

Sebagai pelajaran bagi kita semua, bahwa menjaga dan membawa diri ini untuk selalu istiqamah berada dijalan-Nya bukan sebuah perkara mudah namun perlu perjuangan untuk mempertahankannya. Tidak hanya itu, tuntutan untuk tidak melakukan sesuatu yang tdak benarpun sedemikian kuat sehingga yang dikerjakan oleh diri kita adalah hanya kebaikan atau fitrah yang telah Allah tentukan. Harapanya perbuatan baik itulah yang akan menjadi bekal bagi kita untuk menjumpai sang Khaliq yang telah menciptakan dan akan mengembalikan kita semua hanya kepada-Nya.