Selasa, 28 Februari 2012

Hati dan Akal Para KORUPTOR

By : Rijal Muhammad

Korupsi... ya budaya yang satu ini seakan tidak pernah hilang dan memang tidak akan bisa hilang. Korupsi hanya bisa ditekan namun sulit untuk dilenyapkan. Korupsi bagi bangsa Indonesia seolah telah menjelma menjadi budaya yang siapapun saat memiliki kesempatan sulit untuk tidak tergoda. Dalam sebuah banyolan dikatakan bahwa bangsa Indonesia telah mewarisi "gen korupsi" saat terlahir kedunia ini. Sudah bukan rahasia lagi ketika seseorang melakukan kampanye dan ingin meraih simpati publik untuk memilihnya, dia mengeluarkan dana besar untuk menggapai dukungan sehingga kemudian saat ia terpilih bukan tidak mungkin, yang rasional dihadapannya saat itu ialah mengembalikan semua uang yang telah ia keluarkan itu. Saat ada kesempatan korupsi pertama yang dilaluinya dengan sukses, maka kesempatan kedua dan seterusnya akan terus dicoba sehingga akhirnya menjadi kebiasaan bahkan menjadi watak. Demikianlah kedzoliman demi kedzoliman yang selalu dilakukan. Itulah sang KORUPTOR si pemakan duit rakyat.

Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman pribadi yang sangat kontradiktif dengan prilaku koruptor tersebut. Penulis memang selalu mendedikasikan semua kiprah yang ada untuk kebaikan bersama. Karena pesan baginda Nabi bahwa sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat dan berguna untuk orang lain. Prinsip inilah yang penulis jadikan pijakan dalam berbuat apapun dan dimanapun. Tujuannya hanya satu agar Allah swt yang maha Rahman dan Rahim memberikan ridho dan rahmat-Nya pada perbuatan itu. Penulis tidak pernah merasa khawatir dengan materi yang didapat. Toh dalam sebuah Hadits juga dinyatakan bahwa Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama sang hamba mau untuk membatu dan peduli dengan sesamanya. Prinsip idealis ini memang mengalir begitu saja bahkan terbersit kesadaran dalam hati dan pikiran bahwa melakoni gaya hidup seperti ini akan "menjauh" dari kekayaan materi. Lagi-lagi, prinsip ini terus bergulir sampai pengalaman-demi pengalaman menghampiri dan memberikan pelajaran tak terhingga.

Implementasi dari prinsip tersebut, penulis lakukan dalam semua aktifitas. Aktifitas mengajar misalnya, penulis pernah mengajar disebuah sekolah yang jaraknya dengan lokasi penulis hingga hampir 60 km untuk satu kali berangkat. Dengan kendaraan seadanya dan kebutuhan ongkos yang seadanya pula, penulis melakukan kegiatan mengajar dengan penuh keikhlasan tanpa berharap banyak dari sekolah yang notabene siswanya berasal dari keluarga menengah kebawah. Tapi semua dijalani dengan penuh keceriaan karena menjalankan prinsip diatas.

Pernah juga penulis bersama seorang kawan mengurus sebuah sekolah didaerah kepulauan. Motivasi membantu para siswa yang ingin melanjutkan sekolah, namun tidak disuplai dana yang cukup dari keluarganya karena alasan keluarga tak mampu. Hingga suatu saat, aktifitas penulis di apresisai oleh pemerintah setempat dengan memberikan dana tunjangan rutin untuk setiap tahunnya. Namun sayangnya, ada oknum yang tidak berkenan untuk memuluskan apresiasi tersebut sehingga akhirnya semua dibatalkan karena alasan yang mengada-ada. Penulis hanya berfikir santai dan tidak mengambil sikap apapun. Toh Allah kalau ingin mengasih rezeki kepada hamba-Nya juga tidak akan pernah tertukar. Bahkan yang terjadi adalah berlakunya sunnatullah yang pasti itu. Yang curang akan ditinggalkan, yang benci akan dijauhi, yang dzolim akan menuai perbuatannya karena berani untuk tidak menempatkan sesuatu pada yang semestinya.

Banyak sebetulnya pengalaman terkait dengan konsekwensi mencari atau mendapat materi dari sebuah prinsip yang bisa jadi hanya dimiliki oleh segelintir orang. Alasannya bisa jadi adalah anti kemapanan atau idealisme yang sudah tidak bersahabat dengan zaman sekarang atau juga bisa disbeut kemalasan atau ketidakmampuan yang terorganisir. Apapunlah kata mereka, tapi kalau jiwa mengabdi kepada-Nya sedemikian kuat akan dijalani dengan penuh keikhlasan.

Sebetulnya kesempatan untuk memanipulasi segala fakta bukan tidak tersedia. Mencari materi dengan mengatasnamakan tanggungjawab yang diembanpun pada dasarnya tidak sedikit. Namun niat untuk memanipulasi dan merekayasa itu terasa terkalahkan dengan kekuatan hati untuk berlaku jujur dan adil. Memberikan hak pada orang yang semestinya menerima adalah alasan untuk menjadi amanah disisi Allah. Sehingga semua tersalurkan dengan baik meski penulis tidak mendapatkan bagian yang pasti.

Inilah sebagian kecil yang bisa dilakukan penulis dalam menyikapi masalah materi atau uang. Penulis bukan tidak ingin memiliki kekayaan, tapi mencari kekayaanpun kalau mengorbankan amanah, kejujuran, keadilan dan tanggung jawab akan menjadi beban dosa tersendiri disisi Allah swt.

Tapi, beberapa waktu belakangan ini, kita nyaris setiap hari disuguhi berita tentang korupsi. Sebuah pemberitaan yang mempertontonkan sebuah sikap dan prilaku anak bangsa yang sangat bobrok dan tak beriman. Betapa sangat mencolok sekali saat dibayangkan seorang tukang beca yang sehari hanya terobsesi mendapat uang sepuluh hingga lima belas ribu. Seorang guru yang ada didaerah pelosok yang berjuang memajukan pendidikan anak bangsa namun tidak terbayar capai dan keringatnya dengan bantuan dari pemerintah. Seorang ibu tua yang ditinggal mati suami kemudian menarik beca demi mempertahankan hidup. Ratusan bahkan jutaan kisah yang kita belum tahu bahkan lebih parah dari kisah-kisah diatas tadi. Namun disisi lain, sang koruptor dengan begitu jahatnya mengambil, mengumpulkan, memperbanyak dan menikmati uang haram hasil kejahatannya itu untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Tanpa merasa dosa dan bersalah ia menggunakan dan memamerkan hasil korupsinya itu dengan dalih keberhasilan pribadi dan kesuksesannya sebagai orang hebat dan berpengaruh.

Naas sekali jika mereka satu persatu terungkap dan terdakwa sebagai tersangka. Jutaan sumpah serapah keluar dari mulut orang yang merasa terdzolimi akibat ulah mereka. Rasanya tidak terampuni sekali saat mengetahui modus dan jumlah uang haram yang telah terkumpul. Mungkin hukuman mati juga layak dilakukan. Sangat fantastis hingga ratusan miliar yang diperoleh padahal jika hanya mengandalkan gaji resminya saja perlu puluhan bahkan ratusan tahun untuk menjadi sekaya itu. Penullis pernah berkelakar, bagi sebagian guru ada yang menerima gaji dalam sebulan tidak lebih dari satu juta, baginya perlu 3 kali hidup bahkan lebih untuk mengumpulkan uang sampai milyaran seperti itu.

Sebagai orang Muslim yang beriman, maka perbuatan seperti itu tidak akan pernah dilakukan. jangankan hingga jumlah miliaran rupiah, seribu rupiahpun kalau memang bukan hak kita akan jadi haram saat kita menggunakannya. Saat menemukan uang dijalan dengan jumlah yang lumayan pun tidak akan dimanfaatkan untuk dirinya pribadi tapi akan dilakukan prosedur yang benar untuk mengembalikan uang itu. Kalau Anda ambil dan gunakan untuk keperluan pribadi dengan alasan sebagai rezeki nomplok misalnya, pernahkah Anda membayangkan orang yang kehilangan uang itu akan berkata "biar yang mengambil uang itu sama saja dengan memakan uang haram". Betapa kalau memang ucapan itu yang keluar dari orang yang kehilangan akan menjadi penyakit untuk kita.

Untuk urusan uang memang kita harus sangat hati-hati. Hati-hati itu kita lakukan dalam proses mencarinya pastikan dari cara dan pekerjaan yang halal. Dalam kejujuran akad yang kita lakukan, misalnya saat kita bilang bahwa kita meminjam uang maka kita harus mengembalikannya. Hati-hati juga dalam mendapatkan uang itu apakah benar sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Misalnya kita akan mendapat uang itu dengan ukuran waktu yang ditentukan, kemudian kita mengurangi waktu tersebut maka saat menerima uang itupun akan menjadi penyebab hilangnya berkah. Disamping itu juga, saat kita mendapatkan uang hasil usaha jangan pernah melupakan zakat dan shadaqahnya. Jangan pernah menumpuk uang-uang kotor yang mestinya kita keluarkan dan berikan kepada yang berhak. Masih banyak bentuk kehati-hatian yang perlu dijaga agar uang yang kita dapat dab gunakan benar-benar bisa dipastikan dari uang yang halal dan layak.

Terkait dengan kehati-hatian ini, marilah kita renungi pernyataan dan keterangan Allah menyangkut urusan harta. Tahukah Anda bahwa ayat terpanjang yang ada didalam al-Qur'an adalah membicarakan tentang hutang piutang, dan itu tentang uang. Dan tahukah Anda bahwa kajian yang paling detail didalam al-Qur'an adalah tentang mawarits atau harta warisan. Tidakkah Anda membayangkan sholat yang begitu penting tapi tidak dijelaskan bacaan ruku dan sujudnya serta gerakan yang lain. Tidakkah Anda juga merenung bahwa puasa Ramadhan yang kita lakukan tidak dijelaskan ketentuan dan kaifiatnya secara jelas. Ibadah haji, umroh, peristiwa Isra dan Mikrajnya Nabi Muhammad apalgi maulidnya beliau, sama sekali tidak disinggung secara jelas atau detail.

Allah swt pastinya mempunyai maksud dengan penetapan seperti itu. Kita bukan ingin mengatakan bahwa sholat, puasa dan ibadah lain yang tidak diperinci secara detail didalam al-Qur'an, akan kehilangan urgensi dan perhatiannya. Tidak, bukan demikian. Tapi yang perlu dicari tahu adalah hikmah tersebut. Rasanya dalam kenyataan hidup kita memang kita lebih menjumpai adanya orang yang saling bunuh membunuh hanya karena uang seribu rupiah. Ada seorang saudara yang tega membunuh saudaranya karena merasa didzolimi dalam pembagian harta waris. Tapi rasanya belum kita jumpai ada orang tua yang membunuh anaknya hanya karena tidak puasa atau sholat. Rupanya urusan uang memang lebih sensitif ketimbang yang lainnya. Allah yang telah menciptakan makhluk bernama manusia ini rupanya sudah sangat tahu bagaimana memberikan tuntunan yang terbaik untuk hambanya.

Kembali lagi kepada kasus para koruptor. Dimana akal dan pikirannya yang begitu berani dan bangganya mengambil dan memanfaatkan uang yang bukan haknya. Yang jelas akal dan pikirannya telah terselimuti nafsu sehingga cahaya keimanan tidak lagi bersinar menerangi jalannya. Mereka adalah orang yang tersesat jalan. Mereka adalah orang-orang yang menyeburkan keluarganya kedalam kobaran api dosa. Mereka adalah orang-orang yang sedang menabung murka Allah dan kesal manusia. Mereka butuh untuk disadarkan secepatnya, sebelum terlambat saat menjumpai Tuhannya yang penuh dengan siksa pedih-Nya. Untuk itu, Anda wahai para koruptor, lakukanlah hal berikut :

1. Kembalikan uang hasil korupsi Anda kepada negara.
2. Taubatlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat
3. Terimalah dengan ikhlas konsekwensi terberat dari hasil kejahatan Anda
4. Sadarlah dengan kembali menjadi manusia yang wajar, yang mengikuti ajaran Allah yang memberikan kesalamatan
5. Carilah uang dengan cara yang halal dan wajar
6. Bergaul dengan masyarakat biasa karena Anda juga manusia biasa
7. Berbagilah dengan mereka. Rasakan kepedihan orang yang lebih kurang dari Anda.
8. Komitmenkan pada diri Anda untuk tidak mengulangi kesalah itu dan manfaatkan sisa umur Anda untuk memohon ampun dan memperbanyak amal mencari ridho dan rahmat dari Allah swt.

Beberapa saran diatas, intinya kembali menjadi diri yang fitrah yang melakukan sesuatu dengan selayaknya sesuai dengan tuntunan Allah yang Maha Pengadil lagi Maha Mengampuni. Semoga membantu menyadarkan kita.

0 komentar:

Posting Komentar