Senin, 03 Desember 2012

IBU Memang SEKOLAH Pertama

By : Rijal Muhammad

Ada sebuah pepatah Arab yang menyatakan bahwa ibu adalah sekolah pertama. Sekolah pertama tentunya bagi anak-anaknya yang dirawat dan dididiknya hingga mereka betulan masuk ke sekolah formal. Judul tulisan ini memang terispirasi dari pengamatan sederhana penulis tentang prilaku beberapa anak, baik itu prilaku baik maupun buruknya, yang terpengaruh dengan pola asuh dalam lingkungan keluarganya. Keluarga yang harmonis, penuh dengan perhatian antara anak dengan orang tua begitu juga sebaliknya, serta kepedulian dan ketegasan orang tua menyangkut hak, kewajiban serta kebutuhan anak, akan memberikan dampak positif yang tidak diraih oleh keluarga yang mengabaikan point-point tersebut.

Jika ibu diibaratkan sekolah bagi putra putrinya, berarti ia merupakan wadah sekaligus guru (murabbiyah) bagi mereka. Istilah murabbiyah tidak hanya berkonotasi pada pengajaran hal-hal baru pada anak yang terkait dengan ilmu dan pengetahuan, namun lebih jauh dari itu seorang murabbiyah juga akan mengajarkan kepadanya hal-hal yang patut atau tidak, benar atau salah, memberikan pengarahan tentang apa yang wajar untuk dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan, meninggalkan untuk memberikan sesuatu yang baik buatnya karena belum tepat masanya. Intinya seorang murabbiyah akan berkonsentrasi pada pembimbingan moral, karakter, kepribadian positif pada putra putrinya yang diharapkan akan menjadi kebiasaan kemudian menjadi sifat yang terbentuk sejak dini dan pada akhirnya nanti akan lahir sosok-sosok pribadi yang unggul tidak hanya dalam pengetahuan namun juga moral, sosial, emosional serta spiritual yang baik. Generasi inilah sebetulnya yang sangat diharapkan oleh semua.

Kata "al-umm" yang berarti ibu seakar dengan kata "imam" yang pada mulanya berarti pihak yang harus diikuti dan diteladani. Seorang makmum haruslah mengikuti imam dengan benar jika tidak ingin batal dalam keikutsertaannya berjamaah. Seorang anak pun demikian, kepada al-umm atau ibunya melakukan hal yang sama seperti makmum sehingga nantinya akan menjadi "ummat" -masih seakar dengan kata al-umm dan imam- yang benar.

Jika demikian maka sudah bisa dibayangkan betapa besar dan beratnya tugas yang diemban seorang ibu atau al-umm itu. Seorang ibu tidak hanya bertugas menghidupi putra-dan putrinya saja, namun ia juga harus memiliki kompetensi-kompetensi yang disebutkan diatas sehingga ia mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik. Disamping memiliki kompetensi tersebut, hal yang tidak kalah pentingnya adalah ia sanggup menjadi teladan bagi anaknya terkait dengan semua hal yang diajarkan dan dididiknya. Karena itulah dalam bahasa Arab ibu berarti "ummun".

Namun demikian, banyak dan beratnya tugas yang diemban seorang ibu dalam mengurus, mengajarkan dan mendidik anak-anaknya merupakan jihad tersendiri buatnya, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh seorang ayah. Keuletan, ketelatenan dan kesabarannya dalam mengurus anak bisa terlihat sangat jelas kualitasnya jika tugas tersebut dilimpahkan kepada seorang ayah. Hal ini memang merupakan fitrah yang Allah berikan kepada makhluk yang katanya lemah, padahal sebenarnya sangat "kuat", yaitu seorang wanita terutama yang telah menjadi ibu.

Namun jika kita melihat pada kondisi dan kehidupan para ibu saat ini, rasanya apa yang disampaikan diatas banyak yang tidak terlaksana bahkan cenderung terabaikan. Walhasil, muncullah sosok-sosok anak yang tidak stabil mental dan intelektualiasnya karena tidak tersentuh oleh kasih sayang, kepedulian, perhatian orang tuanya terutama ibu yang -sebetulnya- kuantitas waktunya untuk anak lebih banyak.

Penyebabnya pun bisa kita ketahui misalnya, rendahnya pendidikan sehingga ibu bisa jadi tidak mampu memberikan pengetahuan sehingga anak tak terbiasa menerima pengetahuan dari sejak kecil yang bisa jadi mempengaruhi kualiata pendidikannya di sekolah formal. Ada juga prilaku anak yang buruk dan salah karena orang tuanya baik ibu dan ayahnya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga lalai dalam memberikan hak-hak anak, minimnya kuantitas pertemuan yang mengakrabkan bahkan hilang tugas kontrolnya sebagai orang tua yang menyebabkan anak bebas mengerjakan apapun yang diinginkan tanpa diketahui. Dan yang menyedihkan adalah ketika kebebasan anak itu mengarah kepada hal-hal negatif dan membahayakan. Diantara penyebabnya juga adalah karena prilaku orang tuanya yang memiliki perangai buruk. Anak adalah apa yang dilihat dan didengar dari orang tuanya. Sifatnya yang buruk akan menafikan dirinya sebagai teladan bagi anak-anaknya. Anak dengan sendirinya akan meniru dan menjadikannya sebagai kebiasaan. Inilah barangkali hal terburuk yang mampu diturunkan orang tua kepada anaknya.

Dari beberapa penyebab yang dipaparkan, bisa jadi yang terakhirlah yang sangat signifikan mencetak figur-figur anak yang kurang berkualitas. Kalau karena pendidikan orang tua, sebenarnya tidak sedikit juga orang tua yang tidak berpendidikan tinggi namun anaknya jauh melampauinya dan menjadi sukses. Ini bisa disebabkan karena motivasi dan arahan orang tuanya yang berkeinginan agar kekurangberhasilannya tidak menurun kepada generasinya, sehingga orang tua berupaya keras untuk menjadikan anak-anaknya lebih baik darinya. Kalau karena sifat workaholic nya orang tua, sebetulnya orang tua bisa memanfaatkan fasilitas modern berupa teknologi, untuk menjalin komunikasi yang aktif dan penuh keakraban. Fisik boleh berjauhan namun hubungan erat anak dan orang tua tetap dekat dihati. Mereka juga bisa mengintensifkan waktu libur untuk menjalin komunikasi serta hubungan yang berkualitas pada anak-anak mereka. Namun penyebab yang terakhir, yaitu perangai orang tua yang buruk, sekali lagi, bisa menjadi penyebab tersukses seorang anak mengikuti jejak buruknya. Bayangkan saja, orang tua yang tidak peduli melakukan keburukan yang dilihat oleh anak-anaknya, merupakan cerminan orang tua yang acuh terhadap perkembangan kepribadian positif seorang anak. Jika memang kondisinya demikian, maka bisa dipastikan seorang anak yang memiliki orang tua seperti itu tidak akan mendapatkan nilai-nilai positif bagi perkembangan intelektualnya, emosional, lebih-lebih spiritualnnya.

Jadi intinya, dari sekian penyebab munculnya sejumlah anak yang memiliki mental buruk disebabkan karena ketidakpedulian orang tua terutama ibu dalam mengurus, mengajar, mendidik serta menjadi teladan buat anak-anaknya. Dengan kata lain banyak dari para ibu yang mengabaikan fungsi dia sebagai al-umm seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Untuk itulah maka, bagi para wanita yang akan menjadi ibu hendaknya memahami dan menyadari tugas yang akan dia emban dengan baik. Keberhasilan seorang ibu akan sangat bergantung pada apa yang ia berikan buat anknya baik secara kuantitas maupun kualitas. Tidak bisa dipungkiri, seorang ibu yang mau mengurus dan mendidik anaknya secara penuh dan dengan komitmen yang tinggi, akan menuai hasil yang berbeda dengan seorang ibu yang hanya punya 1 hari untuk anaknya karena segudang kesibukan dan tugas yang dimilikinya. Tulisan ini bukan berarti menolak bahwa wanita tidak boleh berkarir diluar, namun sebagai penegasan bahwa kuantitas seorang ibu terhadap kepengurusan anaknya yang lebih sering pasti akan berbeda hasilnya dengan yang lebih sedikit.

Sebagai acuan dari penjelasan tadi lihatlah firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 33,

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

Ayat ini memang membicarakan tentang istri Nabi, namun bukan berarti tidak berlaku bagi wanita lain atau para ibu. Justru al-Qur'an itu merupakan petunjuk bagi semua kalangan tanpa batas. Dari sinilah idealnya, seorang ayahlah yang bertugas mencari nafkah dan istri memaksimalkan peran ibu dirumah dalam menyiapkan generasi muslim yang lebih tangguh dan unggul. Rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan bagi orang tua selain mampu menghadirkan seorang anak yang bisa berkontribusi besar bagi banyak pihak dan mampu meraih kesuksesannya untuk dunia dan akhirat.

Terkait dengan peran ibu dalam menyiapkan generasi emasnya, Muhammad Quthb dalam bukunya Ma’rakah At Taqalid menulis,

“Islam memperhatikan pria dan wanita karena mereka akan menjadi ibu-bapak produk baru. Tetapi Islam lebih memperhatikan wanita, karena wanitalah pembangun hakiki dari generasi. Sedangkan ayah baru menyusul kemudian. Mungkin ayah yang akan mendidik tapi itu nanti sesudah peranan sang ibu. Itulah sebabnya Islam mengusahakan terjaminnya belanja hidup sang ibu, agar ia tidak usah bekerja di luar rumah.”

Kebenaran Al Qur’an dan konsep Islam dalam mendudukkan perang seorang wanita menjadi ibu di rumah memang terbukti benar dalam serangkaian penelitian. Di Inggris kini telah terjadi tren dimana para wanita sudah terfikir meninggalkan karirnya dan memilih untuk berkonsentrasi di rumahnya.

Sebuah majalah wanita, Genius Beauty, memberitakan bahwa para psikolog dan sosiolog Inggris menemukan bahwa 70% wanita Inggris menginginkan membangun sebuah keluarga yang bahagia bersama dengan pasangan mereka. Mereka memiliki kecendrungan untuk menjadi wanita yang lebih dekat kepada anaknya, ketimbang dengan “bos” nya.

Kembali kepada judul diatas, kalau seorang ibu dianalogikan dengan sekolah bagi anaknya, maka lihatlah, tidak semua sekolah mampu mencetak siswanya berhasil menjadi pribadi yang besar nan unggul. Hanya sekolah tertentu, dengan kualitas guru dan konsep pengajarannya yang benar serta komitmen kuat dari semua pihak untuk menjadikan anak didiknya berhasil dan unggul, maka seorang ibu pun mesti belajar dari situasi dan kondisi sebuah sekolah yang ada. Kalau ibu diibaratkan sekolah maka ayah merupakan pemilik sekolah tersebut. Sekolah tak akan bisa berkembang dan mencetak siswa yang sukses kalau pemilik sekolah tidak peduli dengan sekolah tersebut. Ibu berperan mengurus dan mendidik anak, ayah bertugas membiayai dan mengontrol perkembangan yang terjadi. Karena itu, ibu dan ayah harus bersinergi demi menghadirkan generasi yang unggul, mampu bersaing dan berkompetisi dengan tujuan bisa memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi banyak orang yang dilandasi dengan emosional serta spiritual yang baik.

Selamat berjihad wahai para ibu, balasan baik dari Allah akan segera menanti.

Kamis, 25 Oktober 2012

Tugas Ibadah untuk Kelas VIII SMP ALBESD

By : Rijal Muhammad

Jawablah pertanyaan berikut kemudian masukkan setiap jawaban kedalam slide power point.

1. Arti puasa menurut bahasa dan istilah
2. Sebutkan rukun-rukun puasa
3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam puasa wajib
4. Sebutkan dan jelaskan syarat wajib puasa
5. Sebutkan dan jelaskan syarat sah puasa
6. Sebutkan hal-hal yang membatalkan puasa
7. Sebutkan beberapa ayat dan surat tentang puasa wajib
8. Sebutkan beberapa hal yang menyebabkan seorang melakukan puasa kifarat

Masing-masing dari pertanyaan tersebut kamu cari jawabannya dan masukkan jawaban tersebut kedalam power point. Setiap satu soal satu slide sehingga keseluruhannya ada 8 slide.

Untuk melengkapi jawaban silahkan cari sumber jawaban dari internet dan buku manapun. Buatlah sebaik-baiknya. Hasil karya siswa yang terbaik akan dipresentasikan dikelas.

Untuk penilaian, jika kamu kirim jawabannya malam ini hingga pukul 24.00 maka jika benar akan dapat nilai 100. Jika hingga pukul 24.00 besoknya maka nilai akan berkurang 10 point dan seterusnya. Batas terakhir pengiriman hingga minggu malam.

Selamat mengerjakan... salam sukses




Nb. Kirim jawabannya ke al_chiner29@yahoo.com
jangan lupa cantumkan nama dan kelas..

Jumat, 05 Oktober 2012

Seberapa MUNAFIK kah kita?

By : Rijal Muhammad

Judul tulisan ini memang agak menuduh Anda -termasuk Saya-, seolah sifat tersebut telah mengikat kita sehingga siapapun tidak bisa terlepas darinya. Besar atau kecil, sering atau jarang, dilakukan dengan penuh "penjiwaan" atau hanya sebatas berpura-pura atau acting, paling tidak kualitas inilah yang membedakan kita dengan yang lain terkait dengan pengamalan sifat munafik tersebut.

Dari segi etimologi, kata munafik itu seakar dengan kata yang berarti terowongan, dan dari akarnya, lahir kata nafiqa, yaitu sejenis tikus. Ini karena biasanya tikus bersembunyi dalam terowongan. Ia memiliki dua jalan masuk dan keluar, yaitu mulut terowongan yang ada pada dua ujungnya. Apabila ditemukan pada mulut terowongan ini, ia bersembunyi dan lari ke arah mulut terowongan yang itu. Perumpamaan kebahasaan ini memang menggambarkan keadaan orang munafik yang memiliki paham dualisme. Jika tidak A maka B, jika ucapannya C saat ini maka bisa jadi D esok hari, tergantung kapan dibutuhkannya sifat tersebut untuk mencari kenyamanannya dalam bertindak. Karena itu, dalam keseharian orang munafik disebut seperti orang memiliki 2 muka. Kalau dalam Agama, munafik adalah seseorang yang menampakkan keimanan padahal hatinya tidak beriman.

Untuk mengetahui atau mengecek seberapa munafik kita, cobalah dijawab dengan jujur beberapa pertanyaan berikut yang dinuqil dari beberapa ayat al-Qur'an, Hadits Nabi juga beberapa keterangan para ulama. Diantaranya ;

1. Apakah Anda suka berbohong?

2. Apakah Anda sering berjanji pada seseorang untuk dilakukan atau diselesaikan tapi akhirnya malah tidak dikerjakan?

3. Apakah Anda jika diberi amanah untuk dilaksanakan kemudian tidak terlalu peduli untuk melaksanakannya?

4. Apakah Anda malas untuk melakukan shalat terutama jika sendiri?

5. Apakah Anda berat untuk melakukan shalat isya dan subuh?

6. Apakah Anda saat shalat, sedekah atau ibadah lainnya masih perlu untuk dikomentari oleh orang rain?

7. Apakah jika Anda melakukan ibadah, akan lebih semangat jika dilihat atau berada ditengah-tengah orang lain?

8. Apakah Anda jarang berdzikir, mengingat kebesaran Allah apalagi saat malam hari?

9. Apakah jika Anda memusuhi saudara se-Muslim kemudian tega untuk melakukan aneka kedzoliman dan kedurhakaan padanya?

10. Apakah Anda jika ingin melakukan sesuatu membiasakan diri dengan bersumpah?

11. Apakah Anda merasa berat jika mengeluarkan infaq atau sedekah?

12. Apakah saat mendengar ayat-ayat Allah atau Hadits Rasul-Nya Anda meremehkan atau bahkan memperolok-oloknya?

13. Apakah Anda merasa tidak memiliki keteguhan antara zahir dan bathin Anda sehingga merasa seperti terombang-ambing?

14. Apakah Anda senang jika melihat saudara atau tetangga atau teman yang sedang mendapatkan musibah?

15. Apakah Anda tidak ragu untuk memerintahkan kemunkaran dan melarang kebaikan?

16. Apakah Anda tidak merasa bersalah atau berdosa saat melakukan keburukan atau larangan?

Jika jawaban Anda "Ya" pada semua pertanyaan-pertanyaan diatas maka Anda betul-betul mengidap sifat munafik tersebut. Jika Anda hanya menjawab "Ya" pada sebagian pertanyaan dan "tidak" pada sebagian yang lain, maka sejujurnya sifat munafik itu tetap ada meski kadar untuk setiap orang berbeda. Inilah yang saya maksud dengan judul tulisan ini.

Sebagian ulama, seperti Ibnu Katsir misalnya, membagi sifat munafik ini menjadi 2 bagian. Ada yang sifatnya I'tiqadiy yaitu, kemunafikan yang terkait dengan masalah aqidah dan keimanan. Dia mengaku beriman padahal sebetulnya tidak. Dan prilakunya pun tidak mencerminkan bahwa dia sebagai orang yang beriman. Andai melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang yang betul-betul beriman pun, hanyalah sebuah kamuflase untuk mengelabui yang lain bahwa dia pun sebetulnya berada pada golongan mereka. Golongan munafik yang seperti inilah yang akan dipersiapkan oleh Allah singgasana Jahannam seperti yang dinyatakan oleh beberapa ayat dalam al-Qur'an.

Ada juga sifat munafik yang disebut Amaliy, yaitu kemunafikan yang terjadi pada tataran perbuatan seperti berbohong, riya, menyalahi janji, sumpah palsu dan lain-lain. Pada tingkatan ini, rasanya banyak orang yang dihinggapi sifat ini. Namun demikian, Ulama tersebut tidak mengkalim yang melakukan kemunafikan pada tingkatan ini akan masuk ke singgasana Jahannam karena Allah masih memberikan kesempatan pada orang-orang tersebut untuk memperbaiki kesalahannya dengan taubat.

Tapi apapun jenisnya, kemunafikan itu merupakan penyakit kejiwaan yang salah, tidak sehat bahkan bodoh. Salah karena memang semua tindakan orang yang munafik itu tidak akan dibenarkan oleh siapapun dan dengan logika apapun. Tidak sehat karena memang kemunafikan itu akan mengantarkan orang pada "sakit" yang bisa menggerogoti kejiwaannya dari mulai ragu-ragu, bimbang hingga penipuan yang bisa mencelakakan diri dan jiwa pelakunya. Sedangkan bodoh, sebenarnya, orang yang munafik itu baik sadar atau tidak sadar sedang melakukan penipuan baik pada dirinya maupun pada Tuhannya. Sayangnya, yang terjadi bukan dia yang menipu atau mempermainkan Tuhannya, justru Dialah yang mempermainkannya. Ketidaktahuannya inilah yang membuatnya bodoh karena sebenarya Tuhannya Maha Melihat segala yang dia ucapkan dan lakukan.

Dari segi keberadaannya, orang munafik -terutama pada tingkatan i'tiqadiy- akan menjadi lebih berbahaya, karena ia seperti penyelinap atau musuh yang berkumpul bersama dengan orang-orang yang normal pada umumnya. Dia diibaratkan seperti musuh dalam selimut, yang sewaktu-waktu bisa menyerang (baca: mempengaruhi) orang sekitarnya supaya bisa ikut bersamanya.

Ingatlah, bahwa dalam Agama albasyar atau manusia itu hanyalah ada mu'min, kafir dan munafik. Allah hanyalah menetapkan sunnah-sunnah, petunjuk-Nya pada orang yang beriman. Orang-orang kafir juga yang munafik adalah yang telah keluar dari koridor petunjuk-Nya sehingga adzab serta konsekwensi perbuatannya akan dibalas dihari pembalasan nanti. Pantaslah bahwa Allah menyatakan akan menghimpun orang munafik dan kafir dalam satu singgasana neraka-Nya. Wal iyadzu billah.

Sabtu, 15 September 2012

Mengapa al-Qur'an berBAHASA ARAB

By : Rijal Muhammad

Al-qur'an adalah kalam Allah. Al-qur'an Allah turunkan sebagai pelengkap dan penyempurna kitab-kitab sebelumnya yang menjadi tuntunan dan petunjuk bagi kita dalam menjalani proses kehidupan dunia ini menuju kehidupan nan kekal abadi yaitu alam akhirat. Sebagai kitab suci yang memiliki predikat pelengkap dan petunjuk, tentunya kitab ini akan memiliki keistimewaan dan keutamaan yang bisa kita lihat dari banyak sudut pandang. Substansinya sudah pasti tidak ada keraguan karena berasal dari Allah SWT termasuk juga hal-hal pendukungnya salah satunya yaitu bahasa. Al-qur'an sudah kita maklum menggunakan bahasa Arab. Nah pertanyaannya adalah apa istimewanya Bahasa tersebut sehingga Allah memilih dan menentukan kalam-kalamnya tertuang menggunakan bahasa itu.

Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang keutamaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-qur'an, ada sebuah certa yang bisa jadi pelengkap dari tulisan ini. Berasal dari kisah seorang sahabat yang mendapat pelajaran dan informasi dari seorang kakek yang tampak awet muda. Saat sahabat ini telah memberikan sebuah ceramah, kemudian ia beserta jamaah atau hadirin yang ada untuk menikmati hidangan makan yang telah disiapkan. Saat memberikan ceramah sahabat ini sempat menyampaikan keluhan kesehatan yang dialaminya hingga memaksanya untuk melakukan diet ketat diusianya yang belum sampai 40 tahun. Karena itu, pada saat mencicipi hidangan, yang diambil oleh sahabat ini hanyalah sayur serta buah-buahan, karena hanya itu yang diperkenankan untuk disantap. Disaat mengantri untuk mengambil makanan, tiba-tiba sahabat ini melihat salah seorang kakek yang mengambil makanan sangat lengkap tanpa ada yang ditinggalkan. Melihat pola makan sang kakek, sahabat ini terperanjak sambil bertanya dalam hati tidakkah akan berpengaruh pada kesehatan kakek tersebut. Saat makan, sang sahabat bertanya langsung pada kakek tentang pola makannya apakah tidak berpengaruh dengan kesehatannya. Setelah mengawali dengan pertanyaan-pertanyaan lain, tibalah kakek itu menjawab bahwa Allah telah memberinya kesehatan hingga umur mencapai kepala delapan dan tidak memiliki gangguan kesehatan apapun alasannya karena ia selalu membiasakan membaca "dari kanan ke kiri" yaitu sering membaca al-Qur'an.

Cerita ini memang tidak serta merta berkaitan langsung dengan judul tulisan ini. Tapi menarik mendengar jawaban sang kakek tentang pengaruh membiasakan membaca dari kanan ke kiri atau rajin membaca al-Qur'an dengan kesehatan pembacanya. Meski jawaban sang kakek bisa dilakukan penelitian lebih jauh, tapi paling tidak dari al-Qur'an setiap orang bisa mengambil manfaat dan hikmah yang bisa diraih. Sebab al-Qur'an ibarat mutiara yang tidak pernah ada habis-habisnya meskipun dicari berkali-kali oleh siapapun dan sampai kapanpun.

Kembali kejudul tulisan ini, apa istimewanya bahasa Arab sehingga Allah memilih bahasa ini sebagai media pengejawantahan kalam-kalam-Nya. Memang dalam sebuah firman-Nya bahwa al-Qur'an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab supaya kamu berfikir (QS. Yusuf :2). Pernyataan terakhir ini yang perlu digaris bawahi bahwa tujuannya menggunakan bahasa itu agar kita semua berfikir. Berfikir dalam hal apanya? Banyak hal. Memang kesan penulis tentang bahasa yang satu ini setelah mempelajarinya sekian waktu tersimpul bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang sangat unik, luar biasa termasuk juga sangat kompleks. Ada yang bilang, siapa yang mampu mempelajari bahasa ini dengan baik maka dia adalah orang yang sangat cerdas.

Berikut ini beberapa ciri sekaligus spesifikasi bahasa Arab yang bisa jadi ini menjadi alasan kenapa bahasa ini dipilih sebagai bahasa al-Qur'an.

1. Bahasa Arab adalah bahasa yang paling banyak kosakatanya. Sementara pakar bahasa ada yang berpendapat bahwa terdapat 25 juta kosa kata pada bahasa tersebut. Kita bisa membayangkan jika kosa kata pada suatu bahasa sangat terbatas apalagi digunakan untuk menjelaskan kita suci akan menjadi sebuah hambatan yang pasti.

Contoh yang menunjukkan kekayaan kosakata bahasa tersebut adalah kata العجوزyang memiliki padanan arti hingga 60 kata yang sangat membutuhkan ketelitian pada saat menerjemahkan kata tersebut dengan melihat konteksnya. Juga bisa dilihat pada nama-nama unta yang diberikan. Ada yang mendasarinya pada umur unta, ada yang mendasarinya pada warnanya juga pada jumlah perkumpulan binatang tersebut. Misalnya jumlah unta antara 3 sampai 10 disebut الذود jika berjumlah antara 15 hingga 25 disebut الرسل jika berjumlah antara 50 hingga 100 disebut العكرة demikian dengan jumlah lainnya yang berbeda penamaannya. Jika warna unta sangatlah putih maka disebut الأدم jika ekornya bercampur warna putih atau lainnya maka disebut الأشعل begitu seterusnya pada unta yang memiliki spesifikasi warna pada bagian tertentu dari tubuhnya. Dari segi umur jika anak unta berumur 7-8 bulan maka disebut أفيل jika telah berumur 1 tahun disebut فصيل dan jika berumur 1 tahun kemudian sudah disapih atau berhenti menyusu maka disebut فطيم begitulah selanjutnya pada kemungkinan-kemungkinan lain dimana setiap kemungkinan itu ada nama yang berbeda.

2. Bahasa Arab merupakan bahasa yang unik sekaligus rumit. Keunikan tersebut bisa dilihat dari susunan katanya, dimana biasanya kata dasar tersebut terdiri dari tiga huruf dan yang membuatnya unik namun mengandung falsafah bahasa -seperti menurut pakar bahasa Ibnu Jinny- adalah karena setiap perubahan katanya akan membentuk arti tersendiri namun memiliki keterkaitan makna dengan kata dasarnya meskipun huruf tersebut dibelakangkan atau didahulukan.

Misalnya, kata قال yang asalnya قول memang sering diartikan berkata, namun mengisyaratkan gerakan yang mudah dari mulut dan lidah. Kemudian jika diubah menjadi وقل akan berarti mengankat satu kaki dan "menjejegkan" kaki yang lain kebumi. Makna inipun menunjukkan adanya suatu gerak. Selanjutnya jika diubah menjadi لقو maka memiliki arti angin yang menimpa seseorang dan menggerakkan wajahnya. Setiap perubahan yang terjadi akan memiliki makna dasar dari semua perubahan yang terjadi. Perhatikan juga kata مقاول yang berarti kontraktor. Bukankah orang yang membangun harus melakukan gerakan. Kata الوَقِلُ berarti kuda yang jago menanjak. Bukankah itu memerlukan sebuah gerakan bahkan gerakan yang dahsyat. Kata الوَقَلُ berarti batu yang digunakan untuk menuju keatas. Maka yang demikianpun pasti butuh sebuah gerakan yang cukup untuk melakukannya.

Kita juga bisa melihat kata دَيْن yang berarti hutang, kemudian دِيْن yang berarti agama atau دان yang berarti menghukum. Semuanya berasal dari rumpun kata dasar yang sama namun berbeda arti dan penggunaannya. Namun dibalik perbedaan tersebut akan ketemu jika dikembalikan kepada makna dasarnya yaitu keterlibatan 2 pihak dimana pihak pertama lebih atas dan pihak lainnya menjadi bawahnya. Kata "hutang" misalnya, pihak yang berhutang lebih bawah dari yang berpiutang. Kata "agama" juga demikian. Bukankah dalam beragama ada Tuhan sebagai pihak teratas dan kita sebagai hamba sebagai pihak bawah yang memiliki keterkaitan dan hubungan denga-Nya melaui peribadatan. Juga kata "hukum", ada yang menghukum ada yang terhukum. Keduanya menempati posisi berbeda namun memiliki keterkaitan atau hubungan terhadap perkara apa yang mereka hadapi.

3. Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki struktur bahasa yang sangat rasional, teliti, sistematis tetapi juga cukup rumit.

Unsur rasionalnya misalnya bisa kita lihat kenapa untuk menunjuk kepada pelaku selalu marfu (dibaca u/un) sedangkan untuk objek atau penderita selalu manshub (dibaca a/an), alasannya yakni karena bunyi "u/un" itu lebih berat dibanding bunyi "a/an". Apa kaitanya, biasanya dalam sebuah kalimat satu pelaku melakukan beberapa objek sehingga tujuannya adalah memilih yang banyak untuk bunyi yang lebih mudah.

Dari unsur ketelitian atau keseksamaan misalnya, bisa kita lihat pada kata الحمد لله dimana Allah mengajarkan banyak hal hanya pada 2 kata tersebut. Misalnya arti kata ini merupakan segala puji milik Allah padahal kata yang dibentuk berasal dari isim mufrad (singular), ini berasal dari huruf "al" yang dalam ilmu balaghahnya berfungsi "lil isthigrak" atau menyatakan keseluruhan. Kemudian dari susunan katanya berbentuk jumlah ismiyah (jumlah yang berasal dari kata benda) lawannya jumlah fi'liyah (kata kerja) padahal sejatinya kata alhamdu lillah ini adalah bentuk perintah, kalau perintah maka terkait dengan zaman/waktu maka yang lebih tepat sebetulnya terbentuk dari kata jumlah fi'liyah. Alasannya adalah kalau dibentuk dengan jumlah ismiyah maka zaman/waktu yang terkandung pada kata tersebut tidak dibatasi oleh waktu sehingga maksudnya adalah memuji Allah tidak terbatas dengan waktu kapan saja dan dilakukan terus menerus. Dari segi pemilihan kata, kata "alhamdu" yang berarti pujian memiliki padanan kata yang lain yaitu "almadhu". Mengapa alhamdu yang dipilih sebab pujian yang berasal dari kata ini disampaikan untuk yang berakal dan disampaikan atau diteladani secara aktif sedangkan almadhu tidak. Yang tidak kalah penting adalah pengajaran Allah tentang sebuah pujian yang tidak bertele-tele dengan hanya menggunakan dua kata, bisa dibayangkan jika tidak diajarkan berapa banyak rangkaian kata yang harus dibuat untuk memuji Allah.

Lihat juga misalnya tentang ketelitian yang harus diperhatikan bagi orang yang berbicara bahasa Arab, contoh : لاَ تَأكُلِ الّسَمَكَ وَتَشرَب الّلَبَنَ pada kalimat "تشرب" jika Anda membacanya dengan baris dhammah (baca : tasyrabu) maka artinya Anda tidak boleh makan ikan namun bisa minum susu. Jika Anda membaca dengan kasrah (baca: tasyrabi) maka artinya Anda tidak boleh makan ikan dan tidak boleh minum susu. Namun jika Anda membaca dengan baris fathah (baca : tasyraba) maka artinya Anda jangan makan ikan berbarengan dengan minum susu. Perubahan makna ini terjadi karena tergantung konteks penggunaan huruf "و" sebelum kata tersebut.

Sedangkan sistematisnya bahasa Arab bisa kita lihat saat satu kata kemasukan oleh dhomir tertentu maka dia hanya akan berubah sesuai domir yang masuk itu. Misalnya kalau ada dhomir هو saat bertemu dengan kata "يضرب" maka akan dibaca "يَضْرِبُ" sedangkan jika dhomirnya هما maka pasti akan berubah menjadi يَضْرِبَانِ begitulah seterusnya.

4. Bahasa Arab bisa dibilang sebagai bahasa tersulit didunia karena setiap orang yang memahaminya pun akan terasa berbeda pengaplikasiannya tergantung bagaimana mereka memahami dan mendalami ilmu-ilmu dasar juga penunjangnya.

Adapun ilmu-ilmu yang menjadi dasar untuk tidak hanya mengetahui bahasa Arab dengan baik tapi juga pada tingkatan memahaminya adalah seperti :

a. Ilmu lughah. Ilmu ini membahas tentang bahasa dari mulai seluk beluknya, struktur bahasa,kaedah bahasa, lahjat, dan lain-lainnya.

b. Ilmu nahwu. Ilmu ini bertujuan untuk mengetahui perubahan akhir kalimat yang terjadi disebabkan amil-amil atau faktor yang membuat perubahan itu terjadi. Misalnya ضرب زيدٌ dan ضربت زيداً. Kata "zaid" yang pertama berbeda dengan yang kedua. Perbedaan itu bukan hanya pada baris atau harakatnya namun juga pada kedudukan kata tersebut dalam jumlah. Kata zaid yang pertama sebagai fail/predikat dan kata zaid yang kedua sebagai maf'ul bihi/objek.

c. Ilmu Sharaf. Ilmu ini disebut ibunya ilmu karena berfungsi untuk mengetahui perubahan huruf yang terjadi melebihi dari perubahan baris/harakat yang terjadi pada ilmu nahwu. Misalnya dari قال menjadi يقول, قل, مقال, قائل dan seterusnya untuk membentuk kata serta arti yang berbeda.

d. Ilmu balaghah. Ilmu yang digunakan untuk menerapkan makna dari lafadz-lafaz yang ada yang sesuai dengan muqtadhal hal artinya terjadi kesesuaian antara isi yang disampaikan dengan bahasa yang dikemas kepada orang yang diajak bicara.

Misalnya ada orang sebagai lawan bicara kita yang tidak percaya dengan berita yang kita samapaikan maka saat bicara dengan orang itu harus digunakan "kata penguat" yang bisa memberikan keyakinan padanya. Dalam ilmu ini ada beberapa ilmu lagi yang terkait, seperti :

1. Ilmu ma'ani. Ilmu yang mempelajari dasar-dasar atau kaidah-kaidah yang bertujuan mengetahui kondisi pembicaraan yang sesuai dengan redaksi kalimatnya.

2. Ilmu bayan. Ilmu yang mengkaji kaidah-kaidah dari suatu makna yang disampaikan dengan uslub atau gaya bahasa yang berbeda. Ilmu ini tepatnya menjelaskan tentang majaz, perumpamaan dan lainnya.

3. Ilmu badi'. Ilmu ini membahas tentang tata cara memperindah suatu ucapan baik dari aspel lafadz maupun makna.

e. Ilmu arudh dan qawafi. Ilmu arudh mempelajari wazan-wazan (formula/rumus) dalam membuat syair sedangkan qawafi hanya terbatas pada suku terakhir kata pada bait-bait syair yang dibuat.

f. Ilmu Aswat. Ilmu ini untuk mengetahui huruf-huruh hijaiyah dari segi tempat pengeluarannya (makhraj) juga pelafalannya.

Masih banyak lagi sebetulnya ilmu-ilmu yang terkait dengan bahasa Arab seperti ilmu khat tentang macam-macam penulisan dalam huruf Arab. Demikian rasanya kita bisa menyimpulkan bahwa untuk benar-benar mahir dalam bahasa Arab, seseorang perlu menggunakan waktu lebih lama dibanding dengan bahasa lainnya. Kiranya sudah bisa tergambar rasanya firman Allah yang menyatakan bahwa al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab agar kita berfikir. Berfikir tentang alasan kenapa bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur'an. Berfikir juga tentang kehebatan bahasa ini dengan bahasa lain yang ada didunia. Ini mungkin sebagian sisi ilmiah yang bisa dipaparkan tentang ke"unikan" bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur'an.

Ada jawaban lain juga yang bisa kita sampaikan disini kenapa al-Qur'an berbahasa Arab yaitu seperti yang bisa kita baca pada QS. Ibrahim :4 bahwa Allah SWT mengutus suatu seorang rasul bagi suatu kaum dengan menggunakan bahasa kaum mereka sendiri. Maka sudah menjadi konsekwensi logis kalau bahasa Muhammad SAW adalah bahasa Arab karena ia diutus di negeri Arab. Namun ditengah-tengah waktu diturunkannya al-Qur'an, ada saja pembangkang yang mengusulkan agar al-Qur'an tidak berbahasa Arab, maka turunlah ayat QS. Fushilat :44 yang menyatakan seandainya al-Qur'an tidak menggunakan bahasa Arab, niscaya mereka akan berkata mengapa ayat-ayat itu tidak diperinci dengan bahasa yang kami paham. Artinya mau berbahasa Arab ataupun bahasa ajam, mereka tetap mencari-cari alasan untuk tidak beriman kepada al-Qur'an.

Sebagai uraian penutup, ada riwayat Hadits yang menyatakan bahwa ada 5 Nabi yang semasa hidupnya menggunakan bahasa Arab, yaitu, nabi Hud, Shalih, Syua'ib, Isma'il dan Muhammad SAW. Adapun nabi Adam seandainya bahasa di syurga adalah bahasa Arab niscaya ia pun menggunakan bahasa yang sama. Wallahu a'alamu.

Semoga mempelajari bahasa Arab akan mengantarkan kita lebih mudah memahami dan mengkaji al-Qur'an.

Minggu, 09 September 2012

Shalat Jum'at, Antara Kewajiban dan RITUAL MINGGUAN

By : Rijal Muhammad

Terus terang, saat menulis artikel ini sebelumnya terinspirasi oleh kegiatan shalat jum'at yang -menurut penulis- sangat tidak membawa manfaat atau efek dari pelaksanaan shalat tersebut secara khusyu' dan maksimal. Anda bisa membayangkan jika saat menghadiri shalat jum'at kemudian menjumpai banyak kendala dari mulai penyediaan peralatan, teknis pelaksanaan hingga tokoh terpenting dari pelaksanaan shalat jum'at tersebut yaitu sang khatib. Saat itu memang terjadi kendala berupa kecilnya suara yang keluar dari sound yang disiapkan. Suara anak-anak yang tidak terkontrol sampai suara khatib yang sangat pelan dengan nada yang sangat lambat sehingga nyaris ketika itu suara berisik jauh lebih dominan daripada suara khatib yang menyampaikan materi khutbahnya. Dalam hati penulis bergumam, kegiatan ini nyaris seperti ritual mingguan yang efeknya tidak banyak berpengaruh bagi jamaah jum'at yang mengikutinya.

Selasa, 28 Agustus 2012

Free eBOOK..

By : Rijal Muhammad

Silahkan Download beberapa buku yang saya muat untuk menjadi koleksi bacaan Anda :

1. AYAT-AYAT FITNA. Karya M. Quraish Shihab. Download

2. BUAT APA SHALAT. Karangan Haidar Bagir. Download

3. BERIMAN TANPA RASA TAKUT. Karya Irshad Manji. Download

4.
5.
6.

Rabu, 22 Agustus 2012

Jangan MENGANGGAP Allah Seperti Itu,,,

By : Rijal Muhammad Pada prinsipnya, tak satupun seorang Muslim yang mengingkari kemahabesaran dan kemahakuasaan Allah SWT. Dari pemahaman itu, semuanya akan tunduk dan menjadikan-Nya sebagai penolong, pelindung dan tempat mengadukan semua hal yang dirasakannya. Namun, mungkin karena kekurangtahuannya, dia memperlakukan Allah, menganggap-Nya secara salah bahkan perlakuannya itu -tanpa disadari- hingga menjurus kepada kedangkalan aqidah. Akan menjadi sangat naif rasanya, jika pada dasarnya seseorang ingin memuliakan-Nya malah kemudian merendahkan-Nya. Wal iyadzu billah.

Jumat, 17 Agustus 2012

Merevisi Makna dan Tujuan IDUL FITRI

By : Rijal Muhammad

Sebetulnya tidak ada yang salah dengan idul fitri, yang salah adalah cara pandang sebagian masyarakat Muslim, cara menyikapi dan memahaminya yang tidak tepat bahkan keliru sehingga idul fitri yang setiap tahun itu dirayakan menjadi kosong makna dan tujuan dan tidak berdampak apapun bagi perkembangan kepribadian dan spiritualnya.

Pada dasarnya semua ibadah yang dilakukan oleh kita itu bersifat pengulangan, termasuk moment-moment tertentu seperti hari raya idul fitri ini. Sesuatu yang bersifat pengulangan itu memiliki mkana pembiasaan, pelatihan hingga pemantapan. Puasa misalnya, perlu dibiasakan, dilatih dan dimantapkan. Begitu juga dengan ibadah yang lain. Hal itu dimaksudkan agar kita menjadi terbiasa dan mengetahui bahkan menguasainya. Bayangkan jika kita sudah berada dilevel menguasai -dalam hal apapun- pastinya segalanya akan berjalan dengan lancar, mudah dan mengena. Demikianlah sebetulnya yang diharapkan dari semua bentuk ibadah yang kita lakukan secara terus menerus itu.

Nah, idul fitri sudah kita lalui dan rayakan sepanjang umur kita berada. Pertanyaannya adalah membekaskah moment idul fitri tersebut bagi kepribadian, jiwa, mental, emosi dan spiritual kita yang semestinya bisa membawa kita pada keluhuran hidup. Jawabannya ada didalam diri kita semua. Karena itu memahami semua ibadah, bacaan, moment yang selalu kita lakukan mutlak diperlukan.

Kata idul fitri berarti kembali kepada fitrah. Fitrah adalah keadaan penciptaan kita yang suci, bersih dari segala noda dan kesalahan. Karenanya, setiap bayi yang terlahir dari siapapun -termasuk dari orang non-Muslim- hakikatnya adalah suci tanpa dosa tinggal bagaimana orang tua dan lingkungan yang akan membentuknya untuk bisa tetap fitri atau tidak. Penggunaan kata 'id yang berarti kembali mengindikasikan bahwa kita pernah beranjak dan meninggalkan keadaan fitri tersebut, tentunya dengan dosa dan kesalahan yang kita perbuat. Semakin banyak dosa dan kesalahan tersebut, maka akan semakin banyak pula kita menodai nilai-nilai fitri itu. Inilah yang sudah dimaklumi oleh Allah sebagai Khaliq kita yang kemudian Ia mendesain sistem yang membuat makhluknya yang bernama manusia -sebagai makhluk yang banyak salah dan lupa- kembali pada jalurnya yang benar, yaitu suci dari segala kesalahan dan dosa dengan cara melakukan puasa.

Hal ini mudah diketahui, tapi sulit untuk disadari dan menimbulkan niat memperbaikinya. Kalau kesadaran untuk memperbaiki sudah hilang maka sudah bisa dipastikan orang tersebut akan sulit melakukan puasa dan menangkap makna dan rahasia puasa. Jika demikian, maka yang terjadi idul fitri dan ibadah yang dilakukan akan sama sekali tidak memberikan bekas apapun. Dan inilah yang terjadi.

Untuk itulah perlu direnungkan bahwa idul fitri bukanlah untuk mereka yang mempersiapkan segala hal-hal yang baru seperti baju baru, rumah, kendaraan bahkan istri baru. Tapi idul fitri itu diperuntukkan bagi mereka yang ketaatannya setelah Ramadhan semakin baik dan meningkat sesuai dengan bulan syawwal yang dihadapinya ketika itu yang memiliki arti peningkatan. Idul fitri juga akan salah dipahami sebagai hari kemenangan, jika kemenangan yang dimaksud hanya sebatas mampu berpuasa sebulan penuh, melakukan taraweh dan rutinitas yang lazim dilakukan saat Ramadhan kemudian dia berhenti total untuk melaksanakan setelah merayakan idul fitri tersebut.

Dalam rangka memahami dan memaknai idul fitri itu dengan baik, maka kita harus mengubah paradigma berfikir tentang puasa yang sebelumnya kita lakukan.

1. Memahami bahwa puasa itu adalah sebagai riyadhah

Puasa itu adalah sebagai riyadhah, latihan atau penggemblengan. Bulan puasa memang seharusnya bulan penggemblengan dan latihan bagi kita. Penggemblengan fisik supaya menjadi lebih sehat, penggemblengan jiwa sehingga mampu melahirkan sifat simpati, empati, kepedulian sosial, rasa kebersamaan dan lain-lain. Penggemblengan spiritual sehingga dalam kehidupan kita mampu -intinya- menghadirkan Allah dalam setiap ucapan dan perbuatan yang akan membuat kita menjadi mawas diri dalam segala hal. Hal ini mutlak dipahami demi menjaga keberlangsungan dan keseimbangan hidup kita yang lebih baik dunia dan akhirat.

Karena puasa sebagai riyadhah, maka setelah idul fitri itu berlalu kita mampu menjadi "orang-orang yang berpuasa". Artinya, puasa secara praktek jangan samapi ditinggalkan karena disana banyak puasa sunnah yang bisa kita lakukan. Dan yang lebih dari itu, meski kita bukan berada dalam bulan Ramadhan namun amaliyah Ramadhan hendaknya tetap dilakukan terus seperti kebiasaan membaca al-Qur'an, melakukan shalat witir -tanpa taraweh tentunya- berbagi kebahagiaan dengan sesama dengan harta atau apapun yang kita punya dan bisa diberikan, termasuk kebiasaan untuk bangun pagi sebagai persiapan melaksanakan ibadah subuh. Inilah tujuan dari riyadhah atau latihan tersebut.

2. Puasa sebagai ujian pengendalian diri

Puasa dalam bahasa Arab berarti "ashoum" atau "ashiyam" yang berrati "al-imsak" yaitu menahan. Hakikat puasa memang menahan atau bahasa yang lebih populer adalah upaya pengendalian diri. Pengenadalian diri yang dimaksud bukan hanya pada makan, minum dan hubungan intim saja, namun juga yang tak kalah penting mengendalikan nafsu yang berorientasi pada hal-hal yang terlalu berlebih atau negatif.

Pengendalian diri itu mutlak diperlukan oleh makhluk yang bernama manusia. Kemutlakan itu diperlukan karena pada dasarnya manusia memiliki kebebasan penuh untuk berbuat dan menjadi. Manusia bisa menjadi baik bahkan menjadi sangat baik. Manusia pun bisa menjadi jahat bahkan bisa menjadi sangat jahat. Manusia bisa saja kalau mau makan dan minum sepuasnya tanpa larangan. Manusia bebas melakukan ini itu sesuai dengan nafsu dan nalurinya. Tapi yakinlah, bahwa disetiap perbuatan itu berlaku konsekwensinya. Allah menjadikan puasa itu sebagai suatu sistem pengendalian keinginan manusia yang paling efektif dan efisien. Allah mendesain itu karena manusia memiliki kebebasan untuk berbuat hanya saja Dia merangsang otaknya untuk berusaha mengendalikan diri demi terwujudnya keseimbangan tubuh sehingga mampu berbuat lebih baik dan maksimal. Hal semacam ini tidak berlaku pada binatang dan tumbuhan, karena Allah sudah menetapkan sistem dan waktu yang khusus baginya untuk tumbuh dan berkembang.

Maka barang siapa yang mampu mengelola dan mengendalikan dari dari segala nafsu negatif, akan merasakan keseimbangan dan kenyamanan dalam hidupnya.

3. Puasa adalah upaya menghadirkan Tuhan dalam kehidupan

Inilah inti dari segala ibadah yang dilakukan yaitu mampu menghadirkan Allah dalam segenap kehidupannya. Hanya saja puasa memiliki dimensi vertikal yang lebih kuat dari yang lain. Bayangkan saja misalnya semua ibadah mampu dengan menonjolkan dengan kuat sisi lahirnya sehingga timbul rasa pamrih (baca:riya) kepada lingkungan sekitarnya, namun puasa lebih kepada ibadah bathiniyah yang nyaris hanya dia dan Allah yang mengetahui kalau seseorang berpuasa.

Puasa yang dilakukan dengan segenap pemahaman dan penghayatan yang benar mampu menghadirkan sebuah kondisi dimana seseorang merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah SWT. Keadaan seperti ini akan membuat seseorang akan selalu mawas diri dalam berbuat dan senantiasa berorientaasi kepada-Nya.

4. Puasa adalah pengembaraan

Dalam istilah Agamanya disebut sebagai "assaihun". Yaitu orang-orang yang melakukan pengembaraan. Orang yang melakukan pengembaraan harus memiliki niat dan tujuan yang jelas kemana dia akan melangkah dan menuju. Orang yang mengembara pun harus menghilangkan segala gangguan dan godaan yang bisa menghalangi perjalanannya.

Maka puasa pun demikian. Karena puasa adalah bagian dari hidup ini. Saat kita berpuasa maka niat dan orientasi kita melaksanakannya sudah harus jelas untuk apa dan siapa kita melakukannya. Puasa pun bukan tidak memiliki halangan untuk dilakukan, maka seyogyanya seseorang mampu menyingkirkan segala godaan untuk tidak berpuas demi meraih tujuan hidup yang sejati yaitu menggapai rahmat dan ridho dari Allah SWT.

5. Puasa membentuk manusia taqwa, syukur dan rasyiid.

Pada akhir ayat QS. Albaqarah : 183 dinyatakan bahwa orang yang berpuasa tujuan akhirnya adalah taqwa. Sejatinya kabar tersebut berupa kepastian bukan pengharapan -jika dilihat dari redaksi penggalan ayat tersebut-, karena tidak mungkin Allah memiliki keraguan dalam menyampaikan informasi. Kalau kita terjemahkan secara bebas ayat tersebut akan berbunyi " hai orang yang beriman, kamu perlu puasa seperti orang dahulu juga perlu pada puasa itu, pasti kamu akan bertaqwa. Kata diwajibkan mengindikasikan perlunya puasa itu untuk dilakukan sedangkan kata "pasti" sebagai pengganti kata "agar/supaya" seperti yang sering diterjemahkan.

Taqwa menurut pengertian yang lebih mudah dipahami adalah upaya untuk menjaga diri pada tatanan kehidupan yang benar. Orang yang taqwa akan selalu berada pada hukum yang ditetapkan Allah baik yang tersurat dalam al-Qur'an maupun tersirat yang terdapat dalam alam ini (baca: sunnatullah). Tidak keluar dari hukum Allah yang tersurat berarti melaksanakan seluruh hukum yang dijelaskan al-Qur'an. Dan tidak melanggar hukum Allah di alam berarti melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan petunjuk dan proporsionalitasnya. Misalnya, makan yang tidak berlebihan karena jika berlebihan konsekwensinya akan mendatangkan penyakit gula atau diabetes. Belajarlah dengan tekun karena segala sesuatu akan mudah diraih dengan kerajinan dan ketekunan, sehingga bagi yang malas akan sulit menggapai harapan, begitulah seterusnya.

Puasa yang benar akan menghantarkan orang pada level taqwa itu. Namun dalam QS. al-Baqarah : 185 penggalan akhir ayat tersebut adalah menjelaskan tentang kelanjutan level yang harus dicapai bagi orang yang taqwa yaitu yang bersyukur. Bisa jadi ada orang yang taqwa namun syukurnya kurang. Syukur yang dimaksud tidak hanya menerima segala pemberian dengan perasaan senang namun pribadi yang bersyukur juga adalah yang mampu menciptakan atau memberikan nilai tambah dalam kehidupannya. Kehadirannya dengan segala apa yang dimiliki mampu memberikan nilai dan manfaat bagi lingkungannya. Karena itu orang yang bersyukkur akan selalu membawa manfaat bagi yang lain karena ia bukan hanya memunculkan nimat Allah yang diberikan tapi, juga sekaligus berguna bagi lingkungannya.

Kalau dalam taqwa orang berusaha untuk selalu berada pada tatanan hidup yang benar, maka rasyid adalah orang yang telah berada pada lingkaran kebenaran tersebut (to be on the right way). Demikian yang bisa dianalisa dari penggalan ayat terakhir QS. Albaqarah : 186) yang berbunyi "la'allahum yarsyudun". Orang yang mencapai level rasyid saat melakukan segala hal telah mendasarinya pada ajaran dan hukum Allah sehingga saat ia berkata dan berbuat seolah telah berada dalam petunjuk Allah SWT. Dan sekali lagi bahwa keadaan dan kondisi seperti itu bukanlah tanpa usaha, namun melalui tahapan yang panjang dan butuh kesabaran, ketekunan serta kearifan terutama terkait dengan keragaman yang ada.

Demikianlah beberapa upaya dan penafsiran untuk menjadikan hari idul fitri yang kita rayakan setiap tahunnya akan membawa arti bagi kita setelah melaluinya dan mengena bagi kepribadian diri yang lebih baik.

Minal 'aidin wal faizin. Taqabbalallahu minna wa minkum. Kullu 'amin wa nahnu bikhairin. Selamat hari raya IDUL FITRI 1433 H, Mohon maaf lahir bathin.

Jumat, 13 Juli 2012

Nikmatnya BERSEDEKAH

By : Rijal Muhammad

Uniknya Ibadah PUASA

By : Rijal Muhammad

Puasa adalah satu dari sekian ibadah lain yang diperintahkan Allah swt untuk kita laksanakan. Ibadah yang satu ini memang termasuk ibadah yang paling tua, karena secara praktek pernah dilakukan oleh manusia pertama Adam as dan istrinya sebagai penebus kesalahan yang pernah dibuatnya. Berlanjut ke zaman berikutnya bahkan hingga kini, praktek puasa masih tetap dilaksanakan meskipun dalam rincian teknis pelaksanaannya tidak sama persis dengan puasa yang dilakukan oleh ummat Islam di bulan Ramadhan.

Salah satu yang membuat puasa menjadi sangat penting untuk dilakukan adalah termasuknya ibadah ini sebagai salah satu rukun Islam yang harus dijalankan. Sebagian orang ada yang menganalogikan puasa seperti genteng bagi sebuah rumah. Jika syahadat adalah seperti pondasi, sholat sebagai tiangnya, zakat sebagai kamar kecilnya (baca : WC), haji sebagai aksesoris atau pelengkap rumah seperti televisi, kendaraan dan lain sebagainya, maka puasa adalah ibarat gentengnya. Dalam salah hadits hadits juga dikatakan bahwa puasa itu ibarat prisai atau tameng yang berfungsi untuk melindungi. Maka, kalau kondisi ruangan dalam rumah bisa terlindungi oleh adanya genteng baik karena terik matahari atau air hujan, puasa adalah ibarat perisai bagi pelakunya dari melakukan keburukan apapun karena kesadaran ke-Tuhanan yang mendalam bagi orang yang menghayati ibadah puasa itu.

Berikut ini adalah beberapa analisa terkait dengan keunikan dan spesialnya ibadah puasa dibanding yang lain.

1. Keunikan puasa dilihat dari segi redaksi perintahnya

Seluruh perintah ibadah biasanya dilakukan dengan penyebutan bentuk perintah itu sendiri. Allah dengan tegas menyebut diri-Nya sebagai Tokoh yang memerintahkan ibadah kepada hamba-Nya. Seperti shalat misalnya, bentuk perintahnya langsung seperti yang sering dijumpai dalam al-Qur'an, "aqimus shalata" lakukanlah shlat. Demikan juga seperti zakat, "wa aatuz zakaata" tunaikanlah zakat atau juga haji "wa atimmul hajja wal umrata lillah" sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah SWT. Jadi, nyaris semua ibadah yang disebut Allah untuk kita lakukan dengan melakukan perintah secara langsung dan jelas bahwa Allah SWT yang menyebut Dzatnya sebagai Yang Memerintah. Kecuali puasa.

Lantas bagaimana dengan puasa?. Perintah puasa termasuk ibadah yang tidak dinyatakan oleh Allah secara tegas dan aktif tentang keberadaannya sebagai ibadah yang harus kita lakukan. Lihat saja misalnya QS. Albaqarah ayat 183 itu, "Hai orang yang beriman diwajibkan -diperlukan- atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan -diperlukan- atas orang lain sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa". Kata diwajibkan yang maksudnya adalah diperlukan mengindikasikan bahwa perintah tersebut dilakukan secara pasif karena tidak menyebutkan tokoh yang memerintahkannya. Meskipun kalau kita bilang bahwa Allah SWT lah yang memerintahkannya juga tidak salah jawabannya, tapi tentunya Allah pun memiliki maksud dengan pemilihan redaksi semacam itu. Salah satu yang bisa kita petik hikmahnya adalah bahwa seandainya puasa itu tidak diwajibkan oleh Allah secara langsung, maka kitalah sebagai makhluk atau manusia yang mewajibkan diri kita untuk melakukan puasa itu, karena pertimbangan manfaatnya bahkan kebutuhannya yang begitu penting.

Dan ternyata, menurut riwayatnya orang-orang terdahulu pun melakukan puasa bukan berdasarkan perintah dari tuhannya tapi dari tokoh atau pemukanya ketika itu. Karena itu, bisa kita lihat saat ini kebutuhan orang untuk melakukan puasa tidak hanya dilihat dari segi ibadah yang dilakukan karena perintah agama, namun ada motivasi dan niat yang lain dalam melakukannya seperti diet untuk kesehatan dan lain-lain.

2. Puasa dan kesehatan

Salah satu pentingya ibadah puasa seperti yang dijelaskan pada point pertama adalah tentang manfaat puasa bagi kesehatan. Rasanya tidak ada yang menyangkal lagi bahwa puasa sangat baik untuk kesehatan. Nabi Muhammad SAW pun menyatakan "berpuasalah maka kamu akan sehat". Kesehatan disini sebetulnya tidak hanya kepada fisik namun juga psikis, mental dan kejiwaan yang tak kalah perlu untuk menjadi sehat.

Dari segi manfaat kesehatan fisik, puasa bisa dilihat dari keterangan berikut. Pada keadaan normal energi yang kita gunakan untuk beraktifitas berasal dari makanan dan minuman yang kita konsumsi. Pada saat kita puasa, maka kita hanya mengandalkan yang kita konsumsi saat sahur. Karena itu, sunnahnya adalah kita mengakhirkan makan sahur dan menyegerakan berbuka supaya lebih efektif saat kita berpuasa siangnya. Nah, saat puasa itu, kita tidak mendapat asupan makanan lagi yang membuat kita menjadi lapar dan haus. Disinilah sistem atau fitrah yang dibuat oleh Allah yang disebut sistem autolisis. Sistem ini bekerja saat otak memberi instruksi lapar yang kemudian tidak dilanjutkan dengan makan atau minum (puasa). Ketika itu, sistem autolisis ini akan mengambil energi dari glikogen yang ada dalam darah. Kalau glikogen ini sudah berkurang, maka akan dilanjutkan dengan mencari sel-sel yang mati atau rusak secara otomatis karena sistem autolisis ini dirancang Allah dengan mekanisme kerja yang sudah diketahui tentang apa dan bagaimana selanjutnya. Jika sel-sel dalam tubuh yang rusak dan mati sudah tidak ada, maka sistem ini akan melanjutkan kerjanya membakar timbunan lemak yang ada didalam tubuh yang merupakan penyumbang penyakit yang berbahaya bagi tubuh. Selanjutnya, hasil sel-sel yang rusak dan mati itu serta hasil pembakaran lemak akan dibawa kehati kemudian racun-racun tersebut disaring secara aktif untuk kemudian dikeluarakan, itulah yang disebut dengan proses detoksifikasi. Demikian setidaknya yang bisa kita ketahui dari manfaat puasa untuk kesehatan.

3. Puasa dengan character building dan sisi spiritual

Disamping manfaat yang kita dapat dari segi fisik dan kesehatan, puasa juga tak kalah penting manfaat dan rahasianya terkait dengan pembentukan mental yang lebih baik. Rasa peduli terhadap sesama terutama dengan mereka yang lebih banyak laparnya dibanding kenyangnya, benar-benar kita rasakan dan lakukan selama sebulan penuh yang semestinya akan membekas dalam emosi dan perasaan kita. Kepedulian kita juga kita buktikan dengan membayar zakat dan jenis sedekah yang lain yang kita berikan kepada mereka yang lebih membutuhkan.

Omnipresent, kesadaran akan ke-Tuhanan memang selayaknya benar-benar meresap dan membekas hingga kemudian akan mempengaruhi prilaku kita baik ucapan dan perbuatan. Karena memang saat berpuasa, kita betul-betul mempersembahkannya untuk Allah SWT. Terkait dengan ini, ada sebuah hadits qudsi yang cukup masyhur bahwa, "semua amal manusia itu untuknya, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya".

Hadits qudsi ini sempat memberikan beberapa petanyaan. Misalnya, mengapa cuma puasa?, bukankah shalat, zakat, haji, umrah, zikir, sedekah dan lain-lain juga kita lakukan untuk Allah? Lantas apa makna bahwa semua amal seseorang itu untuknya, padahal semua niat dilakukan demi dan karena Allah.

Untuk menjawab ini memang harus melakukan kajian dan penafsirannya. Diantara rahasia puasa sehingga menjadi spesial dan berbeda dengan ibadah yang lain antara lain yaitu :

a. Puasa tidak bisa dimasuki riya.

Bagaimana seseorang bisa berbuat riya pada saat puasa, karena hakikatnya cuma dia dan Allah yang tahu. Tidak bisa seseorang misalnya ingin membuktikan puasa dengan berkata, "aku sedang puasa lo..nih lihat bibirku pecah-pecah.. atau "aku sedang berpuasa lo.. berat badanku saja sudah turun..". Rasanya ucapan itu akan menjadi sia-sia dan tak berguna jika tujuannya untuk mencari simpatik orang. Berbanding terbalik misalnya dengan ibadah yang lain, seperti shalat yang mungkin saja termasuki oleh sifat riya. Zakat juga demikian apalagi haji yang sangat nampak sisi sosialnya sehingga membuat hati bisa jadi terkotori oleh niat yang salah. Puasa yang sejati tidak akan memiliki dampak seperti itu.

Karena amal ibadah selain puasa itu jika dilakukan tidak karena Allah tidak akan mendapatkan ganjarannya, maka ketiadaan ganjaran itu akan kembali untuk orang itu. Berbeda dengan puasa, karena puasa itu saat dilakukan demi dan karena Allah maka bentuk ganjarannya sepenuhnya ada dalam kuasa-Nya.

b. Puasa tidak pernah dijadikan alat syirik.

Dalam riwayat yang ada, bahwa sejak dahulu pun tidak pernah dijumpai bahwa puasa dijadikan sebagai wasilah atau sarana beribadah seseorang terhadap dewa atau tuhannya. Hanya dalam Islam yang menjadikan puasa sebagai sarana penghambaan yang hakiki antara hamba dengan Tuhannya, Allah SWT.

c. Pahala puasa tak terhingga.

Segala sesuatu berupa amal ibadah yang dilakukan seorang muslim pasti dengan sendirinya akan mendatangkan pahala atau ganjaran dari Allah SWT. Ganjaran tersebut boleh dibilang sebagai apresiasi Allah kepada hambanya yang istiqamah menjalankan ajaran-Nya, meskipun pahala itu tidak menjadi penentu utama seseorang meraih kebahagian hakiki berupa surga.

Terkait dengan ganjaran puasa, kalau ibadah yang lain sudah dijelaskan ganjarannya mulai dari 10 hingga 700 kali lipat. Namun puasa, sama sekali tidak dijelaskan. Allah cuma menegaskan bahwa hanya Dialah yang akan mengganjarnya. Kenapa demikian? karena puasa sudah dinisbatkan hanya milik-Nya dan tentunya Dia yang mengetahui persis kualitas puasa yang dipersembahkan oleh hamba-Nya. Makanya kualitas puasa seseorang akan sangat berbeda disisi Allah yang juga akan mempengaruhi kualiats ganjaran puasa tersebut.

d. Puasa itu ibadah yang meniru dan meneladani sifat Allah

Sifat Allah yang ditiru dan diteladani pada saat orang berpuasa adalah dengan tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan intim. Paling tidak tiga sifat pokok dan utama yang menjadi kebutuhan dasar manusia ini yang dikekang pada saat puasa, meski ada banyak hal juga yang harus dikekang saat puasa.

Makan, minum dan berhubungan intim adalah perbuatan yang tidak dilakukan Allah SWT. Saat kita puasa kita berupaya untuk meneladani sifat tersebut bahkan kita dianjurkan untuk memberi makan kepada orang yang berpuasa yang merupakan kelanjutan dari sfat Allah yang lain. Jika puasa adalah meneladani-Nya, maka sudah seyogyanya Allah mengklaim bahwa puasa itu adalah milik-Nya dan Dialah yang mengetahui persis siapa yang paling terbaik dalam meneladani sifat-Nya tersebut.

e. Setiap amal memiliki kafarat kecuali puasa

Dalam sebuah hadits Nabi dikatakan bahwa setiap amal manusia itu memiliki kafarat. setiap amal seseorang itu akan berlaku qisas terhadapnya. Nanti, disaat hari kiamat ada seseorang yang membawa ganjaran pahala amal ibadahnya hingga sebesar gunung, kemudian ada yang datang mengadu kalau ia pernah disakiti, dizalimi, dan ambil hak-haknya. Ketika itu dia menuntut kepada orang yang membawa pahalanya yang sebesar gunung itu. Kemudian Allah akan memotong pahala kebaikannya itu sesuai dengan banyaknya dosa dan kesalahan kepada orang yang dizaliminya itu. Sehingga jikalau kebaikannya itu habis oleh dosa-dosanya, maka akan diambil dari keburukan orang yang pernah dizalimi dan akan dilemparkan kepadanya.

Kecuali puasa. Allah akan menyimpan ganjaran puasa itu sebagai investasi yang tidak bisa diganggu gugat. Allah akan berbuat dengan nilai puasa itu kepada orang yang pernah melakukannya.

f. Puasa adalah ibadah empati

Apa yang melatarbelakngi bahwa empati itu adalah sebuah alasan sehingga puasa menjadi ibadah yang spesial. Kiranya salah satu dialog antara Allah dan Nabi Musa ‘alayhis-salam bisa menjelaskan hal ini. Suatu kali Allah bertanya kepada Nabi Musa: “Wahai Musa, mana ibadahmu untuk-Ku?”. Maka dengan segera Nabi Musa menjawab: “Sesungguhnya semua ibadahku adalah untuk-Mu, Ya Allah.” “Tidak demikian halnya, Wahai Musa,” Allah menukas, “semua ibadahmu itu tak lain untukmu sendiri.” Dalam kebingungan, Nabi Musa bertanya, “Gerangan apakah ibadahku untuk-Mu?” Maka Allah menjawab: “Memasukkan rasa bahagia kepada orang yang hancur hatinya.”

Dialog Allah dengan Nabi Musa ini dengan gamblang menjelaskan alasan mengapa Allah menjadikan puasa sebagai satu-satunya ibadah manusia untuk-Nya. Yakni, adalah ibadah puasda yang hikmahnya mendorong pelakunya untuk memiliki empati kepada fakir-miskin dan, dengan demikian, berupaya untuk melakukan upaya-upaya mengatasi kemiskinan dan kefakiran mereka.

Sebuah hadis persis mengajarkan kepada kita mengenai hal ini:

“Hikmah yang terdapat dalam ibadah puasa adalah agar ... Allah memberikan persamaan antara hamba-Nya, agar orang kaya bisa merasakan kepedihan lapar dan rasa sakitnya, agar mereka dapat merendahkan hatinya di hadapan orang lemah, dan mengasihani yang fakir."

Dalam analisis selanjutnya, puasa dapat disebut sebagai bentuk atau manifestasi paling lengkap dari keberagamaan kita. Pernah ulama besar Nusantara, Syekh Yusuf Makassari, menjalin beberapa hadis untuk menunjukkan apa sebenarnya hakikat agama itu.

“Agama adalah mengenal Allah (ma’rifatul-lah). Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih sayang (silatur¬ra¬him). Dan silaturrahim adalah ‘memasukkan rasa bahagia di hati saudara (sesama) kita (idkhalus-surur fi qalbil-ikhwan)’”.

Dari jalinan hadis tersebut di atas tampil dengan jelas betapa sesungguhnya hakikat-puncak keberagamaan adalah berbuat baik kepada sesama manusia, menghilangkan kesulitan dan mendatangkan kebahagiaan mereka.

Demikian beberapa kekhususan ibadah puasa jika dibanding dengan ibadah yang lain menyangkut keistimewaannya disisi Allah SWT. Sungguh beruntung orang-orang yang berpuasa atas dasar iman dan ihtisaban. Dan sungguh merugi serugi-ruginya yang tidak pernah megetahui, melakukan dan mengamalkan nilai-nilai puasa yang istimewa itu. Puasa yang benar akan menghantarkan orang menjadi taqwa. Orang yang bertaqwa tak ada ganjaran yang paling tepat selain surganya Allah SWT. Semoga Allah merahmati dan mengampuni kita semua.

Selasa, 12 Juni 2012

Semua DO'A Terijabah, Tapi..

By : Rijal Muhammad

Judul ini terambil dari firman Allah yang menyatakan " berdo'alah kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan". Tidak ada penjelasan embel-embel memang setelah pernyataan itu seperi kata "tapi" pada judul tulisan ini. Pernyataan Allah itu seolah menegaskan bahwa semua do'a itu pasti di ijabah. Nah, dalam kenyataannya kita sering menjumpai atau menganalisa do'a-do'a mana saja yang telah atau belum terkabul, sehingga menggelitik pikiran kita tentang do'a yang kita lakukan itu. Benarkah semua do'a terkabul?











Kita, Kepada ORANG TUA

By : Rijal Muhammad

Jika kita saat ini telah menjadi orang tua, maka kita bisa membayangkan betapa beratnya, susahnya, sedihnya, berkorbannya, disamping juga bahagianya, saat mereka memelihara dan mendidik kita terutama saat kita masih kecil dan belum mandiri. Kita bisa merasakan besarnya pengorbanan mereka saat kita membandingkan dengan kita yang sedang memelihara, mengurus, mendidik dan membesarkan anak-anak kita.

Luar biasa yang namanya mengurus dan memelihara anak itu, apalagi jika kita berkorban untuk membentuknya menjadi anak yang sehat baik pertumbuhan fisiknya, mentalnya juga kecerdasannya. Perlu upaya yang keras dan penuh kesabaran tinggi untuk meraihnya. Sebagai orang tua tentunya siapapun memiliki harapan yang sama, namun tidak semua orang tua mampu menjalaninya. Maka, jika kita berkomitmen untuk mencetak anak yang seperti dijelaskan diatas, sudah bisa dibayangkan betapa besar upaya dan pengorbanan orang tua baik dari segi materi, waktu, tenaga dan lain sebagainya yang sulit diukur dan diganti dengan apapun.

Bisakah kita membayangkan pengorbanan orang tua kita yang mampu mengurus dan mendidik kita sehingga kita menjadi seperti sekarang ini? Pasti kita banyak mendengar dan mengetahui betapa besarnya perjuangan orang tua kita untuk mengurus kita saat kecil dengan cerita yang mereka sampaikan. Kalau kita sudah sepenuhnya sadar dan mampu membayangkan besarnya pengorbanan orang tua kita, maka ketahuilah, tidak ada satupun kata atau ribuan kata yang kita rangkai untuk membalas jasa-jasa mereka. Tidak bisa rasanya kita ganti pengorbanan orang tua kita dengan jumlah rupiah yang kita berikan. Tidak ada satupun yang bisa dijadikan sebagai barter untuk mengganti jasa-jasanya selain berbuat bakti dan ihsan kepadanya.

Ihsan dan birrul walidain, demikian yang dijelaskan Agama untuk membalas jasa-jasa orang tua kita. Birrul walidain adalah bentuk ketaatan dan bakti kita kepada mereka dan ihsan adalah upaya memberikan yang lebih baik, baik secara kualitas dan kuantitas kepada mereka, dari apa yang mereka telah berikan kepada kita. Maka dalam tulisan ini akan dipaparkan pesan Allah yang dituangkan dalam kalam-Nya di al-Qur'an tentang hal-hal yang menyangkut sikap kita kepada orang tua kita.









Senin, 14 Mei 2012

Inspirasi RENUNGAN

By : Rijal Muhammad

Excuse, apology dan jenis pembelaan diri yang lain adalah salah satu alat untuk menutupi kejujuran dan kebenaran fakta.


Tidak merasa benar sendiri dan mau menghormati segala perbedaan adalah bagian dari cara kita mampu bersinergi dengan siapapun.


Penyakit kemanusiaan yang paling cepat mendapatkan hukuman dan pelajaran dari-Nya adalah kesombongan.

Kebohongan adalah salah satu penyebab hilangnya keajaiban berkah

Salah satu yang sangat sulit dilakukan oleh manusia adalah melihat kebaikan dari sesuatu yang terlihat buruk


Kepedulian dan perhatian yang disampaikan dengan basa-basi nyaris mirip dengan kebohongan


Kebaikan terkadang menghapus kebaikan yang lain dan cara menghapus kebaikan itu menggunakan cara yang tidak baik

Kecendrungan fitrah manusia sebetulnya selalu mengarah pada kebaikan, namun karena kekurangtahuan dan kekurangbijaksanaan membuat manusia melakukan kesalahan dan hal-hal tidak baik


Sesuatu yang dianggap baik atau buruk disuatu tempat bisa jadi tidak dianggap demikian ditempat lain

Mengintimidasi orang agar hormat dan tunduk pada kita akan membentuk orang itu menjadi tidak hormat dan runduk

Semua Doa yang dimulai "RABBANA"

By : Rijal Muhammad

Apa Yang Di Mohonkan NABI IBRAHIM AS

By : Rijal Muhammad

Ayat-ayat PERUMPAMAAN dalam al-Qur'an

By : Rijal Muhammad

Pengagungan Allah kepada Nabi Muhammad SAW

By : Rijal Muhammad

Senin, 02 April 2012

Mengenal KELEMAHAN Manusia Dalam al-Qur'an

By : Rijal Muhammad

Manusia memang diciptakan Allah sebagai makhluk yang terbaik dari segi penciptaannya. Manusia di anugerahi akal dan nafsu yang karenanya bisa membawanya pada kebahagiaan termasuk juga pada kesengsaraan, baik di dunia terutama di akhirat. Dalam kesempurnaan penciptaan manusia, terselip juga celah kelemahan dan kekurangan manusia yang harus dipelajari, diketahui dan diantisipasi. Tidak mampu mengenali kelemahan diri akan berakibat fatal yaitu akan menghantarkannya pada konsekwensi kedua diatas, yaitu kesengsaraan. Terkait dengan kesengsaraan inilah, tulisan ini dibuat untuk menjadi i'tibar dan renungan bagi pribadi-pribadi yang masih menganggap dirinya pintar namun sebetulnya bodoh. Yang menganggap dirinya benar padahal salah. Yang menganggap dirinya banyak berbuat namun dimata Tuhannya sama sekali tidak. Mengetahui kelemahan akan menjadi kontrol bagi seseorang dalam berucap dan bertindak, termasuk kesadaran yang harus dibangun demi menutupi atau memperbaiki kekurangan itu. Semua kelemahan-kelemahan manusia itu langsung disampaikan oleh Dzat Yang Menciptakan manusia itu sendiri, yaitu Allah swt.

Kelemahan-kelemahan manusia yang diberitahu oleh Allah itu lebih kepada sifat, sikap atau prilaku manusia itu sendiri. Dan sebetulnya kelemahan-kelemahan itu bukan tidak bisa untuk diantisipasi (baca: dihindari dan diperbaiki), namun bisa tidaknya itu bergantung bagaimana kemampuan manusia dalam mengelola akal dan nafsunya. Mengelola akal dan nafsu sekaligus membutuhkan usaha keras supaya berada pada jalur yang diridhoi-Nya. Inilah yang membedakan kita -manusia- dengan malaikat dan iblis.

Semua sifat-sifat yang menjadi titik lemah negatif manusia tidak hanya dimiliki oleh kaum Muslim, meskipun semua keterangan itu berasal dari al-Qur'an. Tapi siapapun manusianya akan tercakup oleh sifat-sifat ini tanpa terkecuali. Diantara sifat-sifat itu :

1. وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ (QS. Hud : 9)

Dan jika Kami rasakan kepada mereka suatu rahmat (baca: nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia berputus asa dan tidak tau berterima kasih. Demikian arti ayat diatas. Ayat ini terkait dengan sifat negatif manusia tersebut, sungguh sangat nyata yang bisa kita saksikan atau bahkan kita rasakan sendiri. Pada saat kita dianugerahi rahmat atau karunia dari-Nya, kita merasakan kegembiraan yang sangat, bahkan melebihi batas kewajaran termasuk berbangga-bangga dengan aneka nikmat tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa Allah -kapanpun Dia mau- akan mengalihkan satu keadaan ke keadaan lain. Dari positif ke negatif, dari senang ke susah, dari untung ke rugi, dari kaya ke miskin, dari semua yang serba mudah hingga merasakan betapa sulitnya membuat mudah sesuatu yang pada saat mudah hal itu dianggap remeh.

Orang yang tidak menyadari hal itu, karena mungkin dia tidak menghadirkan Allah saat mendapatkan nikmat, akan sangat mungkin dihinggapi sifat putus asa dan terkesan tidak pernah tahu berterima kasih. Putus asa melambangkan bahwa seseorang tidak punya mental yang kuat dalam menghadapi segala musibah. Seolah tidak menyadari perubahan hidupnya dari yang serba mudah dan mewah menjadi susah dan hina, hingga akhirnya membawa dirinya menjadi orang yang menyalahkan banyak pihak termasuk mempersalahkan Tuhannya. Dia memprotes Tuhan mengapa ini ditimpakan kepadanya. Mengapa Tuhan begitu kejam hingga memberikan musibah seberat ini. Dan aneka tuduhan lain yang mengesankan bahwa ia seperti orang tidak tahu diri dan berterima kasih. Bukankah Allah masih memberikan nikmat lain yang tidak kalah besar dan penting dengan yang hilang itu ? Inilah kesalahan manusia dalam menyikapi rahmatnya yang hilang yang mampu membuatnya menjadi orang putus asa dan tidak tahu berterima kasih.

Allah menegaskan dalam lanjutan ayat diatas bahwa yang mampu menghalau dan menyikapi secara baik atas kasus demikian adalah, orang-orang yang sabar dan selalu melakukan amal kebajikan. Karena bagi merekalah ampunan dan ganjaran yang besar yang dianugerahi oleh Allah swt.

2. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ (QS. Ibrahim : 34)

Arti secara lengkap ayat diatas adalah "Dan Dia telah menganugerahkan kepada kamu dari segala apa yang kamu pinta. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, nisacaya tidak akan bisa menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat dzolim dan kufur". Dzolim dan kafir atau kufur adalah penyakit yang sangat mudah dilakukan manusia. Bukankah bapak kita Adam as, diturunkan dari jannah ke bumi karena ia telah berlaku dzolim kepada dirinya dengan melanggar perintah Allah. Dzolim adalah menempatkan atau melakukan sesuatu yang bukan semestinya. Memang perbuatan dzolim itu terkait dengan perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan manusia, baik kemaksiatan itu kepada Allah atau kepada sesama.

Dalam konteks ayat ini, perbuatan dzolim itu menyangkut perilaku manusia yang menghalangi orang lain memperoleh haknya, atau mengambil melebihi dari yang semestinya dia ambil, atau melakukan tabdzir yaitu menyianyiakan sesuatu. Semuanya berkaitan erat dengan nikmat yang Allah berikan. Coba bayangkan berapa banyak makanan orang-orang kaya yang tersisa kemudian terbuang percuma disaat begitu banyak orang lain merasakan kelaparan. Coba lihat berapa milyar mungkin anggaran yang disiapkan oleh negara untuk memproduksi senjata, padahal jika dana itu dialokasikan untuk membantu negara miskin akan sangat berarti dalam menanggulangi kemiskinan itu dan merasakan hidup yang lebih layak. Ini bagian dari sifat dzolim. Dan sifat dzolim ini sejalan dengan sifat kufur yaitu sangat mengingkari dan mensyukuri nikmat Allah.

Andai setiap orang kaya mau mengeluarkan zakat dan sedekahnya. Andai setiap orang enggan untuk korupsi atau enggan mengambil yang bukan haknya. Andai setiap orang punya kesadaran untuk berbagi dengan sesama yang kurang beruntung. Andai setiap orang yang dipercaya memimpin bangsa ini begitu amanah dan tanggung jawab pada rakyatnya, niscaya kemajuan dan kemakmuran bisa tercapai. Namun berharap demikian -apalagi dizaman seperti sekarang ini- seolah menjadi sulit kalau kita enggan berkata mustahil.

Namun sebagai manusia, perbuatan dzolim dan kufur nikmat itu bukan sebagai jalan akhir yang tidak ada ujungnya. Betapapun manusia sedemikian durhakanya kepada Allah, sesungguhnya Dia masih membuka pintu pemaafan bagi mereka dan tetap mencurahkan rahmat-Nya. Yang penting, menyadari kedzoliman yang pernah dia lakukan sambil berdoa seperti doanya nabi Adam " Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mendzolimi diri kami, jika Engkau tidak mengampuni kami dan merahmati kami, niscaya kami menjadi makhluk-Mu yang rugi".


3. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ (QS. Annahl : 4)

Arti ayat ini adalah bahwa "manusia diciptakan dari air mani, kemudian tiba-tiba ia jadi pembangkang (pembantah) yang nyata". Tafsiran ayat ini memang menjelaskan tentang bangkangan atau bantahan sebagian manusia tentang hakikat dirinya, Tuhannya serta keras kepala dalam menghadapi siapapun. Mereka membantah tentang keesaan Allah. Mereka membantah adanya hari kebangkitan. Mereka mempertanyakan siapa yang menghhidupkan tulang-belulang yang sudah berserakan ini?. Dia tidak menyadari bahwa dirinya juga hidup berasal dari setetes mani yang sangat remeh dan menjijikkan jika dilihat dari keadaan zahirnya.

Sifat membangkang, menentang atau membantah ini juga sebetulnya tidak tertuju kepada Tuhannya saja, namun juga berlaku umum yang bisa disaksikan dalam kehidupan masyarakat. Banyak pihak, baik secara sadar maupun tidak, baik secara terlihat maupun tersembunyi, yang enggan menerima kebenaran. Dia asyik dengan idealismenya yang egois dan hampa itu. Memang sifat membangkang itu merupakan ciri orang yang tidak tahu diri. Dan parahnya lagi bahwa pembangkangan itu sudah menjadi nyata, artinya bahwa prilakunya itu dilakukan tanpa merasa khawatir atau takut dinilai negatif oleh orang lain. Maka untuk mengekang prilaku negatif ini, seseorang hatus tahu dari apa dia berasal, untuk apa ia dicipta dan akan kemana ia setelah tiada. Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dikaji oleh siapapun agar memahami makna hidup lebih dalam.


4. وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا (QS. Alisra : 11)

Terjemahan secara lengkap ayat ini adalah "Dan manusia berdo'a untuk kejahatan sebagaimana ajakannya untuk kebaikan. Dan manusia itu bersifat sangat tergesa-gesa. A'jul berarti mengharapkan sesuatu yang belum sampai waktunya. Karenanya, ajul juga berarti sifat tergesa-gesa, buru-buru, melakukan secara cepat karena dorongan nafsu dan tanpa perhitungan, tidak sabaran dan mengharap sesuatu secara instan.

Sifat yang satu ini begitu sangat kentaranya ditengah kehidupan kita. Beragam orang dengan segala harapan dan ekspektasinya yang dilakukan dengan penuh ketergesaan. Yang ingin bekerja baik swasta maupun negeri, melakukan suap sana suap sini. Yang ingin menikah tidak menunggu persiapan yang lebih matang, baik mental dan keuangan hingga melakukan "hubungan" yang lebih awal tanpa ikatan. Yang ingin sukses dan kaya bukan melakukan usaha giat dan sungguh-sungguh, tapi melakukan kongkalikong dengan cara korupsi dan bagi-bagi "kue". Yang ingin memiliki nama dan ketenaran melakukan jalan pintas dengan mengorbankan segala cara termasuk eksploitasi tubuh. Ini beberapa kasus dari sifat ketergesa-gesaan manusia. Jelas bahwa contoh-contoh tersebut tidak bisa dibenarkan, karena Allah swt selalu mengajarkan kepada kita untuk melakukan sesuatu dengan melalui proses. Apa contohnya, misalnya saat Allah ingin menghendaki sesuatu untuk terjadi, Dia berfirman "كن فيكون". Yang bisa kita pelajari dari ayat ini bukan seperti bim salabim abrah kadabrah begitu diucap langsung ada. Tapi kata "fa yakuunu" disitu mengandung masa istiqbal atau yang akan datang sehingga mafhumnya adalah bahwa segala sesuatu yang tercipta juga membutuhkan waktu untuk terjadi. Bukan Allah tidak mampu untuk langsung mengadakannya, tapi sekali lagi, Allah ingin menekankan kepada prosesnya yang patut diketahui dan dihayati oleh makhluk-Nya terutama manusia.

Karena sedemikian pentingnya proses itu, maka kita harus menyikapinya dengan penuh kesabaran. Karena saat kita tidak berproses dalam hal apapun, berarti kita akan menyalahi sunnatullah yang berlaku umum ditengah kehidupan ini dan akan mengantarkan kita pada kehinaan dan ketidakmatangan. Ingatlah bahwa perlahan yang menghantarkan pada keberhasilan itu datang dari Allah sedangkan ketergesaan yang didasari nafsu dan tidak penuh pertimbangan sehingga mengantarkan orang pada keburukan berasal dari syetan.

5. وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا (QS. Alisra : 100)

Terjemahan yang lengkap dari penggalan ayat diatas adalah, "katakanlah, kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya kamu tahan karena takut mebelanjakannya. Dan manusia itu sangatlah kikir. Ayat ini sebenarnya menjelaskan pengandaian makhluk, bahwa mereka jika memiliki kekuasaan untuk menurunkan rahmat berupa rezeki kepada yang lain maka rahmat berupa rezeki itu akan ditahan. Kenapa? karena watak mereka sebenarnya pelit. Namun ayat ini hanyalah pengandaian yang tidak mungkin terjadi dalam kenyataannya karena dalam ayat ini menggunakan kata "لو" untuk menunjuk makna kemustahilan.

Pelit itu menjadi tanda kelemahan manusia. Karena mereka pelit maka mereka akan merasa sayang untuk membelanjakannya atau membagikannya kepada yang lain. Kalau manusia diberi kuasa untuk itu (baca: menurunkan rahmat berupa rezeki) sedangkan mereka bersifat pelit maka akan "jomplanglah" kehidupan ini. Kata "qaturan" pada ayat ini berarti sifat bakhil sampai pada menahan sesuatu untuk diberikan meskipun sesuatu itu merupakan keperluannya. Kita bisa menyebut bakhil kuadrat karena yang semestinya ia keluarkan pun karena merupakan keperluannya juga ditahnnya. Memang bisa jadi dalam logikanya orang yang pelit, bahwa sesuatu yang didapat secara susah dan berat tidak harus keluar secara cepat apalagi bukan untuk kepentingan dirinya. Mungkin sebagian bisa memaklumi, tapi kalau sudah menahan untuk memberi padahal itu merupakan kebutuhan dan tanggung jawabnya, patut juga dipertanyakan. Allah swt mengajarkan kepada kita untuk tidak bersifat terlalu bakhil namun juga jangan terlampau royal karena keduanya akan menimbulkan kehinaan dan kesusahan. Dalam lgika Agama, seseorang tidak usah terlalu bakhil karena harta dan semua yang dia keluarkan hakikatnya untuk simpanan dirinya dan harus meyakini bahwa ditengah rezeki yang dikeluarkan akan menanti rezeki lain yang telah dipersiapkan Allah. Maka keyakinan kita bahwa semua rezeki itu diatur oleh Allah swt, akan membuat kita lebih bijak dalam mencari dan membelanjakannya karena Allah Yang Maha Kaya dan Memberi.

7. وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا (QS. Alkahfi : 54)

Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang untuk membuat macam-macam perumpamaan bagi manusia didalam al-Qur'an ini. Dan manusia itu adalah makhluk yang paling banyak membantah. Kata yang paling banyak membantah mengesankan bahwa ada makhluk lain yang juga melakukan kegiatan yang sama namun manusialah yang paling banyak. Sejatinya, banyaknya perumpamaan yang dibuat Allah dalam al-Qur'an itu menjadi nasihat dan peringatan sehingga kita menyadari sepenuhnya hal-hal yang diperumpamakan itu. Namun begitulah karakter manusia, bukannya mengambil pelajaran malah melecehkan dan membantahnya.

Gambaran karakter ini memang tidak semua orang melakoninya. Tapi semua orang pun punya kesempatan yang sama untuk bisa melakukannya. Pernahkan Anda mendengar pernyataan orang, "untuk apa sih sholat itu..? mereka yang sholat pun tidak merubah sifat buruknya malah lebih baik saya meski tidak sholat tapi tidak jahat sama orang". Atau ucapan yang lain, "untuk apa sih babi diharamkan..? karena yang terbiasa makan babi pun dampaknya tidak seseram yang diinformasikan". Atau mungkin ucapan yang ini, " kenapa sih berzina diharamkan..? padahal kami melakukannya senang sama senang dan satu dengan yang lain tidak ada yang merasa dirugikan". Masih banyak jenis dan contoh bantahan yang bisa dilakukan oleh manusia. Kalau ajaran-ajaran Allah saja dengan sangat berani dan tegas membantahnya maka sudah bisa dibayangkan jika dengan sesamanya.

Membantah yang merupakan karakter manusia bisa jadi didasari karena manusia itu memiliki akal dan nafsu. Setiap akal dan nafsu seseorang pada dasarnya menginginkan arah tertentu sesuai kemauannya. Pada saat kemauannya itu berbenturan dengan kemauan orang lain -baik secara pribadi ataupun dalam kelompoknya- maka sifat dasar itu akan menuntut haknya yang terbelenggu maka jadilah dia membantah. Tapi ingat, bahwa selain akal dan nafsu, manusia juga dikaruniai hati. Akal untuk mengarahkan keinginan, nafsu untuk memperkuatnya dan hati untuk merenungi, mengarahkan dan menentukan baik buruknya. Kalau hanya akal dan nafsu tanpa melibatkan hati maka yang terjadi adalah segala keinginan yang belum tentu baik buruknya. Sebagai makhluk yang dianugerahi memiliki kemauan dan keinginan, maka Allah memberikan rambu-rambu-Nya dalam al-Qur'an agar keinginan tersebut tidak mengarah pada keburukan dan kesesatan. Maka jika keinginan kita berbenturan dengan kemauan Allah, maka stop berbantah dan patuhilah ajaran-Nya, karena itu yang terbaik. Hanya yang benar-benar ber-Islam yang akan sanggup berkata "sami'na wa atha'na".

8. لَا يَسْأَمُ الْإِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ (QS. Fussilat : 49)

Manusia biasanya tak pernah merasa jenuh untuk berdo'a mengharapkan kebaikan, namun saat ditimpa keburukan lalu begitu mudah putus asa dan hilang harapan. Demikian kurang lebih terjemah ayat ini.

Setiap orang memang selalu mengharapkan kebaikan atau kesenangan untuk dirinya, karenanya dia berdoa. Berdoa mengharapkan kesehatan, keluasan rezeki, kelancaran dalam berkarir, keharmonisan rumah tangga dan sederet harapan lain yang dia panjatkan. Karena memang Allah Maha Mengabulkan do'a, dia pun meraih apa yang dia pinta itu. Merasa senang dan bahagia karena segala harapan banyak terwujud. Namun kekurangannya sebagai manusia membuatnya tidak siap pada saat kesenangan dan kebahagiaannya itu hilang atau lenyap darinya. Dimulai dari menderita sakit, karir yang bermasalah, rumah tangga yang mulai goyah, kehilangan kendaraan dan sebagainya, yang merupakan musibah atau keburukan yang dialaminya. Maka tatkala menghadapi hal-hal semacam itu, orang biasanya cepat dilanda putus asa baik dari keengganan untuk memperbaiki diri dan merintis kembali nikmat yang raib itu, maupun keengganan untuk mengharap rahmat Allah yang begitu luas.

Rasa putus asa yang nampak kala seseorang tak siap menerima musibah dan keburukan yang dirasakannya itu, ditandai dengan sifat malas dan cenderung pasrah tanpa banyak berbuat. Kemalasannya itu juga nampak dengan tidak ada gairah melaksanakan ibadah seperti ketika dia berada dalam kesenangan. Ibadah dalam bentuk do'a dan sholat seolah tak menjadi senjata ampuh untuk keluar dari masalah, bahkan ada yang menduga sholat sudah tak lagi membawa manfaat karena hanya menghambat orang melakukan aktifitas. Saat seseorang sudah merasakan ibadah tidak lagi nikmat untuk dikerjakan, berdoa, sholat dan ibadah lain sudah tidak lagi penting baginya, sesungguhnya pada keadaan demikian itu merupakan jarak terjauh antara dirinya dengan Allah. Karena apa bedanya dia dengan orang musyrik yang mempunyai keyakinan dan kepercayan lain selain Allah. Apa bedanya dia dengan kaum atheis yang tidak lagi mengganggap keberadaan Tuhan dalam kehidupan. Maka berawal dari sifat putus harapan dan rahmat dari Allah ini akan menghantarkannya meraih keburukan dan kesesatan yang sebenarnya.

Allah mengingatkan dalam kalam suci-Nya, bahwa janganlah kita terlampau sedih dan meratapi atas apapun yang hilang dari kita seperti kita juga jangan terlampau senang hingga lupa daratan karena mendapat semua hal yang membahagiakan. Allah mengajarkan jalan tengah dalam menghadapi kebahagiaan dan kesedihan. Karena perinsipnya tidak ada kebahagiaan yang abadi di dunia ini seperti tidak abadinya kepedihan dan kesusahan. Bahkan kalau kita mau jujur, sejatinya nikmat dan rahmat Allah yang kita rasakan lebih banyak dan lebih lama kita ketimbang kepedihan dan keburukannya. Semuanya berasal dari Allah maka saat ada dan tiada pun semestinya kita mengaitkannya hanya kepada-Nya.

9. إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (QS.Alma'arij :19)

Manusia diciptakan berkeluh kesah. Jika ditimpa kesusahan maka mengeluh dan jika diberi kenikmatan maka menjadi kikir. Lagi lagi, ayat yang menyebut sifat negatif mausia ini mengaitkannya dengan sikap manusia itu terkait dengan kenikmatan (baca: kemudahan dan kesenangan.

Fenomena keluh kesah bagi manusia bisa jadi pernah dikatakan atau dirasakan oleh setiap orang. Kalau kita mau introspeksi mungkin dalam sehari berapa kali kita telah mengucapkan nada-nada bahkan ucapan mengeluh itu karena keadaan atau masalah yang kita alami. Mulai dari hal-hal umum, semisal, pagi hari yang terlihat mendung, siang hari yang begitu terik, jalanan yang terlihat macat, gaji yang telat ditransfer, anak yang memiliki kemauan yang aneh-aneh dan seterusnya. Semua keadaan dan masalah hampir bisa dikeluhkan.

Mengeluh mengindikasikan bahwa seseorang tidak siap menghadapi keadaan atau masalah yang sedang terjadi. Padahal, baik mengeluh atau tidak tidak akan serta merta merubah keadaan atau masalah itu kalau tidak diusahakan atau disikapi dengan baik. Mengeluh yang berlebihan akan mendatangkan murka Allah swt, karena segala yang terjadi, entah itu baik atau buruk pada dasarnya terjadi atas izin-Nya. Seolah-olah orang yang mengeluh itu seperti tidak terima dan ridho pada apa yang Allah telah tetapkan. Kalau bahasa sederhananya, orang yang mengeluh adalah orang yang serba salah. Dia tidak bisa melihat sisi baik dari sesuatu padahal pada orang yang bersikap arif dan penuh kebijaksanaan, ada sesuatu yang baik dari sesuatu yang buruk.

Mengeluh memang sifat asal manusia. Namun demikian, bukan berarti manusia tersebut tidak bisa mengobatinya. Allah menjelaskan dalam lanjutan ayat tersebut, bahwa hanya orang yang sholatlah yang akan terhindar dari sifat ini. Benarkah? banyak orang yang sholat tapi mengeluhnya tidak berhenti. Memang, namun sholat yang dijelaskan Allah adalah sholat yang dilakukan secara kontinyu dan istiqamah, maka orang-orang yang melakukan ini akan mampu untuk tidak mengeluh atau paling tidak seandainya dia mengeluh, dia akan menyikapinya dengan wajar dan biasa saja, sehingga tidak menjadi beban dalam menghadapi kehidupannya.

Bagaimana bisa orang yang sholat terus menerus akan menjadikannya tidak mengeluh?. Inilah pertanyaannya. Pahamilah bahwa mengeluh tanda orang tidak bisa menerima hal-hal yang tidak sesuai dengannya. Mengeluh adalah tanda orang yang tidak ikhlas dengan apa yang terjadi terutama menyangkut dirinya. Mengeluh sejatinya adalah tanda bahwa orang tidak bersyukur atas apa yang menimpanya. Sedangkan sholat adalah bentuk implementasi rasa syukur kita kepada Allah swt. Sholat adalah upaya pengagungan kita kepada Dzat Yang Menentukan semua keadaan makhluk-Nya. Maka yang menjalani sholat dengan penuh konsisten dan istiqamah akan terjaga dari sifat mengeluh itu.
10. كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (QS. Al-'alaq : 6)

Sama sekali tidak, sesungguhnya manusia itu sungguh melampaui batas. Maksud dari sama sekali tidak, menegaskan bahwa pelampauan batas itu tidak diperkenankan. Kenapa manusia ingin melampaui batas, karena dia melihat dirinya merasa cukup seperti yang dijelaskan pada lanjutan ayat diatas.

Merasa cukup adalah modal besar bagi seseorang untuk melampaui batas. Sifat merasa cukup tersebut, bisa jadi karena kepemilikan harta yang tak terhingga atau bisa jadi karena kedudukan, jabatan serta kekuasaan yang memeiliki wewenang untuk menginginkan dan melakukan sesuatu. Tanpa batas, demikian kata yang pantas untuk menggambarkan orang yang melampaui batas tersebut. Lihat saja misalnya, ada orang yang memiliki keluasan harta membangun rumah seluas 2 hektar padahal memiliki anak cuma satu-satunya. Mungkin sebagian Anda akan berkata, itu hak dia dong. Ya, kalau dari segi hak kita tidak punya alasan untuk menyalahinya. Tapi dari segi kenyataan bahwa manusia kala punya uang berlimpah sifat melampauai batasnya akan muncul. Lihat juga misalnya, orang yang memiliki harta berlimpah mampu menghimpun istri lebih dari empat, padahal Allah swt telah membatasinya dengan jumlah maksimal 4 wanita. Masih banyak lagi kasus orang yang memiliki keluasan harta kemudian melakukan hal-hal yang melampauai batas.

Dari sisi kekuasaan dan kedudukan tinggi, seseorang mampu menggunakan kekuasaannya itu untuk melancarkan maksud dan tujuannya. Dia -dengan kekuasaannya- mampu meraup uang yang melebihi dari batas atau standar penghasilan yang telah ditentukan. Dengan kekuasaan ia mampu "menghabisi" orang-orang yang tidak sejalan dengannya. Masih dengan kekuasaan, orang bisa mendobrak tataran nilai, hukum, tradisi yang telah berjalan bahkan baku.

Kedua hal ini, sekali lagi, menjadi modal bagi seseorang untuk melakukan tindakan melampauai batas tersebut. Memang tidak semua orang yang punya harta berlimpah dan kekuasaan yang tinggi pasti akan melampauai batas. Hanya orang-orang yang berbekal pengetahuan dan keyakinan bahwa segalanya akan berakhir dan kembali kepada Allah lah yang mampu mengendalikan harta dan kekuasaan sehingga dia mampu berbuat tanpa melampaui batas. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali. Demikian lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya.

11. إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ (QS. Al-'adiyat : 6)

Sesungguhnya manusia sangat ingkar kepada Tuhannya. Keingkaran ini terkait dengan ketidak pandaian manusia dalam bersyukur atas seluruh nikmat yang diperoleh. Pertanyaan yang patut kita kemukakan adalah, mengapa manusia bisa ingkar atau tidak mensyukuri apa yang dianugerahi Allah?. Jawaban yang bisa kita kemukakan adalah bisa jadi karena orang itu menganggap bahwa apa yang bisa diraihnya itu adalah semata karena usaha dan upayanya. Semua kesuksesan dan keberhasilan terkait dengan kemudahan mencari karunia Allah, tidak dilandasi dan mengaitkan Allah swt sebagai Yang Maha Pemberi.

Alkanud sendiri sebenarnya beararti terputus atau tandus. Maksudnya memutus aliran nikmat itu dengan cara tidak disyukuri dan menahan untuk memberi yang berhak karena kuatnya sifat bakhil. Imam Hasan al-Basri berkata :

الْكَنُود هُوَ الَّذِي يَعُدّ الْمَصَائِب وَيَنْسَى نِعَم اللَّه عَلَيْه
“al Kanud adalah orang yang selalu ingat dan menghitung musibah yang menimpa dirinya, namun dia lupa atau melupakan diri terhadap nikmat Allah yang diberikan kepadanya.

Karenanya, pemahaman dasar tentang Allah sebagai Dzat Pemberi rizki haruslah ditanamkan dalam pemikiran kita. Usaha yang kita lakukan adalah hanya sebagai wasilah bagi kita untuk meraih rizki-Nya. Maka sudah sepatutnya kita tidak usah khawatir pada saat kita mengeluarkan harta kita untuk tujuan berbagi kepada yang berhak, karena didalamya penuh dengan kebaikan dan kebajikan dan pastinya janji Allah bagi orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan-Nya dengan ganjaran yang berlipat.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam semua ayat yang menjelaskan kelemahan sifat manusia, Allah memilih kata al-insan. Padahal dalam kosa kata al-Qur'an ada beberapa kata yang berarti manusia juga seperti annas atau albasyar. Penyebutan kata insan karena menujurus kepada manusia sebagai makhluk psikis yang memiliki mental sikap dan karakternya. Hal ini memungkinkan karena semua kelemahan yang disebut al-Qur'an tersebut lebih menitikberatkan kepada sikap, sifat dan karakter mereka. Kalau demikian, maka sebetulnya semua sifat dan karakter tersebut bisa diantisipasi dan diperbaiki. Karena memang tidak semua orang memeiliki sifat kelemahan-kelemahan tersebut, tidak memiliki bukan karena mereka tidak punya potensi untuk memiliki kelemahan tersebut tapi mereka adalah orang-orang yang mengetahui kelemahan tersebut serta bahayanya, kemudian mereka mengantisipasinya dalam arti menghindari dan atau memperbaikinya supaya kelemahan tersebut tidak menjadi wataknya yang menyatu dengan dirinya.

2. Hampir seluruhnya, ketika Allah menyebut sifat negatif manusia menggunakan wazan/bentuk "فعول" yang kalau dalam ilmu bahasa Arab disebut dengan shigat muballaghah. Sighat muballaghah mengandung arti ke-sangat-an tentang sebuah sifat atau pekerjaan yang dilakukan sehingga bisa disebut orang yang sangat terbiasa mengerjakannya. Contoh, نائم yang berarti orang yang tidur sedangkan نوّام adalah tukang tidur. Makna contoh yang pertama sudah biasa sedangkan yang kedua ada penguatan makna yaitu bahwa orang tersebut sangat sering sekali tidurnya. Nah, dari semua sifat negatif manusia yang Allah sebut itu menggunakan sighat muballaghah, itu berarti bahwa manusia itu sedemikian kuatnya dengan sifat-sifat tersebut sehingga memang perlu usaha yang keras untuk menghindarinya.

3. Jika kita amati, sifat negatif manusia yang dijelaskan oleh Allah itu berkaitan dengan sikap manusia dengan nikmat Allah yang diberikannya. Kebanyakan sifat negatif tersebut muncul saat nikmat itu hilang atau tidak dirasakannya lagi karena berbagai hal. Pelajaran bagi kita, hendaknya bersikap normal, wajar dan tidak terlampau sedih juga pada saat kehilangan sama halnya juga tidak terlampau senang saat punya karena siklus yang abadi adalah ada saat punya dan ada saat tiada. Kita juga harus meyakini bahwa yang kita terima hakikatnya adalah sebuah titipan dan pemberian, sehingga ada dan tiada, banyak atau sedikit mampu kita sikapi dengan benar.

4. Semua kita diberitahu oleh Allah tentang kelemahan kita. Pengetahuan tentang itu semestinya membuat kita harus kuat dalam arti berusaha untuk tidak memiliki sifat yang menjadi titik lemah kita. Kalau justru sebaliknya, sudah memiliki kelemahan kemudian tidak ada upaya untuk memperbaikinya, malah semakin lemah, maka bahaya yang paling nyata adalah menjadi celah paling empuk untuk memberikan syetan masuk kedalam jiwanya. Ada 4 arah dimana syetan bisa merasuk kedalam jiwa kita, depan, belakang, kanan dan kiri. Dari depan syetan bisa menggoda kita dengan hal-hal yang berbau masa depan. Syetan meniupkan api keraguan agar manusia tidak memiliki harapan yang cerah dimasa mendatang. Atau kalaupun ingin meraih masa depan yang cerah syetan meniupkan cara-cara yang salah dan sesat demi meraih kehidupan yang menyenangkan. Dari arah belakang syetan memunculkan api memori dan kejadian-kejadian traumatik yang pernah terjadi, sehingga selalu ada keraguan bagi manusia untuk bisa bangkit dan maju sehingga lahirlah generasi-generasi yang lemah dan tak berpotensi. Dari arah kiri selalu ditiupkan api hasud, iri, dengki, dendam dan lainnya sehingga permusuhan selalu tetap terjadio. Dari arah kanan, syetan meniupkan ide-ide untuk mencari pembenaran agar manusia tidak perlu berzakat, sedekah, haji karena akan mengurangi penghasilan. Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan syetan. Namun ada 2 arah yang tidak tidak dijelaskan yaitu dari arah atas dan bawah. Arah atas merupakan simbol bagi seseorang untuk menjalin hubungan vertikalnya dengan sang Khalik Allah swt. Sedangkan dari arah bawah merupakan gambaran manusia yang menyadari kelemahan dirinya, menyadari keberadaan dirinya, menyadari hal-hal baik dan buruk yang bisa dilakukan atau dihindari, sehingga ia tampil sebagai manusia yang tahu dan sadar terhadap apa yang harus diucapkan dan dilakukan.

Demikian beberapa penjelasan yang terkait dengan sifat negatif manusia sekaligus menjadi titik lemahnya yang senantiasa harus diperbaiki oleh kita. Masih banyak tentunya sifat lain yang Allah jelaskan dalam Kitab-Nya. Semuga pengetahuan ini menyadarkan diri untuk selalu memperbaiki kualitas diri. Amin.

Menguak Rahasia UMUR 40 Tahun

By : Rijal Muhammad

Belajar, Dari HEWAN-HEWAN Yang Disebutkan al-Qur'an

By : Rijal Muhammad

Tentu saja, sesuatu yang disebutkan Allah untuk dijadikan sebagai nama surat bukanlah hal yang biasa-biasa saja atau tidak penting. Urgensi tesebut justru akan terlihat kala kita mempelajari asbabun nuzul baik berupa riwayat, perkataan tokoh atau kejadian-kejadian yang diabadikan Allah dalam kitab suci-Nya, al-Qur'an. Urgensi tersebut mengharuskan kita mengkaji lebih jauh, karena tidak hanya sekedar apa yang dipaparkan dalam al-Qur'an, namun banyak hikmah yang bisa dipelajari dari penamaan nama-nama surat dalam al-Qur'an, salah satunya penyebutan beberapa hewan yang menjadi nama surat dalam al-Qur'an tersebut.


























Membaca TUBUH dan Peningkatan IMAN

By : Rijal Muhammad

Apa yang masih membuat Anda belum yakin bahwa Allah itu benar-benar Ada? Pertanyaan ini akan sangat relatif sekali untuk dijawab oleh masing-masing orang, karena alasan masing-masing pun akan sangat beragam. Bisa jadi alasan sebagian orang sulit membayangkan sesuatu yang abstrak menjadi kongkrit karena selalu ingin mengetahui setelah ia melihat dan merasakan. Bisa jadi karena memiliki tendensi tertentu dengan sebuah doktrin sehingga melihat konsep ketuhanan dalam Islam menjadi sesutau yang irrasional kemudian menjadi apriori. Bisa jadi -meskipun dia seorang Muslim- karena tidak memanfaatkan potensi yang diberikan Allah berupa akal dan hati masih tidak juga merasakan kehadiran atau tanda-tanda atau bukti-bukti yang meyakinkan dirinya bahwa Allah itu ada, dan keberadaannya itu dekat sedekat urat nadi dalam leher.

Sebagai mu'min, tentunya yang menjadi panduan bagi mereka dalam memahami dan meyakini adanya Allah adalah apa yang Dia firmankan dalam al-Qur'an. Misalnya dalam QS. Fushilat : 53 yang berarti "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?". Dalam ayat ini, Allah menegaskan dua objek yang bisa menjadi refrensi bagi manusia untuk melakukan kajian tentang-Nya sehingga menimbulkan keyakinan tentang wujud dan iradah-Nya, yaitu yang ada dalam segenaf ufuk/alam dan yang paling dekat yaitu diri manusia itu sendiri. Nah, pertanyaannya sudahkah kita mau melakukan kajian, renungan, observasi, analisa dan seterusnya yang bisa membuat kita sepenuhnya menyaadari bahwa Allah itu ada.

Memang hakikat Allah mustahil terjangkau oleh akal manusia. Namun perintahnya adalah menyadari kehadiran-Nya dengan melakukan pengamatan mendalam tentang ciptaan-Nya di alam ini, termasuk yang ada pada diri atau tubuh manusia itu sendiri. Misalnya, hal besar yang terjadi pada diri manusia terutama para wanita yang mengalami proses kehamilan. Dijelaskan Allah dalam QS. Almu'minun ayat 12-14 tentang proses wujudnya janin hingga terlahir sebagai manusia ke dunia. Dimulai dari asal diciptakannya manusia dari saripati makanan yang berasal dari tanah yang akan menjadi air mani. Pertemuan air mani dengan ovum itu akhirnya membentuk segumpal darah (nuthfah. Dari nuthfah membentuk segumpal daging (mudhgah)dilanjutkan dengan terbentuknya tulang belulang ('idzham) berkembang dengan kokoh dalam rahim selama kurang lebih 9 bulan sebelum ia terlahir ke dunia ini. Penjelasan ini telah ada sebelum dunia kedokteran marak dan canggih seperti sekarang. Maka sebagai orang beriman hal luar biasa ini sebetulnya mampu meningkatkan keimanan mereka. Karena bagaimana tidak? Secara kasar bisa diucapkan, manusia hanya berusaha untuk menjadi wasilah saja. Mereka tidak bertanggung jawab untuk membentuknya saat telah ada dalam kandungan. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah semua itu terjadi secara kebetulan? Apakah proses rumit nan "njelimet" seperti itu terjadi dengan sendirinya? Mustahil, karena proses mesincanggih saja bisa mengalami trial dan error. Pasti ada kekuatan maha hebat yang bisa mengelola dan membentuk semua itu, yaitu Allah swt. Ya, mungkin buat sebagian orang, informasi luar biasa ini telah menjadi biasa karena mereka mengukur dan membandingkannya saat ini, disaat informasi tentang dunia kesehatan dan kedokteran demikiaan pesat. Tapi silahkan Anda membayangkan saat ayat ini diturunkan ditengah orang-orang yang awam tentang dunia kedokteran semacam ini. Jadi intinya tinggal tergantung daya iman seseorang dalam merenungi lebih jauh lagi terkait dengan kemantapan dan peningkatan iman seseorang.

Baiklah, kita beralih pada objek lain namun masih terkait dengan membaca tubuh manusia. Dalam sebuah hadits qudsi dijelaskan bahwa "seandainya bukan karena nur-mu (Muhammad) maka tak akan dicipta alam ini". Dalam redaksi yang lain tak akan dicipta bulan dan matahari. Hadits ini memang menegaskan bahwa adanya nur Muhammad itu sebagai legitimasi dari Allah untuk menciptakan makhluk yang lain. Demikian essensi kemuliaan Muhammad saw dari Allah swt meskipun sosoknya belum diwujudkan ke dunia. Apa yang bisa kita pelajari dari hal ini?. Silahkan perhatikan gambar berikut !
Kalau kita cermati memang bagian-bagian tubuh kita secara umum yang terdiri dari kepala, dua tangan, bagian tubuh meliputi dada dan perut serta dua kaki akan membentuk lafadz محـمـد (baca : Muhammad). Bagian kepala yang bulat berbentuk huruf mim. Kedua tangan bisa membentuk hurup ha yang tersambung. Bagian dada hingga perut bisa membentuk huruf mim juga. Dan kedua kaki bisa membentuk huuruf dal. Sehingga terhimpunlah huruf mim, ha, mim dan dal yang jika digabung akan terbaca Muhammad.

Apakah ini kebetulan?. Didalam Islam tidak ada yang namanya kebetulan karena Allah sudah merencanakan dan mengkreasinya semua. maka kembali kepada hadits qudsi diatas, rasanya Nur Muhammad begitu kuat yang Allah ejawantahkan kepada makhluk-Nya terutama pada manusia.

Baiklah, kita pindah lagi kepada bagian tubuh yang lain yang bisa memperkuat analisa kita bahwa Allah memperlihatkan sebagian tanda kebesaran-Nya pada diri kita. Perhatikan gambar berikut :


Ya ini gambar telinga anak saya, bagi yang peka dengan tulisan Arab maka akan terlihat guratan telinga itu membentuk lafadz Allah. Lalu apa kaitannya dengan tanda kebesaran Allah? Karena ternyata telinga yang membentuk lafadz Allah tidak saja pada anak saya, tapi juga telinga Anda, anak Anda bahkan tetangga Anda yang non-Muslim pun memiliki telinga yang sebetulnya memiliki guratan yang membentuk bacaan Allah. Memang tidak setiap orang memiliki guratan yang sangat jelas, tapi setidaknya perbedaan guratan itupun juga tidak terlalu jauh berbeda hanya jelas dan kurang jelas saja karena intinya adalah semua membentuk lafadz Allah.

Buat sebagian orang memang terlalu naif untuk melihat kebesaran Allah dari hal-hal seperti ini. Tapi mari kita lanjut membaca kebesaran Allah melalui tubuh ini. Coba renungkan, apa saja bagian tubuh Anda yang memanjang?, rambut..bulu-bulu yang ada ditubuh, kuku..ya.. semuanya bisa memanjang.. tapi pernahkah Anda merenungi bahwa gigi Anda akan memanjang..atau maaf, kemaluan Anda yang semakin memanjang? rasanya kepikiran pun tidak.. kenapa demikian? jawabannya bukan karena kebetulan, tapi pastinya Allah swt yang mendesainnya karena Dia telah membuat batasan tertentu untuk setiap makhluk atau ciptaannya.

Pernahkah juga Anda berfikir jika dikasih lubang hidung yang menghadap keatas, dua mata yang satu didepan yang satu dibelakang leher, lubang telinga yang memiliki kotoran yang tidak manis tentunya sehingga saat tidur tidak ada semut yang masuk. Bayangkan juga jari-jari yang ada ditangan dan kaki kita yang masing-masing terdiri dari 5 jari, apa jadinya jika hanya satu atau terlampau banyak hingga 10. Juga yang tidak kalah penting, -maaf- letak kemaluan seseorang yang berada dibagian tengah tubuh sebagai pusat kekuatan, bisa dibayangkan jika letaknya ada dilekukan badan seperti ketiak, pertengahan betis dan paha maka sudah disangsikan lagi efektifitasnya. Ini semua adalah yang mampu kita saksikan dengan mata telanjang. Belum lagi yang terdapat dalam tubuh yang tentunya sangat rumit. Proses terjadinya janin dari mulai sari pati tanah hingga menjadi manusia yang utuh berupa seorang bayi. Tidak ada satu teknologi tercanggihpun yang mampu mengerjakan tahapan-tahapan terciptanya bayi hingga terlahir sempurna. Maka, sesuatu yang rumit itu tidak mungkin akan terjadi dengan sendirinya, tanpa adanya Dzay Yang Maha Mencipta dan Mengatur Allah SWT.

Kita juga bisa belajar filosofi, etika serta hikmah yang mendalam dari tubuh ini. Biasanya Allah menciptakan bagian tubuh ini sepasang-sepasang. Ada dua tangan, dua kaki, dua telinga, dua lubang hidung, dua mata dan yang lainnya. Tapi ada juga yang diciptakan cuma satu seperti mulut dan kemaluan. Tentunya secara logika yang dicipta lebih banyak maka akan lebih banyak pula tugasnya. Karena itu, proses dan aktifitas mendengar dan melihat harus lebih banyak dibanding berbicara. Kebutuhan untuk melangkah dan bekerja harus lebih banyak dibanding penyaluran syahwat. Semua sudah diatur oleh-Nya, tinggal manusialah yang mempergunakannya dengan sebaik dan seadil mungkin. Masih dari anggota tubuh kita juga yaitu telinga. Perhatikan tekstur telinga yang dikreasi oleh Allah SWT dari tulang lunak. Anda bisa membayangkan jika dibuat dari tulang keras maka Anda tidak akan bisa tidur miring dimana telinga cenderung tertekan oleh kepala. Karena itu, meskipun telinga itu tertindih kepala saat tidur, telinga akan kembali kebentuk semulanya. Dari sini juga kita bisa belajar bahwa telinga sebagai wadah kita untuk mendengar harus bersifat lentur dan fleksibel, bukan kaku dan keras. Kalau ada informasi yang kita terima, maka janganlah diterima secara kaku sebelum kita memastikan kebenarannya. Banyak yang salah paham karena tidak mau mendengar. Banyak asumsi dan pernyataan yang salah bahkan bisa jadi fitnah karena orang tak mau melakukan "tabayun" atau kroscek terhadap kebenaran sebuah berita. Padahal Allah memerintahkan kita untuk melakukan tabayun atas berita yang kita terima terlebih jika berita itu disampaikan oleh orang fasik.

Dalam aktifitas yang kita lakukan juga misalnya, terutama dalam kaitannya dengan melaksanakan ibadah seperti shalat puasa dan lainnya, itu mencerminkan proses meniru, meneladani dan membesarkan Allah SWT sebagai Penciptanya. Bukan disini uraian untuk menjelaskan cara meneladani-Nya, tapi coba perhatikan gambar berikut sari salah satu aktifitas ibadah shalat yang kita lakukan :



Memang salah satu essensi shalat yang kita lakukan adalah untuk memuji Allah yang semua kehendak dan perbuatan-Nya adalah terpuji.

Masih terkait dengan shalat, coba juga perhatikan jari telunjuk kita pada saat tasyahud akhir terlihat jelas pada lipatan jari bagian bawah telunjuk membentuk lafadz Allah.
















Bahkan posisi otak kita pun seperti mengajarkan kita untuk bersujud.

















Coba kita beralih ke bagian lain. Ahli sains menemukan bahwa saluran-saluran udara di dalam paru-paru manusia membentuk kalimah 'La ilaha illallah Muhammadurrasulullah '.



































Masih ada beberapa gambar lagi terkait dengan kemahabesaran Allah yang diperlihatkan di tubuh ini.





Demikian beberapa gambar yang bisa dibaca oleh kita sebagai bukti tanda Kemahabesaran Allah sekaligus ingin mengeaskan bahwa Dia benar-benar ada dan menciptakan kita semua. Tanda-tanda ini memang merupakan tanda dzohir yang bisa kita analisa secara indrawi. Namun yakinlah, didalam tubuh ini masih banyak yang Allah kreasi sebagai bagian dari bukti kebesaran-Nya yang tak bisa dilihat diraba dan dirasa oleh indra kita. Dari pemaparan ini, sebagai orang yang beriman semestinya kita menjadi lebih beriman kepada-Nya.

Sebagai renungan, jika kita telah melihat kebesaran Allah pada tubuh kita ini, masih merasa besarkah kita sehingga kita tidak mau menyembah dengan tulus kepada Yang Maha Besar itu? Semoga kita benar-benar sadar, bahwa kita adalah makhluk yang lemah yang sangat bergantung kepada Dzat Yang Maha Kuat Allah SWT. Kesadaran yang kita buktikan dengan tunduk dan patuh kepada-Nya.