Kamis, 22 Maret 2012

Menyikapi acara TAHLILAN dan MAULUDAN

By : Rijal Muhammad

Dua tradisi ini sangat populer bagi bangsa Indonesia terutama masyarakat di pulau Jawa dan lebih khususnya lagi adalah kaum Nahdhiyyin. Kepopuleran tradisi ini memang terjadi pada dua sisi. Pertama populer bagi yang melaksanakannya dan kedua bagi yang tidak melakukannya atau dengan bahasa yang lebih jelas bagi yang mengharamkannya.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa budaya atau tradisi tahlilan terutama, sangat terkait erat dengan tradisi dan budaya kaum hindu. Peran para wali -baca wali songo- sangat kentara dalam memodifikasi tradisi lokal dengan ajaran-ajaran Islam semisal bacaan ayat, hadits atau kalimat-kalimat thoyyibah yang lain. Tujuannya sangat jelas, bukan untuk menciptakan ritual ibadah baru namun bagian dari pendidikan agama dengan pendekatan kultural dan strategi dalam menyampaikan dakwah. Bahkan lebih kretaif dari yang demikian, usaha sunan Kali Jaga yang memanfaatkan media wayang sebagai wahana dakwah yang efektif dalam mengajak masyarakat ketika itu, untuk mengenal dan masuk Islam.

Setuju atau tidak setuju praktek dakwah yang sangat dinamis dan kreatif semacam itu sangat membawa pada perkembangan besar dalam praktek keberagamaan terutama di tanah Jawa ini. Memang misi besar para wali dalam mencetak masyarakat Muslim yang kaffah tidak terwujud secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan tugas utama dakwah para wali adalah bagaimana meng-Islamkan mereka dahulu. Merubah keyakinan nenek moyang mereka yang mengakar kuat. Dan tugas ini bukan perkara mudah. Perlu cara yang arif, kreatif, dinamis dan penuh rahmat. Maka pendekatan kebudayaan merupakan cara yang sangat ampuh dalam membawa masyarakat ketika itu mengenal ajaran Islam yang akan membuat perubahan hidup mereka.

Budaya tahlilan mengadopsi dari acara peribadatan (baca : selamatan) agama Hindu-Budha sebagai bentuk penghormatan dan pemberian do'a kepada orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan tahlilan -yang diadakan sementara ummat Islam- sebenarnya mengandung arti membaca "La ilaaha illallah". Namun dalam prakteknya tahlilan diartikan sebagai tradisi mengirimkan do'a kepada orang yang telah meninggal dunia, dengan harapan semoga Allah swt mengampuni segala dosanya, memberikan rahmatnya dan menghindarkan dia dari segala petaka dialam kuburnya (baca : Barzakh). Disamping mengirimkan doa tersebut, dibacakan juga beberapa surat pilihan termasuk bacaan-bacaan atau dzikiran yang bersumber dari hadits Nabi Muhammad saw.

Hemat saya, para wali mengadopsi budaya selamatan ini dengan tujuan memperkenalkan bacaan-bacaan tertentu yang bernuansa tauhid, sehingga membiasakan orang untuk mengikuti atau lebih jauh memahaminya tanpa harus merubah total tradisi dan kebudayaannya. Lalu apa hukumnya tahlilan saat ini? Menurut saya, tidak ada hukumnya. Kalau dihukumi wajib maka Anda akan melakukan bid'ah yang sesat karena budaya ini tidak ada tuntunannya baik dalam a-Qur'an maupun al-Hadits. Dihukumi sunnah pun tidak, karena pada zaman Nabi tidak ada acara atau ritual semacam ini. Tapi kalau dihukumi haram juga tidak demikian, karena yang dilakukan pada saat tahlilan itu banyak sisi positif yang banyak bermanfaat untuk banyak orang. Kalau ada orang yang mewajibkan acara ini dilakukan pada saat kematian keluarganya dihari pertama, ketiga, ketujuh, keempat belas, keseratus bahkan keseribunya, dimana jika tidak dilakukan akan merasa berdosa dan bersalah maka dia jatuh pada bid'ah yang sesat. Tapi kalau ada orang yang dengan serta merta mengklaim bahwa tahlilan itu adalah sebuah kesesatan dan setiap pelakunya akan merasakan panasnya neraka, maka orang itu perlu belajar kearifan dan kebijaksanaan dalam memandang segala sesuatu dengan luas dan objektif.

Maka panduan dalam menyikapi tahlilan semacam ini, haruslah dengan cara yang arif dan dari sisi positifnya. Berkumpulnya orang-orang pada saat tahlilan menggambarkan banyak hal positif. Misalnya :
1. Bagian dari ta'ziyah dalam upaya menghibur sohibul musibah dengan senantiasa memberikan nasihat kesabaran atas ujian atau musibah yang dialaminya.
2. Memberikan doa ampunan kepada jenazah tersebut. Untuk kebolehan memberikan doa ampunan ini, ada beberapa ayat yang membolehkan seseorang mendoakan orang lain meskipun bukan anak atau bagian dari keluarganya.
3. Membaca ayat-ayat pilihan atau dzikir dengan tujuan agar Allah swt menurunkan rahmat pada yang membacanya juga diharapkan pada janazahnya. Karena rahmat Allah itu akan diberikan pada orang yang hidup atau yang sudah meninggal.
4. Penjabaran dari ta'ziyah adalah bentuk silaturrahim kita kepada sohibul janazah. Bisa jadi Anda yang sangat sibuk dengan urusan karir sehingga tidak memiliki waktu untuk menjenguk, maka pada saat itu kita bisa meluangkan waktu untuk berta'ziyah dan silaturrahim.

0 komentar:

Posting Komentar